Kemarahan Aruna

41 17 0
                                    

Halo Mahesa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo Mahesa.

Ini masih dengan aku, Aruna Lilian, yang kembali nulis cerita tentang kamu di lembar menuju akhir ini. Ah, bisa tidak aku bilang kalau ini benar-benar lembar terakhir? Kayaknya masih belum ya. Aku yakin kamu juga akan bilang begitu. Mengingat bahwa tentu saja kisah kita masihlah panjang dan tentu saja ada banyak hal yang ingin kuberitahukan pada pembacaku tentangmu.

Mahesa, kini kamu apa kabar? Aku beberapa kali lihat kamu sering keluar dengan teman-teman kelas kita. Kamu tampaknya sudah baik-baik saja. Setidaknya, di hadapanku kamu sudah terlihat baik. Entah apa yang terjadi di balik itu sungguh aku tidak mau tahu. Bukan aku tidak peduli, tapi aku takut aku akan kembali memerhatikanmu dengan baik seperti dulu. Aku takut bahwa kelak, aku akan terus memberimu banyak perhatian seperti dulu. Dan pada akhirnya, rencana 'pindah hati ala Aruna' tentu saja akan gagal total.

Mahesa, Mahesa, Mahesa.

Bahkan sampai buku ini selesai dibuat. Sampai sebuah kata 'tamat' kelak aku tuliskan yang mana itu berarti, kisah kita sudah benar-benar berakhir. Maka sampai sana pula, izinkan aku membiarkan perasaan ini luruh begitu saja tanpa ada sesuatu hal yang menghambatnya. Izinkan aku merasa sedang sekaligus miris di saat yang sama setiap mengenang setiap kenangan kita yang dulu pernah kita ukir bersama. Izinkan aku merasakan kesedihan sampai aku benar-benar bosan dengan perasaan itu.

Maka setelah itu, aku janji aku akan benar-benar melepaskanmu, Sa.

***

Malam agaknya selalu menjadi waktu di mana Aruna menangkap presensi Mahesa Renaldy. Entah karena lelaki itu yang memang gemar keluar malam-malam, kosan mereka yang berdekatan, atau justru atas dasar kebetulan semata. Kendati agaknya malam ini keduanya kembali dipertemukan sekalipun dalam kondisi yang bisa dikatakan tidak baik.

Satu bungkus nasi yang sejak tadi digenggaman Aruna pun kini sudah berpindah tempat. Gadis itu lekas menaruh plastik berisi nasi bungkusnya di gantungan depan motor manakala melihat sesosok yang tak asing tengah berjalan terseok dengan tangan yang kini berada di dadanya. Aruna bahkan bisa melihat dengan jelas wajah pemuda itu yang meringis kesakitan.

"Mahesa!"

Aruna berdecak. Berlari kecil guna menghampiri Mahesa yang lagi-lagi menatapnya heran, "Sekarang kenapa lagi? Bisa nggak sih kalau muncul di depanku itu keadaanmu baik-baik saja?

Mahesa, untuk yang kesekian kalinya, tetap saja tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya lantaran kembali ditemukan oleh Aruna. Entah bernasib sial atau justru beruntung lantaran ada yang menolongnya saat ini. Namun manakala melihat ekspresi Aruna yang tengah terkejut setengah mati dengan kekhawatrian yang tercetak di sana, sekonyong-konyong Mahesa yang justru menampilkan kekehannya.

"Mukamu jangan gitu, Ru. Nanti cepat tua kalau alismu nyatu gitu."

"Nggak lucu," Aruna berucap kesal. Lekas menarik tangan Mahesa untuk digiringnya menuju motor, "aku nggak suka kalau lagi serius gini kamunya malah bercanda. Sudah berapa kali? Pertama di minimarket, kedua di kampus, sekarang? Kamu kalau memang nggak bisa kelahi, nggak usah sok jagoan begini."

Malam & Mahesa ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang