5. Kelemahan

165 23 7
                                    


Setiap orang mempunyai potensi yang berbeda. Tidak perlu membandingkan hanya untuk melihat siapa yang paling menonjol.

-Nathaya Zannia

____

Sebenarnya, ada dua hal yang menjadi kelemahan seorang Nathaya.

Pertama, bentakan.

Nathaya sama sekali tidak bisa dibentak. Hatinya terlalu sensitif untuk mendengarkan intonasi tinggi seseorang yang seolah tengah marah padanya. Entah kenapa, ia menjadi orang yang sangat lemah akan bentakan. Menangis setiap kali habis dibentak, itu pasti. Tidak peduli siapa yang membentaknya. Entah itu keluarga, atau bahkan orang lain.

Kedua, perbandingan apapun itu, dengan sindiran fisik sekaligus.

Mungkin yang orang lain---teman-temannya, lihat selama ini adalah, Nathaya adalah sosok yang ceria, periang. Sosok yang selalu tertawa, dan tidak pernah bersedih. Menangis apalagi.

Namun jauh dari itu, Nathaya tidak lebih dari seorang gadis cengeng. Ia tidak lebih dari seorang gadis yang selalu menahan lukanya.

Hal yang biasanya paling sering membuatnya makan hati adalah, perbandingan. Sindiran fisik apalagi?

Hell, siapa juga sih yang suka dibanding-bandingkan? Apalagi jika itu sudah berkaitan dengan prestasi. Memangnya ada anak yang mau dibanding-bandingkan dengan orang lain?

Bahkan kalian, pastinya pernah kan dibandingkan seperti itu? A big mistake if most of you say no. Well, it's impossible.

At least, with your neighbors maybe?

Tidak perlu jauh-jauh mengambil contoh. Pastinya kalian pernah dibandingkan dengan anak tetangga yang bahkan---hell, apakah kemampuannya benar-benar lebih dari kita atau tidak.

Dan kalimat itu tidak pernah jauh-jauh dari,

'Liat dia. Rajin, ga pernah males.'

'Coba contoh si A itu. Belajar tiap hari. Bukannya pas mau ulangan aja.'

'Dia bisa, kenapa kamu ga bisa? Dia bisa pintar, kamu juga harus bisa.'

Dan masih banyak lagi.

But wait, apakah tindakan seperti itu dibenarkan?

I mean, comparing between two people who have different potential.

Oh, ayolah. Setiap anak mempunyai kemampuan yang berbeda. Beda anak, beda pula potensinya, bukan? Hanya karena si B tidak bisa melakukan seperti yang si A bisa lakukan, lalu keduanya menjadi perbandingan mengenai siapa yang lebih hebat. C'mon, they don't deserve it.

Dan, dibandingkan dengan saudaramu sendiri, pastinya kalian juga pernah kan? Dibandingkan dengan kakak atau adikmu sendiri.

To be honest, Nathaya sangat membenci itu. Dan ia sudah muak. Muak dengan dunianya yang selalu penuh akan perbandingan dari orang-orang.

Kalian tau apa momen yang sangat dibenci Nathaya selain berada disekitar orang-orang yang selalu bersikap fake, yang kadang bersikap baik namun kadang senang menyindirnya?

Pengambilan raport.

Ya, Nathaya benar-benar membenci itu.

Karena saat itu tiba, saat itu juga orang-orang akan bertanya bagaimana nilainya. Tentu saja Nathaya enggan menjawabnya. Sebaik apapun peningkatan nilainya dari sebelumnya, yang akan keluar hanyalah kalimat yang sama bukan?

Seperti, jika Nathaya menjawab bahwa hari ini ia memasuki 10 besar, maka mereka akan kembali bertanya 'adikmu?' lalu dengan enggan ia menjawab, 'seperti biasa. Always number one.'

Dan yang terjadi selanjutnya adalah,

'Adikmu bisa ranking 1 terus. Masa kamu dari dulu ga pernah?'

'Ayo dong. Masa kalah sama adik sendiri.'

It's a damn moment!

Nathaya benar-benar membenci itu. Tidak ada jawaban yang bisa keluar dari mulutnya. Padahal hatinya sudah sibuk menata kata-kata yang siap untuk dia keluarkan.

"Bisa gak sekali aja kalian ga pernah bandingin aku sama mereka?! Aku ya aku, mereka ya mereka. Kalian ga bisa seenaknya aja ngejudge aku cuma karena aku ga bisa dapet ranking 1. Dan perlu aku ingatkan? Tingkatan kami berbeda. Kalian bandingin antara elementary school student dan high school student? Apa itu adil? Lagi pula, kalian juga ga ngeliat pencapaian aku pas seusia mereka, kan? Aku pernah hampir menyentuh posisi nomor satu itu, satu langkah lagi, walaupun gagal. Tapi kalian gak pernah liat itu!"

Tentu saja rentetan kalimat panjang lebar yang tidak lain adalah seluruh unek-uneknya, tidak benar-benar ia ucapkan.

Iya, lagi-lagi Nathaya hanya menyimpannya didalam hati.

Meskipun kalimat-kalimat itu lebih seperti sebuah kalimat dukungan, tetapi tetap saja itu terdengar menyakitkan ditelinga Nathaya. Lebih baik mereka tidak usah mengucapkan itu.

Jika semua luka-luka dan tekanan yang Nathaya pendam selama ini bisa ditukarkan dengan uang, mungkin sekarang Nathaya sudah menjadi kaya raya. Sayang saja, itu tak mungkin.

Satu hal lagi, Nathaya benci dan benar-benar benci jika seseorang sudah membahas mengenai fisik.

Tidak! Nathaya mudah tersentil bahkan hanya dengan satu patah kata saja. Meskipun niatnya hanya bercanda, tetap saja hal itu akan terekam jelas di otaknya sampai kapanpun.

Dan ketika Nathaya sedang sendiri dan mengingat itu, air mata akan mengambil alih kontrolnya. Membiarkan cairan bening itu mengalir, menguapkan seluruh kekesalan yang tidak bisa dilampiaskan langsung.

Kembali lagi pada sifat aslinya, Nathaya hanyalah seorang yang begitu rapuh. She's very weak. Cengeng. Yang jika terjadi apa-apa hanya bisa menyimpannya sendiri.





Dan tidak pernah berniat untuk berbagi.

***

I just write what's on my heart. And I feel relieved about that.

I just hope, kalian ga pernah bosen sama cerita ini.

See you on the next chapter:)

Love u all❤️

InsecureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang