8 | Bertanya Pada Hati

121 14 7
                                    

Fakhrul terus mengerjakan semua pekerjaannya di rumah. Ia tak pernah berhenti bekerja sejak tiba siang tadi. Yuni menatap Putranya yang terlihat berusaha fokus padahal sangat kentara kalau dia sedang kacau.

"Arul, kamu nggak makan malam dulu?" tegur Yuni.

Fakhrul menoleh untuk menatap Ibunya sambil tersenyum.

"Aku belum lapar Mi, kalau pekerjaan aku selesai Insya Allah aku akan makan," jawab Fakhrul.

Yuni pun mendekat untuk duduk di samping Putranya.

"Ada apa? Ayo bilang sama Ummi, jangan dipendam sendiri," bujuk Yuni sambil mengusap punggung Fakhrul dengan lembut.

Fakhrul tahu benar kalau Ibunya adalah orang yang peka. Ia tak pernah bisa menyimpan masalah apapun selama ini karena Ibunya sudah jelas akan tahu kalau ada hal yang tidak beres.

"Ada kejadian pertengkaran tadi di sekolah Mi," ujar Fakhrul mengakui.

"Hmm, lalu?"

Fakhrul menghela nafasnya pelan-pelan.

"Sarah datang ke sekolah dan tiba-tiba menyindir Ukhti Fira. Dia menyindir Ukhti Fira lalu Ukhti Fira membalasnya. Yang kami tidak duga sama sekali adalah, Sarah akan meraih gelas berisi teh panas untuk menyiramnya ke arah Ukhti Fira."

"Astaghfirullahal 'adzhim!!! Lalu bagaimana keadaan Nak Fira? Apakah dia baik-baik saja?" tanya Yuni, khawatir.

"Alhamdulillah Ukhti Fira baik-baik saja Mi. Karena Ukhti Gia, Guru baru yang menggantikan Sarah, melindunginya dengan cepat. Wajahnya lah yang terkena siraman teh panas itu," jawab Fakhrul.

"Astaghfirullah..., kok Sarah itu tega sekali sih? Lalu apa yang terjadi selanjutnya?"

"Bu Mila turun dari ruangannya dan memarahi Sarah. Sarah tidak terima di marahi lalu dia menarik paksa niqob yang ada di wajah Ukhti Gia hingga robek Mi."

Kini Fakhrul terlihat sangat menyesal luar biasa, Yuni pun dapat menangkap ekspresi itu di wajah Putranya dengan jelas.

"Nak? Lalu apa yang terjadi?"

"Ukhti Gia menangis Mi, Ukhti Fira berusaha menenangkannya dan aku melakukan kebohongan dengan mengatakan bahwa aku tak melihat wajahnya hanya untuk membuatnya tidak merasa malu. Nyatanya aku melihatnya Mi, dan sekarang aku merasa sangat bersalah karena terus mengingat bagaimana wajahnya yang selama ini tertutupi oleh niqob," Fakhrul mengakui kesalahannya.

Yuni pun kembali mengusap punggung Putranya agar tenang.

"Nak, dua hal yang kamu lakukan itu tidak salah. Tidak salah kamu melihat wajahnya karena kamu tidak sengaja. Tidak salah juga kamu berbohong karena kamu ingin menutupi aibnya," ujar Yuni.

"Tapi aku tidak bisa melupakan wajahnya Mi. Aku merasa sangat berdosa karena tak bisa lupa dengan wajahnya. Dia menutupi wajah itu sejak kecil dan dia tak ingin ada Pria yang melihatnya selain Pria yang akan menjadi Suaminya. Aku merasa sangat bersalah Mi," ungkap Fakhrul yang sudah tak tahan dengan kegelisahan hatinya.

"Begini saja. Coba kamu memohon sama Allah agar bisa melupakan apa yang kamu lihat tadi. Berusahalah lebih dulu, hadapi dengan tenang," saran Yuni.

Fakhrul menganggukan kepalanya.

"Iya Mi, akan aku coba."

* * *

Yuni membuka pintu kamar Fakhrul pelan-pelan. Fakhrul sendiri terlihat masih membuka matanya meskipun sudah berbaring di tempat tidur. Kini ia meyakini kalau kegelisahan yang dialami Putranya bukanlah hal yang sepele. Ia masuk ke dalam dan menghampirinya.

Berserah Kepada-Nya [PROSES PENERBITAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang