Janjiku Dulu

472 53 16
                                    




Untukmu, Mahesa, lelaki biasa yang  kucinta dengan sederhana.

Kisah ini tentang kamu,  si tokoh utama, kendati aku yang banyak ambil bagian



•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Dulu, ketika aku memantapkan hati untuk melupakan semua tentang kita.

Aku berjanji kala itu, bahwa aku tidak akan menuliskan lagi sesuatu tentangmu. Tentang kita. Melupakan tiap hal yang pernah kita lewati bersama. Setiap detik, setiap tempat, setiap sudut kota, dan setiap waktu.

Dulu, ketika aku memantapkan hati untuk melupakan semua tentang kita.

Ada saat di mana aku merasa bahwa, semua yang ku lakukan sia-sia. Karena pada nyatanya, kehadiranmu tampak betah sekali memenuhi kepalaku. Seolah memintaku untuk tidak dulu melupakanmu. Nanti saja, besok saja, lusa saja, yang pada akhirnya sosokmu tidak kunjung terlupakan dalam ingatan.

Dulu, ketika aku memantapkan hati untuk melupakan semua tentang kita.

Aku sadar. Bahwa adakalanya rindu itu hadir. Membawa banyak kenangan yang berputar di kepala layaknya film yang ku tonton kala senggang. Tentang setiap sudut kota yang kita lewati, tentang pembicaraan tengah malam yang kita lalui, tentang cerita-ceritamu yang aku dengarkan dan pahami.

Lucu mengingat hanya akulah orang yang merindu di sini. Kamu bahkan tidak pusing-pusing mengingat setiap hal tentang kita. Seolah, setiap detik yang kamu lalui bersamaku itu hanyalah sebuah saat-saat biasa yang tidak masuk ke dalam daftar penting dalam hidupmu.

Jika sudah seperti ini, aku bisa apa?

Meneleponmu? Tidak mungkin, aku tidak seberani itu. Bertemu denganmu? Apalagi. Pada akhirnya, aku menarik ponsel yang terletak di atas nakas. Memasang earphone dan mulai membuka playlist tentangmu yang ku buat khusus.

Setiap lagu memiliki ceritanya sendiri.

Maka yang ku lakukan hanyalah mendengarkan, terbawa suasana dan sedikit emosional ketika mengingat sesuatu di balik irama dan ritme yang ku dengar. Tidak lupa membuka galeri. Melihat satu-satunya foto milik kita. Tersenyum senang dan tertawa kecil. Mengingat bahwa saat itu aku belum memiliki perasaan apapun padamu. Saat itu, kamu hanyalah salah satu dari banyaknya orang yang ada di sekitarku. Menjalin hubungan normal denganmu untuk ukuran orang yang pada saat itu belum mengenal lama.

Teman.

Maafkan aku, yang pada akhirnya mulai memandangmu dengan persepsi yang berbeda. Hingga melibatkan perasaan ini ke dalam lingkaran pertemanan kita.

Dulu, ketika aku memantapkan hati untuk melupakan semua tentang kita.

Saat itu aku berjanji, bahwa aku tidak akan menuliskan kisah tentangmu lagi. Bahwa aku akan menerima keadaan dan melepasmu dengan baik. Namun, salahkah jika aku melabuhkan kerinduan ini melalui untaian kata yang pada akhirnya kembali membentuk sebuah cerita?

Maaf, aku melanggar ucapanku sendiri.

Bukan apa-apa. Ada kalanya, aku sendiri tidak bisa menahan kerinduan yang menggebu. Merasa sedih karena hanya akulah satu-satunya yang merindu. Satu-satunya yang merasa patah hati. Dan satu-satunya yang merasa kehilangan.

Menulis bagiku adalah salah satu cara untuk bisa menyembuhkan diri. Membuatku tetap waras dan tidak melukai diri sendiri. Kendati setiap kata yang ku tulis, terselip kerinduan dan kenangan yang tentunya mustahil untuk terulang kembali. Tidak apa-apa, aku masih menyanyangi diri. Maka hadirlah kisah ini untuk menjadi pelipur hati.

Aku janji, ini adalah untuk yang terakhir kali.[]

Malam & Mahesa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang