5 September 1945 hujan sudah membasahi bumi pasundan bahkan semenjak aku terlelap dalam larutnya malam sampai aku tebangun didinginnya udara pagi hari, hujan kali ini mungkin tidak berhenti, tapi yang jelas saat ini rumahku sudah ramai sekali oleh rekan – rekan kakaku yang mengadakan rapat kecil di rumah.
“Bas, serius sepagi ini?” tanyaku ke baskara yang sedang berdiri di sebelah kursi kakakku, tapi dia tidak menjawab dan hanya tersenyum, ah aku ingat, jam 5 subuh ini sih nyawa dia belum kumpul.
Isi rapatnya membahas tentang sisa dari markas jepang yang masih tertinggal di Bandung.
“Masih ada titik kekuasaan jepang yang harus kita tumpas!” tegas Kang Toha
“Dari situ kita bisa Dapat senjata lagi!” kata kang Ramdan dengan semangat
“Tentu! Kita bisa menyusun rencana bergerilya dari bebagai arah seperti biasa, titik kumpul di markas senjata dekat dayeuh kolot pukul 10 malam!” dan banyak hal lainnya yang disampaikan kang Toha mengenai rencana penyergapan yang akan dilaksanakan malam ini.
“Semangatnya menggebu – gebu sekali ya ras” kata Teh Sulastri kepadaku, dia adalah pacar Kang Toha, anggota dari LASWI, perempuan perkasa yang memiliki keberanian demi merealisasikan kemerdekaan, ah pokonya dia panutan lah.
“Iya ya teh” jawabku
“Toha semangat, Ramdan semangat, Baskara?” tanya Teh lastri
“Sakit perut kayanya hahaha” aku ketawa dan juga Teh Lastri “Kebanyakan mangga muda”
Tapi kalau diperhatiin, emang beda dari biasanya, raut muka Baskara yang biasanya ber api – api, manusia yang punya semangat’45 itu sekarang berubah menjadi lesu seolah punya beban berat dalam hidupnya.
“Baskara, kamu mendengarkan?” tanya Kang Toha
“Siap mendengarkan” jawab Baskara
Ya! Udah pasti ada yang ga beres sama Baskara, ini bukan sakit perut biasa, dan bukan belum kumpul nyawa, ini masalah yang lebih serius! Tapi apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
RASA DALAM KARSA
Short Storytugas mengarang cerita bahasa indonesia waktu taun maren, dari pada dianggurin jadi di aplot disini. . . . *CMIIW*