21 | Luka

107 15 12
                                    

Fakhrul mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Yuni terus saja mengetuk-ngetuk pintu itu namun tak.mendapatkan jawaban sama sekali dari putranya. Ia gelisah dan ketakutan, namun tak mampu berbuat apa-apa. Semua sudah terjadi, dan semua memang kesalahannya yang tidak melakukan tabayyun terlebih dahulu mengenai kebenaran tentang Gia.

Al-Qur'an yang tengah dibaca oleh Fakhrul telah basah oleh tetesan airmata. Ia menekuri dirinya sendiri, memikirkan semua kesalahannya meskipun ia tak tahu yang mana perbuatannya yang salah selama ini.

Tok..., tok..., tok...!!!

"Arul..., Nak..., buka pintunya. Ini sudah tiga hari kamu terus berdiam diri di dalam. Kamu belum makan Nak, Ummi khawatir."

Suara Yuni terdengar jelas di balik pintu kamarnya, namun Fakhrul tetap tak menjawab. Ia tak ingin mengatakan apapun ataupun menerima penjelasan apapun. Hatinya masih terasa sakit setelah semuanya yang terjadi akibat keputusan Ibunya.

"Arul, maafkan Ummi Nak. Ummi benar-benar merasa bersalah atas apa yang terjadi. Ummi minta maaf Nak, tolong maafkan Ummi."

Fakhrul menulikan telinganya dan tetap tak ingin menjawab.

* * *

"Ada yang tahu kabarnya Akh Fakhrul?" tanya Wahyu.

Semua orang menggeleng-gelengkan kepala dengan kompak.

"Ah, baru tiga hari saya jadi Kepala Sekolah, saya sudah kebingungan karena salah satu Guru tidak datang dan tidak memberi kabar. Bahkan telepon dari saya pun tidak dijawab," ujar Wahyu sambil menatap keluar jendela Kantor Guru seperti biasanya.

"Apakah tidak sebaiknya ada salah satu di antara kita yang mewakili untuk datang ke rumah Akh Fakhrul?" saran Usman - Guru Biologi.

Wahyu mengangguk-anggukan kepalanya setelah mendengar saran itu.

"Ide yang bagus. Lalu apakah Akh Usman bersedia datang ke rumah Akh Fakhrul untuk menghibur pria yang patah hati padahal Akh Usman sendiri belum pernah patah hati? Apakah Akh Usman sudah menyiapkan saran yang baik untuk Akh Fakhrul?" tanya Wahyu, ingin memastikan.

Usman pun tersenyum malu-malu lalu mundur dari antusiasnya dalam rapat itu.

"Baiklah, begini saja. Saya yang akan datang ke rumah Akh Fakhrul dan berbicara dengannya. Selanjutnya, seperti yang kita bicarakan tadi mengenai perubahan jadwal mengajar dan perubahan sususan Kantor, silahkan mulai diterapkan dari sekarang," ujar Wahyu menutup rapat tersebut.

Semua mulai membereskan buku agenda masing-masing.

"Sekian dulu rapat hari ini, selebihnya akan kita diskusikan lagi pada rapat selanjutnya. Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh."

"Wa'alaikumsalam warrahmatullahi wabarakatuh."

Gia menatap Safira.

"Ukhti Fira tidak dapat kabar apa-apa dari Akh Fakhrul?" tanya Gia.

"Iya Ukhti, siapa tahu Ukhti Fira mendapat kabar dari Akh Fakhrul. Tolong beritahu kami," tambah Farid, yang sejujurnya ikut merasa khawatir.

Safira tersenyum dari balik niqob-nya.

"Seandainya memang saya dapat kabar dari Akh Fakhrul, maka tidak mungkin saya menutup-nutupinya dari kalian dan juga semua orang. Saya sendiri juga merasa khawatir, namun tidak mungkin saya datang ke rumahnya. Nanti apa kata Ibunya kalau saya datang menjenguk. Saya kan akhwat, tidak enak rasanya kalau saya datang sendiri ke sana. Tapi kalau saya datang bersama kedua Orangtua, nanti orang akan berpikir kalau saya mau datang melamar Akh Fakhrul," jawab Safira dengan sangat jelas.

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang