Perihal Manusia dan Rahasia

52 16 3
                                    

Di dunia ini, ada beberapa hal yang nampaknya lebih baik di simpan dalam hati dan hanya di tahu oleh diri sendiri.

•••••

           Aruna tidak pernah tahu bagaimana jalan pikiran Mahesa. Atau barangkali, kenapa dia bisa menjadi babak belur seperti itu. Siapa pelakunya? Apa yang terjadi? Dimana kejadiannya? Bagaimana bisa ia mendapatkan luka-luka tersebut? Satu per satu pertanyaan yang terus berdatangan, saling berkelidan dalam kepala dan seolah tidak menemukan titik terang. Mahesa masih abu-abu, tanpa kejelasan dan tanpa kepastian. Sedang Aruna masih tahu diri bahwa dia tidak punya hak untuk tahu lebih lanjut terkait apa yang ingin diketahuinya.

"Ah! Pelan-pelan, Ru." Mahesa meringis manakala Aruna tak sengaja menekan lukanya.

"Iya, maaf-maaf," ucap gadis itu. Ia pun juga meringis tak kalah hebat, bahkan sudah bisa dipastikan dahinya yang mengerut dengan dua alis menukik. Wajah-wajah khawatir khas milik Aruna Lilian yang sekali ini dilihat oleh Mahesa.

Pemuda tersebut tersenyum tipis. Menarik sedikit sudut bibirnya, mendadak dalam benak kembali mengingat bagaimana wajah khawatir sama yang juga diperlihatkan oleh Aruna pada malam terakhir mereka bertemu.

"Nggak ketemu aku tiga hari. Nggak kangen kamu, Aruna?"

Aruna melirik sedikit. Memutus pandang setelah berhasil menempelkan plester pada tulang pipi Mahesa, untuk melihat sedikit pemuda tersebut sebelum kembali memokuskan diri pada luka-luka yang lain.

"Kenapa? Kalau ngilang cuma karena pengin dikangenin, mending nggak usah ngilang," sahut Aruna, tangannya dengan telaten kembali mengolesi minyak pada luka goresan di buku-buku jari Mahesa.

"Kenapa?"

"Nyusahin aku," jawab Aruna lekas, "orang-orang pada ngomongin kamu. Nanyain kamu ke aku. Pada akhirnya gara-gara nggak ada kepastian, gosip baru nyebar. Nggak capek kamu diomongin?"

"Kamu sendiri gimana?"

Aruna kembali mengernyit bingung mendengar pertanyaan yang tiba-tiba saja melenceng dari pembicaraan mereka. Gadis itu menatap sejenak Mahesa untuk melimpakan tanya, "Gimana apanya?"

"Kamu," ucap Mahesa sekali lagi, "kamu gimana nanggapin semua gosip itu?"

"Aku?" Aruna menunjuk dirinya sendiri, sebelum akhirnya memilih mengedikkan bahu, "memangnya aku harus gimana?"

"Maksudku, kamu percaya apa nggak sama gosip-gosip itu?" tegas Mahesa sekali lagi.

Aruna menutup botol minyak dan memasukkan seluruh barang-barang pembelian Mahesa ke dalam plastik semua. Gadis itu menghela sejenak sebelum menggeleng pelan, "Sesekali aku goyah. Terus terang saja. Saat itu orang-orang kasih beberapa bukti yang seolah kasih liat pendapat mereka tentang kamu itu bener."

"Dan kamu percaya?" Mahesa sekali lagi bertanya manakala Aruna menjeda cukup lama.

Aruna memutus pandang. Memilih menatap lalu lalang orang-orang di sekitar mereka sebelum akhirnya dua gelengan itu menjadi jawaban atas pertanyaan Mahesa, "Aku masih percaya, kalau kamu punya beberapa hal untuk dijelasin atas semua hal yang udah terjadi."

Di detik selanjutnya, Aruna bisa melihat kala Mahesa menarik dua sudut bibirnya sempurna. Menciptakan seulas senyum kendati dua mata sendu yang nampak sangat tidak cocok dengan lengkungan bibirnya.

"Kalau gitu aku nggak apa-apa," ucap Mahesa.

"Nggak apa-apa gimana?" tanya Aruna bingung.

Mahesa mencondongkan badannya. Dua sikunya bertumpu di sisi meja dengan jemari yang saling bertautan, ia berkata, "Selagi bukan kamu orang yang percaya gosip murahan itu. Selagi kamu masih percaya sama aku. Aku nggak apa-apa."

Malam & Mahesa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang