Chapter 8 : Sebuah Memori Kebenaran

53 2 2
                                    

CHAPTER 8

"Dan saatnya pria menyematkan cincinnya kepada sang wanita..." Suara ayah Jin Ri Eonni menggelegar lewat microphone.

Aku menyaksikan kejadian itu dengan tersenyum. Aku menatap sosok Yoo Seung Oppa yang terlihat benar-benar tampan dalam tuksedonya. Joon Ha berdiri diam di sebelahku dan sibuk memperhatikan Yoo Seung Oppa juga.

Mataku dan Yoo Seung Oppa saling bertemu. Ia menatapku dalam dan sedih. Aku menganggukkan kepalaku sambil mengacungkan ibu jariku. "Kau terlihat hebat," ujarku dengan gerakan bibir.

Yoo Seung Oppa tersenyum sedih kemudian ia mengangguk. Dan ia pun akhirnya meraih jari tengah Jin Ri Eonni dan memasukkan secara perlahan sebuah cincin mas putih yang terlihat sangat manis.

Yoo Seung Oppa kembali menatapku. Aku mengacungkan jempol. Ia mengangguk dan kembali tersenyum. Dan setelah itu, Aku membalikkan badanku. Mungkin sudah saatnya aku pergi. Aku tidak bisa melihatnya lagi.

***

Yoo Seung and Chae Hee's fairytales, about 10 years ago.

Yoo Seung's POV

Aku berjalan kaki dengan sesosok bocah kecil yang berada di belakangku. Aku mendengus sebal. Tugas sekolah membuatku capek dan malas sekali jalan. Kakiku rasanya ingin patah karena terlalu lelah. Ditambah lagi, berat tas sekolahku yang membuatku semakin jengkel dengan kelakukan bocah yang berada lima meter di belakangku.

Aku menoleh dan menatapnya kesal. "Tidak bisakah kau jalan lebih cepat? Aku lelah!" keluhku sebal.

Perempuan kecil itu, Jung Chae Hee, malah merengek. "Aku juga capek! Siapa suruh kita pulang jalan kaki?!" bentaknya sebal dengan mulut yang sudah seperti bebek.

Aku menahan tawaku melihat ekspresinya. "Sudah bagus kita masih bisa pulang!" sungutku kesal.

Aku merasa kalau tempo jalannya itu laammbaat..sekali seperti kura-kura. "Hei, cepatlah sedikit!" seruku.

Ia mencibir dan terlihat merutuki diriku. "Salah sendiri kau terlambat pulangnya! Kita jadi tidak bisa ikut pulang bersama Ki Tae Ahjussi, kan!"

Ish! Bocah itu benar-benar... Aku membalikkan badanku dengan emosi dan berjalan kearahnya dengan cepat. Ia terlihat ketakutan, sepertinya melihat ekspresi kesalku.

Namun, entah kenapa, saat tiba dihadapannya, aku tidak jadi marah. Aneh sekali. "Ayo, kita jalan bersama saja. Maafkan aku, tadi aku bermain bola bersama teman-temanku dulu di sekolah. Jadi, Ki Tae Ahjussi meninggalkan kita."

Aku justru meminta maaf karena sopir jemputan kami, Ki Tae Ahjussi, meninggalkanku dan Chae Hee di sekolah. Mungkin ia kesal menungguku yang terlalu lama bermain bola.

"Hei, itu ada penjual permen kapas!" seru Chae Hee kaget dan matanya berbinar senang.

Aku menoleh kearah yang ditunjuknya dan ikut berbinar senang. "Kau mau? Kebetulan aku lapar."

"Tapi, kan makan permen kapas saja tidak bisa membuat kita kenyang. Aku saja yang lebih muda darimu tahu..." ejeknya.

Astaga gadis ini... "Terserah kau saja. Aku mau beli. Kau jangan minta. Awas saja!" ancamku.

Ia mengekoriku menuju penjual permen kapas itu. "Aku mau satu," kataku kepada penjual itu.

"Kau tidak membelikannya untuk adikmu?" tanya penjual itu tiba-tiba. Aku ternganga dan menoleh sosok kecil Chae Hee yang ada disampingku.

Uh! "Dia bukan adikku, Pak."

"apa?" tanya penjual itu heran. Chae Hee yang sedari tadi asyik melihat ayunan sekolahku yang bahkan masih terlihat dalam jarak pandangan kami.

All of SuddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang