Assalamualaikum Readers semua, semoga dalam keadaan sehat yah.
Selamat membaca, jangan lupa like, komen dan Vote.☘️☘️ Tenggelam ☘️☘️
Sesampainya di rumah Mas Gagah, aku segera keluar dari mobil disusul Mas Gagah yang berjalan di belakangku. Aku menuju kamarku karena ingin mengemas beberapa baju terlebih dahulu. Setelah aku mengemas bajuku, aku menuju kamar Mas Gagah untuk mengemas bajunya karena Mas Gagah akan menginap beberapa hari di rumahku.
Mas Gagah mencari Bi Asih dan Mang Sobar, Mas Gagah mengajak Bi Asih dan juga suaminya untuk menemaniku pulang kampung karena kampungku cukup jauh, Mas Gagah mengajak Mang Sobar agar bisa bergantian menyetir mobil. Bi Asih yang sudah mendapat perintah dari Mas Gagah segera mengemasi bajunya beserta baju suaminya juga.
Kami berangkat setelah Magrib, aku sangat gelisah, tak hentinya aku berdzikir untuk menenangkan hatiku yang sedang gundah. Di pesantren banyak sekali ilmu yang aku dapat, salah satunya mengobati hati yang sedang gundah dengan cara berdzikir, terus mengingat Allah SWT dan jangan lupa juga selalu berprasangka baik pada Allah SWT.
Mobil berhenti di Rest area saat sholat isya dan Alhamdulillah kami sudah sampai kampung halamanku subuh tadi pagi, jadi kami bisa melaksakanan sholat subuh di rumah. Semarang kampung halaman tercinta yang dijuluki kota lumpia.
Aku melihat sekeliling rumahku masih terlihat sepi. Aku lalu menghubungi Kinar jika aku sekarang sudah sampai rumah bersama Mas Gagah, Bi Asih dan Mang Sobar. Aku lalu ke dapur membuatkan kopi untuk Mang Sobar dan Mas Gagah juga the manis hangat untukku dan Bi Asih.
Aku menyuguhkan kopi dan teh manisnya di teras depan. Mas Gagah dan Mang Sobar mengucapkan terimakasih. Aku masuk lagi ke dalam, aku ke kamar Ibu, di salam kamar Ibu ternyata banyak sekali pakaian Ibu yang belum di cuci, mungkin sebelum Ibu masuk rumah sakit, Ibu sudah menahan sakit berhari-hari sampai tidak mencuci baju. Aku ambil juga sprei dan sarung bantal, aku masukan ke dalam keranjang baju kotor juga.
Aku melangkah kedepan menenteng keranjang yang berisi baju kotor. Aku ingin berpamitan mencuci ke sungai pada Bi Asih, Mang Sobar juga Mas Gagah.
“Bi, Mang, Mas, aku tinggal sebentar yah, mau mencuci baju di sungai nih.” Aku memperlihatkan keranjang yang berisi baju kotor.
“Masih pagi sekali Nay, nanti siang saja, kalau ada tukang laundry, di laundry saja,” ujar Mas Gagah.
“Justru karena masih pagi, air sungai masih bening dan bersih Mas,” jawabku.
“Tapi kan kamu baru saja sampai dari perjalanan jauh, pasti lelah.” Mas Gagah masih bersikeras mencegahku.
“Tidak apa-apa, kan semalam juga aku hanya tidur di mobil Mas.” Aku pun tidak kalah bersikeras untuk tetap mencuci.
“Ya sudah Mas antar yah, Mas bantu bawakan.”
Bi Asih dan Mang sobar melihat ke arah Mas Gagah. “Itu lewat sawah Mas, nanti yang ada Mas Gagah jatuh,” ledek Bi Asih.
“Ayo Nay, aku pasti bisa.” Mas Gagah memaksa ikut, akhirnya aku mengizinkannya.
