Episode 12

298 23 0
                                    

Make Over di Salon

Tak terasa sudah tiga bulan aku bekerja menjadi asisten rumah tangga di rumah ini. Entahlah aku merasa nyaman, walaupun kadang Mas Gagah memarahiku jika tiba-tiba menu makanannya kurang sesuai atau mungkin baju yang ku siapkan juga kurang sesuai, atau mungkin di kantornya sedang banyak masalah dan membawanya ke rumah.

Sikap Mas Gagah kadang susah ditebak, tiba-tiba marah lalu langsung baik kembali, tapi aku sudah terbiasa dengan amarah dan kebaikannya karena tinggal di pesantren juga dulu sangat digembleng masalah kedisiplinan jadi sudah terbiasa jika menghadapi amarah.

Hari Minggu ini sepertinya Mas Gagah libur bekerja. Tapi walaupun libur, Mas Gagah tetap bangun pagi dan jadwal sarapan seperti biasa. Seperti biasa juga aku menemaninya makan, sekarang aku sudah terbiasa tidak ada kecanggungan lagi.

Sebelum makan Mas Gagah memberikanku sebuah paper bag, aku langsung melihatnya, ternyata sebuah ponsel yang masih terbungkus rapi.

“Itu bonus untukmu Nay, kamu sudah bekerja dengan baik selama tiga bulan ini, supaya mudah juga jika kamu ingin menelfon ke kampung, nanti Bi Asih akan mengajarimu."Wajahku langsung berseri-seri, aku sangat senang bisa memiliki ponsel, selama ini gajiku selalu aku kirimkan ke kampung, aku takut jika Ibuku kekurangan uang, aku bahkan tidak memikirkan untuk membeli ponsel apalagi baju-baju bermodel.

“Terimakasih banyak Mas.” Aku menatap Mas Gagah sambil tersenyum, Mas gagah menjawabnya dengan sebuah anggukan.

“Nanti Mas akan mengajakmu kesalon, nanti malam ada pesta pernikahan kolega Mas,” ucap Mas Gagah dengan ekpresi datar.

“Aku Mas?” telunjukku menunjuk pada diriku sendiri.

“ Iya Nay, Masa Bi Asih.”

“Tapi Mas, aku tidak pernah mengikuti pesta-pesta seperti itu.”

“Sudah, ikut saja, menambah pengalaman.” Dengan entengnya Mas Gagah bilang untuk pengalaman.

“Kenapa tidak sendirian saja sih Mas?” aku terus mencoba berkelit agar Mas Gagah mengurungkan niatnya.

“Teman Mas hampir semua sudah menikah, Mas tidak mau menjadi nyamuk disana, apalagi bahan pertanyaan kapan nikah, mana pacarnya.”

“Mas kenapa tidak menikah saja kalau begitu.” Akhirnya aku memberanikan diri untuk menanyakan satu pertanyaan yang selama ini membuatku sangat penasaran. Mas Gagah langsung meliriku.

“Tidak ada yang mau menikah dengan Mas.”
Aku terbatuk, aku melongo, tidak mungkin tidak ada yang mau menikah dengan Mas Gagah. Mas Gagah tampan, mapan, apa di kota mencari jodoh begitu susah, dikampung saja banyak laki-laki yang umurnya dibawah Mas Gagah kebanyakan sudah menikah.

“Kenapa melongo seperti itu? Tidak percaya? kehidupanku tidak seindah yang kamu lihat Inayah.” Mas Gagah memasang wajah sendu.

“ Mas di kampungku banyak perawan, kalau Mas mencari di sana pasti akan banyak sekali yang mau dengan Mas,” ledekku agar Mas Gagah tidak sedih lagi, dan benar saja Mas Gagah langsung tertawa terbahak-bahak.

“ Dasar bocah, mencintai seseorang itu sangat sulit Nay, bukankah seperti itu?”

“Aku tidak tahu,” jawabku singkat.

“ Memangnya kamu belum pernah jatuh cinta?”
Aku menggeleng, “nanti cintaku hanya untuk suamiku saja Mas.”

“Wah, beruntung sekali nanti yang akan menjadi suamimu”

Aku hanya menjawabnya dengan senyuman, Mas Gagah lalu memintaku membuatkan jus lalu menyuruhku mengantarnya ke ruang gym yang ada di taman belakang. Aku segera merapikan meja makan seperti biasa.

Aku kedapur lalu membuatkan jus yang dipesan Mas Gagah, selesai membuatnya aku langsung ke tempat gym.

Aku terkejut melihat Mas Gagah yang hanya menggunakan celana pendek saja, tak sengaja aku melihat tubuh Mas Gagah yang begitu atletis, mataku oh mataku ternodai dengan pemandangan indah itu. Aku langsung membalikkan badanku, Mas Gagah yang melihatku langsung menghampiriku.

“ Kenapa balik lagi.”

“Mas pakai bajumu dulu.” Aku semakin gemeteran karena ini kali pertama aku melihat laki-laki bertelanjang dada. Mas Gagah malah menertawakanku, aku menjadi sebal padanya.

“ Dasar bocah, apa kamu belum pernah melihat laki-laki tidak memakai baju?”
Aku jawab dengan gelengan, Mas Gagah mengambil kaos yang ia letakan di atas meja, setelah itu menghampiriku dan mengambil jus yang ada di nampan.

“Mukamu sampai memerah.” Sekali lagi tawanya meledak. Aku langsung memegangi wajahku lalu berlari meninggalkan Mas Gagah.

Sampai dapur aku mengatur nafasku yang tersengal, aku mengambil segelas air, kemudian duduk dan langsung meneguknya. Aku sangat sebal saat Mas Gagah menyebutku dengan kata bocah, menurutku bocah itu ya anak usia lima hingga sepuluh tahun, sedangkan aku sudah delapan belas tahun.

Aku lalu menghampiri Bi Asih meminta tolong untuk mengajariku cara menggunakan ponsel, selain membelikanku ponsel ternyata di dalam paper bag juga sudah ada kartu perdananya.

Bi Asih mengajariku dengan telaten, aku juga sambil  membaca petunjuk cara penggunaannya. Menurutku tidak sulit belajar menggunakan ponsel. Hal pertama saat nomorku aktif adalah aku menelfon Kinar dan memberitahu nomor baruku, Kinar mencatat dan memberitahuku agar aku mendownload aplikasi whatsapp agar aku bisa melihat wajah Ibuku ketika menelfon nanti. Aku pun meminta bantuan Bi Asih, sekali lagi Bi Asih yang baik hati mengajariku.

Kekasih HalalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang