Bisa dibilang jarak dari Jakarta ke Bandung itu tidak bisa dibilang deket, tapi juga tidak jauh. Apalagi kalau kalian berangkatnya pada hari hari libur. Bisa dipastikan kalian akan duduk berlama lama di dalam mobil sampai bokong kalian merasa pegal akibat duduk yang terlalu lama. Itu pun yang saya rasakan sekarang.
Kedua kaki saya pun mulai merasa lelah akibat harus bolak balik ganti pedal antara gas, kopling, dan rem. Ditambah dengan jalanan yang macet. Untung saja sebentar lagi saya akan sampai pada tujuan akhir saya yaitu sebuah perumahan di daerah sekitaran Pasteur, Bandung.
Mobil hitam ini pun mulai bergerak memasuki kawasan perumahan. Tak terlalu jauh dari pintu gerbang, rumah bercat putih itu pun mulai nampak. Dengan perasaan senang karena berhasil sampai dengan selamat, saya pun mulai mengambil tas ransel yang saya tempatkan di bangku penumpang.
Isinya tidak banyak, hanya beberapa helai baju ganti bersama teman temannya. Saya memang berniat untuk menginap selama beberapa hari disini karena berhasil mendapat jatah cuti.
Turun dari mobil, lalu berjalan mendekati pintu utama rumah itu. Tanpa mengetuk, saya langsung melangkahkan kaki untuk masuk lebih dalam.
"Sudah pulang p- Kai?!" Saya tersenyum lalu mulai menghampiri wanita itu. Dia pun langsung memeluk saya dengan erat. Saya bisa merasakan kehangatan yang dia salurkan lewat pelukan singkatnya itu.
"Ya Allah Kai, kan sudah ibu bilang kalau nggak bisa pulang ya nggak papa," ucapnya lagi sambil sedikit mendongak akibat tinggi badan saya yang lebih tinggi darinya. "Ya mau gimana bu, orang Kai nya kangen sama ibu," balas saya.
Ibu hanya menggeleng pelan, lalu langsung menyuruh saya untuk beristirahat dan bersih bersih. Saya hanya bisa menurut dan berjalan menuju lantai dua, tepatnya kamar yang tiga bulan lalu saya tempati. Tidak ada yang berubah dari kamar itu, tetap bersih dan rapi.
Saya menaruh tas ransel yang saya bawa di sudut kamar, lalu memulai rebahan di kasur single size ini. Mata saya menatap langit langit kamar, lalu seiring berjalannya waktu mulai terpejam tergantikan dengan alam mimpi yang indah.
Entah sudah berapa lama saya tertidur, akhirnya saya terbangun akibat suara ibu yang menyuruh saya turun untuk makan siang. Saat sampai di bawah, ibu hanya bisa ngomel ngomel karena melihat saya masih memakai pakaian yang sama. Saya hanya bisa meringis mendengar ucapannya yang tajam.
Namun hal itu tergantikan dengan pemandangan makanan yang disajikan oleh ibu. "Banyak banget ini bu," kata saya sambil menarik kursi dan duduk disana. Ibu hanya mengangguk, lalu mengatakan ini semua dia siapkan untuk merayakan kepulangan saya.
Terkadang ibu memang suka berlebihan, apalagi jika itu menyangkut orang orang yang dia sayangi.
Dengan telaten, ibu mulai mengisi piring milik saya dengan nasi, sayur, hingga ayam goreng lengkap dengan sambal terasi buatannya. Wangi masakannya pun semakin memenuhi penciuman saya.
"Ayo dimakan," ucapnya sambil tersenyum lalu mulai menempatkan diri di hadapan saya.
"Bapak mana bu?" Tanya saya sebelum menyendokkan nasi beserta kawan kawannya ke dalam mulut. "Lagi main sama temen temennya tuh, ibu nggak diajak," balasnya sambil menahan kesal. Saya yang melihatnya hanya bisa menahan tawa.
Memang benar ya, semakin kita berumur, semakin sensitif juga diri kita. Ibarat lingkaran, sifat kita semakin lama pasti akan kembali ke awal.
Saya hanya mengangguk sebagai jawaban lalu mulai memakan masakan buatan ibu. Tidak ada yang berubah, perfect seperti biasanya. Saya yakin kalau ibu buka restaurant, pasti restaurant itu akan laku keras.
Setelah hening beberapa lama, ibu mulai membuka pembicaraan.
"Kerjaan kamu disana gimana Kai?"
"Baik bu, lancar kayak biasanya," ibu yang mendengarnya hanya mengangguk anggukan kepala mengiyakan. "Ibu bangga punya kamu, bisa berhasil jadi dokter," saya yakin ini bukanlah akhir dari kalimatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evanescent | KMG
Hayran KurguMenyelamatkan jutaan orang adalah impian terbesar saya. Tapi apa bisa saya menyelamatkanmu? -