04

19 3 8
                                        

20 menit berlalu sejak selesai solat Isya, dari tadi aku terdiam dengan selembar kertas di atas meja, dan pulpen di tangan kanan berbentuk kaktus hijau di ujungnya, yang bila ditekan maka akan muncul mata pena-nya. Pulpen itu pemberian Rian 9 bulan yang lalu saat aku ulang tahun, dan sebelum kita putus. Masih aku simpan karena masih banyak tintanya, soalnya jarang aku pakai. Sayang kalau dibuang.

Aku bingung banget mau ngapain. Niatnya tadi aku mau menggambar, tapi bingung mau gambar apa. Akhirnya tanpa sadar aku melamun sambil menatap ke arah jendela yang menampilkan tetesan sisa air hujan-- yang berada di depan meja belajar. Kata mamah biar kalau lagi belajar tidak mengantuk, sebab dapat cahaya matahari langsung. Padahal kan aku belajar malam, terus angin malam itu sangat ampuh membuat mata mengantuk, namanya ngantuk mana bisa ditahan, kan. Acap kali aku ketiduran pas lagi mengerjakan PR.

Saat aku lagi enak-enaknya melamun, ponselku bergetar lama, tanda seseorang sedang menelepon. Aku beranjak dari kursi, lalu mengambil ponselku yang terletak di atas kasur. Seketika aku terdiam melihat nama si penelepon. Kalian tahu siapa? Rian. Ngapain sih tuh anak, nelpon malam-malam begini. Setelah kita mengakhiri hubungan 8 bulan yang lalu, dia tidak pernah lagi menelepon ku. Nge-chat juga kalau penting saja.

Aku Segera menormalkan napasku yang sempat tercekat. Lalu menggeser ikon berwarna hijau itu ke atas. "Assalamualaikum, kenapa?" Tanyaku.

"Waalaikumsalam, Jel. Gue ganggu lo gak?"

"Ganggu banget lo." Jawabku, entah kenapa, kalau bicara sama Rian tuh, bawaannya mau ngegas terus.

"Oh gitu. Yaudah deh, gue tutup--"

"Eh? Nggak kok. Kenapa lo nelpon?" Aku dengar nadanya agak berubah-- seperti sedih, mungkin. Ni anak kenapa, ya. Aku jadi penasaran. Sepertinya tadi dia mau tutup telponnya. Tapi berhasil aku cegah, karena aku penasaran banget.

"Nngg... Gimana ya ngomongnya?"

"Ngomong ya tinggal ngomong aja sih suherman, kenapa sih lo?" Aneh banget sih ni bocah, biasanya juga asal ceplos aja.

"Eee.. Temenin gue nyari kado dong. Bentar lagi nyokap gue ulang tahun. Lo tau sendiri kan, gue gak tau selera cewek. Lo inget gak kado yang lo pilih tahun lalu, nyokap gue suka banget sama pilihan lo. Jadi gue mau minta tolong sama lo lagi. Mau, ya?" Mungkin dia agak tidak enak hati kali ya minta bantuan sama aku. Karena kita sudah tidak seperti dulu lagi.

Tahun lalu aku memang sempat menemani dia mencari kado buat ibunya. Saat itu aku pilihkan vas bunga bermotif bunga sakura warna pink untuk dijadikan kado. Dan ternyata beliau sangat suka  hadiahnya.

Setelah beberapa saat aku terdiam memikirkan apakah aku menerima ajakan Rian atau tidak, Rian ngomong lagi, "Mau ya, Jel? Ntar gue traktir deh. Lo mau apa aja gue yang bayarin. Plis!! Ya... Ya... Ya..?"

Setelah mempertimbangkan, akhirnya aku menyetujui, "Yaudah, kapan?"

"Besok deh pulang sekolah, ya? Langsung aja, gak usah pulang dulu." Besok, ya? Padahal rencananya besok aku mau nyantuy-nyantuy asoy degeboy indehoy di rumah. Cuma santai saja sudah aku bikin rangkaian acaranya. Sudah aku tulis bahkan di jadwal harian. Tapi... Ya sudahlah, bantu teman.

"Mmm... Iya deh." Itung-itung pahala bantu orang.

"Makasih, cinta. Tunggu ayang beb mu ini besok, ya. Inget jangan pulang duluan!" Yak elah ni anak, muntah boleh gak? Jijay banget gue dengarnya. Tapi lain di mulut lain di hati. Hatiku seolah memberikan sinyal ke otak, lalu memerintahkan kepada bibir untuk mengangkat masing-masing sudutnya. Gak berubah, masih sama kayak dulu. Elah, kenapa aku mesem-mesem gini, sih. Tambah susah move on kan jadinya.

Bukan Halu [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang