Episode 9

295 23 0
                                    

Aku menghampiri perlahan, ternyata Mas Gagah yang terkapar setengah sadar sambil sedikit menggulingkan badannya dilantai. Aku bingung harus bagaimana karena aku tidak akan kuat jika harus menggendong badan Mas Gagah, badan Mas Gagah dua kali lipat dari badanku yang imut-imut ini.

Aku menggoyangkan badan Mas Gagah agar Mas Gagah mau terbangun dan berjalan sendiri ke kamarnya. Aku padahal sudah tidak tahan dengan bau menyengat di ruangan dan badan Mas Gagah, apakah ini bau minuman keras, aku tidak pernah sekalipun mencium bau minuman keras sebelumnya tapi bau ini sangat menyengat dan prediksiku ini memang minuman keras.

“ Tega sekali kamu Van, kamu memutuskan hubungan ini, padahal aku sudah menunggumu sekian lama, kamu dengan mudahnya memutuskan hubungan ini demi cita-citamu itu, apa salahku Van.” Mas Gagah mulai meracau tidak karuan.

“Apakah kurangnya aku Van, tapi ini balasanmu, ini balasan kesetiaanku Van?” Mas Gagah tiba-tiba menangis sambil guling-guling dilantai, aku merasa kasihan melihat seorang laki-laki menangis, bukankah biasanya laki-laki pantang menangis, jika sudah sampai menangis berarti itu hal yang paling menyakitkan untuknya atau yang paling membahagiakan baginya.

Aku langsung menarik lengan Mas Gagah dengan sekuat tenagaku, untung saja Mas Gagah terbangun dengan sendirinya walaupun masih saja terus meracau, kadang terdengar jelas, kadang meracau tidak jelas, aku hanya fokus agar Mas Gagah segera sampai kamarnya.

Aku akhirnya memapahnya, ini pertama kalinya aku berada sangat dekat dengan laki-laki, aku niatkan ini hanya menolong, Mas Gagah tidak menyentuh kulitku karena aku masih menggunakan mukenah, aku juga berusaha memegangnya dengan beralaskan kain mukenahku.

Aku masuk ke dalam kamar Mas Gagah, aku begitu takjup dengan kemewahan kamar Mas Gagah, aku segera merebahkan  Mas Gagah di atas ranjangnya, selesai sudah tugasku, pikirku.  Aku berniat segera keluar dari kamar Mas Gagah tapi mukenahku ditarik Mas Gagah.

“ Jangan pergi, jangan pergi!” Mas Gagah meracau sambil memejamkan matanya namun tangannya masih memegangi mukenahku, aku akhirnya terduduk di kapet lantai dekat ranjang Mas Gagah, aku mengaji beberapa ayat Al-Qur’an yang aku hafal. Ketika Mas Gagah mulai terlelap dan mulai melepaskan genggaman ujung mukenahku aku langsung menarik mukenahku lalu pergi dari kamar Mas Gagah menuju kamarku.

Aku kembali mengaji di kamar sambil menunggu waktu subuh tiba. Setelah mengaji cukup lama, terdengar adzan berkumandang, selesainya adzan aku melaksanakan sholat sunah fajar.

Saat aku belajar di pesantren ada sebuah hadist yang di riwayatkan oleh Sayyidah Aisyah, “ Dua rokaat sholat fajar lebih baik dari dunia dan seisinya.”

Rosulullah sangat mencintai ibadah sholat sunah fajar ini. Manusia lebih bangga dengan rumah yang dia tinggali, mobil yang dia kendarai, dibandingkan dengan bangun sebelum sholat subuh dan beristigfar kepada Allah, padahal itu lebih mulia dari dunia dan seisinya.

Setelah melaksanakan sholat sunah fajar di lanjutkan dengan sholat subuh. Lalu aku merapikan kamarku dan bergegas ke dapur. Di dapur ternyata sudah ada Bi Asih yang sedang memasak, baunya sangat menusuk hidungku, membuat perutku seketika langsung keroncongan, tapi aku teringat tugasku yang harus menyiapkan segala keperluan Mas Gagah.

Aku sedikit bercerita pada Bi Asih jika semalam Mas Gagah sudah pulang dalam keadaan mabuk dan meracau tak jelas tentang putus cinta, Bi Asih akhinya bercerita sedikit tentang Mas Gagah jika Mas Gagah adalah tipe laki-laki setia hanya saja pacar Mas Gagah kurang menghargai Mas Gagah mungkin karena merasa Mas Gagah sangat mencintainya jadi pacarnya seenaknya sendiri.

Aku yang mendengarnya sedikit merasa iba. Bi Asih juga memberitahuku jika Mas Gagah tegas hanya dalam pekerjaan namun diluar itu Mas Gagah sangatlah ramah dan baik hati seperti laki-laki biasa diluaran sana.



Kekasih HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang