Fortune Cookies 1

2.4K 312 53
                                    

"Nanti jadi, 'kan?"

Aku menghentikan pergerakan tanganku di atas keyboard dan menoleh, menatap Bona yang sudah berdiri di depan kubikel. Hari ini aku memiliki janji untuk menemaninya ke salah satu gerai toko kue yang menjual fortune cookies; kue manis yang berbentuk hati dan terdapat tulisan atau pun ramalan di dalamnya.

Sebenarnya aku malas menemani, tetapi mendengar Bona yang tidak berhenti merengek seperti anak kecil membuatku lama-lama gerah juga, maka dengan sangat terpaksa aku menyanggupi ajakannya.

"Iya," jawabku. Bona tersenyum cerah begitu mendengar penuturanku barusan.

Sejujurnya aku malas menemaninya karena hari ini aku memakai pakaian yang benar-benar tidak enak dilihat. Semua ini karena seluruh pakaianku lupa di laundry. Aku terpaksa mengenakan kemeja berwarna kuning cerah dengan rok ungu yang sudah tertinggal zaman.

Tadi saat sampai di kantor, semua mata melihatku dengan menahan tawa. Aku tau pakaianku terlihat konyol, tetapi mau bagaimana lagi, hanya ini satu-satunya pakaian bersih yang tersisa.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepatnya. Aku baru saja menginjakkan kaki di area toko kue. Toko ini ramai dikunjungi oleh pelajar. Tak hanya pelajar perempuan saja, bahkan lelaki pun ada.

Bona tampak antusias berdiri di depanku. Saat ini kami sedang mengantre hanya untuk membeli kue itu. Sampai sekarang aku tidak mengerti hal apa yang membuatnya spesial.

"Astaga, panas sekali," racauku sembari mengibas-ngibaskan tangan di depan wajah. Sebenarnya tempat ini dilengkapi dengan pendingin ruangan, tapi karena banyak orang membuatnya tak terasa lagi.

Kepalaku menjulur ke depan untuk melihat berapa lama lagi harus menunggu. Mendapati jarakku dengan kasir sangat jauh membuatku mendengus sebal. Kenapa tempat ini begitu ramai, apa karena gerai ini baru buka?

Kira-kira berapa lama lagi aku harus menunggu, sepuluh menit? Dua puluh? Atau tiga puluh menit?
Andai saja aku bisa memotong antrian pasti sudah kulakukan sejak tadi.

Gerakan tangan itu begitu cepat sampai aku tak sadar sudah keluar dari antrian. Aku yang terkejut berusaha menyeimbangkan tubuh begitu dia melepas cekalan tangannya. Berdecak kesal, aku menatap seseorang yang menarikku dengan pandangan menilai. Dilihat dari penampilan, sepertinya dia seorang mahasiswa terlihat jelas karena dia membawa tas ransel di pundaknya.

Jika dia seorang mahasiswa kenapa berani sekali dia menarikku keluar dari antrian. Tidak taukah dia aku telah menunggu hampir setengah jam dan dia menarikku begitu saja. Kalau ingin memotong antrian tidak begitu caranya.

"Ya! Apa-apaan kau ini, main tarik tangan orang sembarangan saja! Asal kau tahu, ya. Aku ini lebih tua darimu, jadi jangan macam-macam." Aku menatapnya dengan mata memicing tajam serta bercekak pinggang.

"Cantik," gumamnya yang masih bisa kudengar. Apa-apaan lelaki ini. Kenapa dia tidak jelas sekali. Astaga, dia pikir dengan berbicara seperti itu aku akan memaafkannya? Oh tentu saja, tidak.

Mengalihkan pandangan sejenak, aku baru sadar bahwa kini kami menjadi tontonan banyak orang. Memilih tak ingin memperpanjang masalah, aku membalikkan badan dan kembali berjalan menuju antrian. Belum juga selangkah, dia kembali menahan tanganku.

Mendengus kesal, aku kembali berbalik ke arahnya. "Sebenarnya apa maumu?" tanyaku.

"Kau."

Aku membuka bibirku dan kembali mengatupkannya-terlalu bingung ingin menanggapinya bagaimana. Sampai sekarang aku masih tidak mengerti semua tindakan dan ucapannya itu.

"Kau benar-benar gila, ya?" Hanya itu yang bisa ke luar dari mulutku. Aku masih terlalu bingung dengan apa yang sedang terjadi saat ini. Tunggu, biarku urutkan sejenak. Aku sedang berdiri menunggu antrian lalu tiba-tiba tanganku ditarik dan dia mengatakan aku cantik lalu tak lama menginginkan diriku.

"Tidak. Tapi aku benar-benar menginginkanmu menjadi milikku," ujarnya dengan nada rendah. Ntah hanya perasaanku saja atau tidak, tapi aku seperti merasakan aura mencekam begitu dia mengeluarkan suara.

Tidak ingin kalah dengan firasat, aku kembali membuka suara dan berujar, "Sudahlah lebih baik kau selesaikan saja kuliahmu dengan benar. Jangan mencoba menggoda pekerja sepertiku."

Dia kembali mencengkram tanganku dan memajukan wajahnya ke arah telingaku. Dengan gerakan lambat dia menyelipkan rambut ke telingaku dan berbisik lirih, "Tunggu saja."

Setelah mengatakan itu dia tersenyum misterius dan pergi begitu saja meninggalkanku, tapi tak lama dia menghentikan langkah dan berbalik ke arahku. "Taehyung. Namaku Taehyung. Ingat itu baik-baik saat kita bertemu nanti."















-tbc-

_________________________

Masih ada yang nungguin one shoot abal-abalku tidak? Kalau iya aku mau tes ombak dulu. Kalau rame aku lanjutin cerita di atas.

Vsoo(One Shoot)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang