Tidak lama, Baskara datang bersama dengan kakak-ku, Toha.
“Ras jangan keluar rumah dulu” kalimat yang selalu kakak-ku ucapkan kepadaku hampir setiap hari, setiap ia pulang dari kegiatan kesehariannya lalu bertemu denganku di ruang tengah.
“Situasi kembali genting kang?” tanyaku kepadanya
“Engga terlalu, tapi beberapa tahanan Belanda kabur dan sedang mencoba untuk mengacau” jawab kakak dengan muka serius tapi santai seperti biasa.
“Kapan negeri ini akan benar – benar merdeka?!” Asli, saat itu aku marah, sangat marah terhadap takdirku yang mengharuskanku hidup di era genting seperti ini, marah dengan keadaan yang selalu menekan ini, marah, sangat marah karena aku hanya bisa diam dirumah tanpa bisa berbuat apa - apa!
“Berdoa lah!” jawab kakak
“Sudah! Beribu kali!” jawabku sambil menyerka air mata
“Jangan seperti orang yang tidak mempunyai kepercayaan! Istigfar kamu ras!” ia membentakku dan hal ini jarang terjadi.
Aku lari, pergi dari tempat itu, ruang tengah dan kang Toha sedang tidak menyenangkan, hidupku melelahkan!
''
Aku termenung dalam ruang sunyi, meratapi keadaan, keluarpun aku tak bisa, merubahpun aku tak akan pernah mampu, segala doa kupanjatkan tanpa usaha hebat yang seharusnya aku lakukan.
Ayolah! Hidupku bukan hanya diam dirumah mendengarkan segala bentuk rencana tanpa adanya pergerakan, hidupku bukan hanya sebagai remaja perempuan yang hanya bisa berjalan 5 langkah dari rumahnya.
Aku yakin, hidupku ditakdirkan lebih dari ini semua, garakan gerilya akan aku lakukan demi mewujudkan kemerdekaan!
-Larasati’45
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA DALAM KARSA
Short Storytugas mengarang cerita bahasa indonesia waktu taun maren, dari pada dianggurin jadi di aplot disini. . . . *CMIIW*