Aku dan Mas Gagah mulai berjalan menuju sungai, Mas Gagah tampak ragu saat akan melewati jalan setapak pembatas sawah. Aku memberi semangat pada Mas Gagah agar Mas Gagah mampu melewatinya. Mas Gagah melangkah dengan perlahan. Menurut Mas Gagah ini pengalaman pertamanya berjalan di jalan seperti ini, tapi Mas Gagah tidak menyesalinya karena Mas Gagah bisa melihat pemandangan alam yang begitu indah dan alami yang tidak pernah ia lihat di Jakarta.
Sudah ada beberapa petani yang mulai menyangkul di sawah, ada juga ibu-ibu yang sedang sibuk menanam padi sepagi ini. Aku berhenti sejenak lalu menatap Mas Gagah.
“ Jangan sampai kita menyia-nyiakan sebutir nasi, lihatlah perjuangan mereka.” Aku menatap sawah yang terbentang begitu luasnya.
“Iya kamu benar Nay.” Mas Gagah juga ikut menatap pemandangan disekeliling sawah.
Aku dan Mas Gagah akhirnya sampai juga di sungai. Permukaan sungai masih diselimuti kabut tipis. Terdengar suara riuh katak yang saking bersautan dan kicauan burung begitu memekik telinga. Gemercik sungai terdengar mengalun lembut.
Aku meletakan keranjang cucian di atas batu besar dengan permukaan pipih di tepi sungai. Di sini tempatku mencuci pakaian, aku dan Mas Gagah membasuh telapak kaki yang kotor penuh lumpur sawah, lalu tangan dan wajah. Air sungai terasa sedingin es.
Aku melihat Mas Gagah begitu senang ketika meraupkan air sungai kewajahnya. Mas Gagah juga sangat senang melihat pemandangan asri di kampungku yang masih terasa alami, sangat berbeda sekali dengan kota Jakarta.
Aku mulai duduk dan mencuci pakaian, sedangkan Mas Gagah duduk di batu besar sambil bermain air, persis seperti anak kecil yang sangat senang bermain air.
Setelah mencuci aku langsung membilasnya, pagi ini arus sungai lumayan deras, aku mulai merasakan lelah, mungkin saja karena perjalanan semalam. Aku menyesal tidak menghiraukan ucapan Mas Gagah. Aku yang sedang membilas baju Ibu tiba-tiba tanganku melemah, baju itu hanyut terbawa arus yang lumayan deras. Mas Gagah yang melihat langsung berteriak.“Nay, bajumu, bajumu hanyut!”
Aku langsung menoleh kearah sungai, ah baju kesayangan Ibu yang pernah Almarhum Bapak hadiahkan pada Ibu.Tanpa piker panjang aku langsung menceburkan diri, berusaha mengejar baju yang belum hanyut terlalu jauh. Apalah daya aku tidak bisa berenang, hanya modal nekat karena baju itu adalah baju kesayangan Ibu. Seakan baru sadar bahwa sekarang aku hanyut, aku mulai gelagepan,
“Tolong …! Aku berusaha berteriak, sementara tanganku menggapai-gapai keluar dari air. Beberapa teguk air sudah masuk begitu saja melalui mulutku.
Mas Gagah masih terdiam karena Mas Gagah mengira aku bisa berenang, Mas Gagah mengerutkan dahinya melihat tingkah konyolku.“Mas … tolong!“ Aku memohon agar Mas Gagah menolongku.
Aku merasa tubuhku mulai melemah. Jantungku terasa sesak karena susah bernafas, pandanganku mulai meremang.Apa aku akan mati, aku masih berusaha menggerakkan tangan dan kaki sekuat tenaga. Aku tidak mau mati sekarang, aku harus berjuang demi Ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Halal
RomanceInayah gadis desa yang memiliki paras cantik dan sederhana. ia baru lulus dari Sekolah Menengah Kejuruan, Inayah juga lulusan pesantren. Ia harus menggantikan Ibunya bekerja sebagai Asisten Rumah tangga di Jakarta. Inayah merantau ke Jakarta dengan...