05

15 3 0
                                        

Hari ini hari Minggu, tapi aku merasa hari ini sangat berbeda dengan hari-hari Minggu sebelumnya. Kenapa? Entahlah.

Jika biasanya setelah shalat subuh aku kembali ke kasur untuk tidur lagi, tapi hari ini mamah malah menyuruhku untuk berpakaian rapi. "Emangnya kita mau ke mana, mah?" Aku heran sekaligus penasaran.

"Udah, gak usah banyak tanya. Pakai aja gamis yang sudah mamah siapkan tadi." Ucap mamah yang tengah sibuk di dapur.

Aku berbalik ke kamar, di atas kasur sudah tergeletak gamis berwarna cokelat muda dengan jilbab pashmina sifon berwarna senada. Aku baru pertama kali melihat gamis ini. Ini baju baru? Tumben banget beliin baju gak bilang-bilang.

Aku memakai gamis itu lalu bercermin. Bagus banget. Aku memekik senang dalam hati, karena gamis ini cocok di tubuhku. Ah, tapi untuk apa mamah membelikan ku gamis baru, gamis yang lama kan masih bagus semua. Lagi-lagi aku dibuat bingung.

Tidak ada yang bisa aku lakukan selain mengabaikan kebingungan yang tak kunjung terjawab. Aku memoleskan sedikit bedak bayi di wajahku, dan liptint berwarna pink muda dengan polesan tipis. Lalu memasang pashmina ku.

Setelah puas dengan penampilanku, aku berjalan keluar kamar menuju dapur. "Mah, sebenarnya kita mau ke mana, sih?" Tanyaku ketika sudah berada di samping mamah yang sedang menuangkan teh ke beberapa gelas. Kok banyak banget gelasnya, orang rumah kan cuma berempat. Siapa yang mau datang?

Mamah hanya melirikku sekilas lalu tersenyum, tanpa menjawab pertanyaan ku, mamah memilih untuk berjalan ke arah ruang tamu dan membawa nampan berisi gelas-gelas tadi. Sebenarnya ada apa, sih?

Aku mengikuti langkah mamah sampai ruang tamu. "Maaahhh...!" Aku merengek meminta penjelasan, tapi lagi-lagi mamah tidak memperdulikan ku dan melangkah menuju ke dapur lagi.

"Eh... Kak Rina!" Aku melihat kak Rina baru saja keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi juga. "Kita mau ke mana, sih? Kok mamah nyuruh Rajel pake baju rapi tapi gak kasih tau mau ngapain?"

Kak Rina hanya menatapku sambil tersenyum menggoda. Apaan tuh maksudnya senyum-senyum begitu. "Kenapa lo, kak? Kesambet dedemit?" Namun kak Rina juga mangabaikanku lalu berjalan ke dapur menghampiri mamah. Ish, ini ada apa sih sebenarnya, ya Allah.

"Pah!" Papah baru saja membuka pintu masuk, entah datang dari mana. "Pah, kita mau ngapain sih. Kok pagi-pagi gini mamah nyuruh Rajel pake baju rapi?" Tanyaku.

"Kenapa gak kamu tanya langsung ke mamah kamu?" Papah malah tanya balik sambil mendaratkan bokongnya ke sofa.

"Udah sampe berbusa mulut Rajel pah, tapi mamah sama Kak Rina cuma senyum-senyum doang. Kayak ada yang disembunyiin deh." Jelasku lalu menghampiri papah dan ikut duduk di sampingnya.

Papah hanya terkekeh sambil mengusap kepalaku lalu beranjak dari sofa menuju kamarnya. "Ih papah kok malah ikut-ikutan mamah sama kak Rina senyum-senyum gitu."

Hari ini kan bukan ulang tahunku, lalu... Ah aku tidak bisa berpikir. Ini lebih rumit dari menyelesaikan soal kimia. IQ-ku tidak sampai, aku menyerah. Sudahlah aku diam saja.

Aku memilih untuk masuk kamar saja. Duduk di pinggiran kasur, lalu mengambil ponselku di atas nakas. Saat aku menyalakan ponselku, ternyata ada notifikasi pesan dari Rian 10 menit yang lalu.

"Jel, lo disuruh dateng ke rumah ama nyokap, buat ngerayain ultahnya."

Aku cepat-cepat membalas pesan Rian.

"Sekarang?"

"Ya iyalah, buruan udah ditungguin nih."

Bukan Halu [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang