_Namanya juga remaja, wajar kalau
banyak penasarannya_
*Muhammad Jaemin Aldilan*Libur semesteran hampir tiba, nilai IP yang menjadi momok menyeramkan bagi sebagian mahasiswa pun baru keluar. Mark, laki-laki berwajah tampan dengan senyum semanis madu, tersenyum senang ketika mengetahui nilai IP-nya naik sebesar 0.2. Tak apa hanya sedikit, Mark tetap bangga akan hal itu.
"Bang!" Kepalanya menoleh ke belakang kala ia mendengar namanya dipanggil. Terlihat seorang mahasiswa berpakaian casual lari menghampirinya.
"Oy," balas Mark. Ia kemudian saling adu tos dengan mahasiswa tersebut.
"Gimana IP?" mahasiswa itu bertanya, sambil merangkul Mark, mengajaknya kembali berjalan menuju kantin fakultas teknik. Kebetulan dia sengaja datang dari fakultas Biologi untuk bermain ke sini.
"Lumayan lah. Semester kemarin 3.1, sekarang 3.3," balas Mark. "Lo sendiri gimana, Jaem? Pasti empat, kan?"
Jaemin mengangguk, lalu menampilkan senyumnya dengan deretan gigi yang rapi. Anak biologi itu jelas mendapatkan IP yang sempurna, sudah selalu jadi langganan sejak semester satu. Itu sebabnya Jaemin tak pernah membayar biaya kuliah, karena mendapatkan beasiswa.
"Eh, itu Jeno!" ucap Jaemin, menunjuk seorang laki-laki yang sedang duduk di kantin sambil memainkan ponsel.
"Woy, Jen?" sapa Jaemin seraya mengajaknya beradu tos.
"Gimana IP?" Jeno bertanya.
Mark dan Jaemin hanya mengacungkan jempol, membuat pemuda bermata bulan sabit itu terkekeh.
"Renjun, mana?" tanya Mark.
"Bentar lagi sampai," balas Jeno, dan langsung mendapat anggukan dari Mark.
Mark adalah mahasiswa semester 6, jurusan Teknik Elektro. Dia terkenal sekali dikalangan anak organisasi dan gadis-gadis di kampus karena ketampanannya. Begitu juga dengan Jeno, laki-laki yang kini baru merampungkan semester 4 di jurusan Teknik Arsitektur tak kalah terkenal dikalangan para gadis karena ketampanan serta sikap ramahnya.
"Assalamualaikum ..."
Empat mahasiswa datang menghampiri mereka, lantas duduk tanpa permisi. Bukan karena sok akrab, tapi memang sudah kenal. Kebetulan mereka juga anggota Mapala yang sangat aktif mengikuti kegiatan-kegiatan.
"Waalaikumsalam ..." Jeno, Jaemin, dan Mark menjawab kompak.
"Gimana jadinya?" tanya Renjun, cowok berbadan kecil namun memiliki senyum semanis gula aren. Dia adalah mahasiswa jurusan Filsafat yang juga baru saja merampungkan semester 4-nya.
"Ini langsung to the point aja, nih?" tanya Mark.
Mereka berenam mengangguk.
"Oke, jadi gue udah dapet info dari kakak temen gue. Katanya, kalau mau ke pulau itu, kita cuma perlu nyeberang 20 menit pakai kapal ferry dari pelabuhan utama. Pulau itu lumayan luas dan ada beberapa jurang yang curam banget, jadi kita harus hati-hati, dan ada sebuah gunung mati, eh, bukan gunung sih, mungkin bukit lebih tepatnya, soalnya nggak tinggi. Tapi konon, puncak bukit itu merupakan pusat kerajaan ghaib di pulau itu. Nah tujuan kita mau mendaki ke gunung itu, atau cuma berpetualang di hutannya?" ucap Mark.
Mereka menyimak antusias, terutama Jisung dan Chenle yang masih termasuk mahasiswa baru, dan belum pernah mengikuti petualangan seperti ini.
Ya, mereka bertujuh hendak berpetualang ke sebuah pulau tak berpenghuni di sebelah selatan kota Yogyakarta. Konon, di pulau itu ada sebuah kerajaan gaib yang sudah ada sejak masa lampau.
Sebenarnya ini gila dan sangat berbahaya, mengingat tempat itu memang hampir tak pernah didatang manusia. Tapi bagi para pemuda yang menyukai tantangan serta hal mistis seperti mereka, hal itu justru akan jadi pengalaman tersendiri.
"Gue penginnya ndaki ke puncak bukit. Lagian tanggung banget nggak sih, kita udah ke sana tapi cuma jalan-jalan di hutan," ujar Jeno.
"Gue juga sependapat sama Jeno. Lagian paling cuma ndaki 2 jam juga bakal sampai," tambah Jaemin.
"Yang lain?" tanya Mark.
Renjun, Chenle, Jisung, dan Haechan mengangguk setuju. Mereka penasaran ada apa di atas bukit itu, benarkah ada kerajaan ghaib di sana, atau hanya tanah lapang.
"Itu kakak temen lo pernah ke sana, Bang?" tanya Haechan
"Pernah. Mereka berangkat berdelapan, dan pulangnya cuma berenam," sahut Matk dengan wajah serius.
"Yang dua ke mana?" Jeno ikut bertanya.
Mark menggeleng, wajahnya berubah sendu. "Yang satu hilang nggak tau ke mana, dan yang satu jatuh ke jurang."
Haechan yang sebenarnya tidak terlalu pemberani seketika menciut mendengar penuturan Mark.
"Jadi gimana? Mau tetap lanjut, atau berhenti?" Mark menatap keenam adik tingkatnya itu dengan tegas..
"Gue tetep lanjut," Jeno menjawab mantap. Dia memang laki-laki yang teguh pada pendirian dan konsisten terhadap ucapan. Sebesar apapun bahaya yang menghadang, jika Jeno menginginkannya, maka akan ia lakukan.
"Gue juga," Jaemin dan Renjun menjawab bersamaan.
"Gue kira-kira bisa pulang dari sana nggak, ya?" Haechan ragu-ragu. Ia takut jika dirinya tak bisa kembali ke rumah. Karena jika itu terjadi, kasihan ibunya jadi sendirian di rumah. Pasalnya Haechan adalah anak tunggal, dan hanya tinggal bersama ibunya.
"Positif thinking dong! Masa Haechan takut mati!" seru Renjun yang kalau bicara selalu asal ceplos. Heran, anak seperti dia bisa-bisanya menjadi mahasiswa filsafat yang selalu memiliki IP 4.0.
"Nggak gitu, kambing! Gue takut kalo gue nggak balik lagi, ntar emak gue nggak ada yang nemenin!" Haechan menoyor kepala Renjun.
"Udah ... ntar kalo lo mati, ibu lo gue jadiin ibu angkat gue, lumayan bisa nemenin gue di rumah," balas Chenle.
Sebenarnya orang tua Chenle masih lengkap, namun keduanya sibuk mengurus bisnis yang beragam itu hingga jarang sekali pulang. Alhasil Chenle hanya tinggal bersama asisten-asistennya di rumah super megah dan besar milik orang tuanya.
"Yeu ... enak banget lo kalo ngomong!" seru Haechan.
"Jadi gimana?" tanya Mark yang kembali memfokuskan mereka untuk membahas topik utama.
"Gue sih, yes," sahut Chenle.
"Gue juga deh," kata Jisung.
Tersisa Haechan yang belum mengambil keputusan. Agaknya ia merasa ragu-ragu. Padahal ketika membahas petualangan ini sebelumnya, Haechan merasa sangat antusias. Sebenarnya ia takut bernasib sama dengan kedua orang yang diceritakan oleh Mark. Namun ia juga penasaran dengan pulau itu, dan ingin berpetualang bersama keenam teman-temannya.
"Oke, gue tetep ikut," sahut Haechan. Ini keputusannya, dan apapun yang terjadi nanti, Haechan harus menghadapinya dengan besar hati. Masalah hidup atau mati, itu urusan yang di atas.
"Oke, kalau gitu, besok kita kumpul lagi ya? Kita bahas barang yang harus dibawa. Nanti gue juga ajak kakak temen gue," ucap Mark.
"Kumpul di caffe Neo aja ya? Biar deket rumah gue. Ntar gue tlaktir deh," ucap Chenle.
"Wah ... bos besar tau aja kalau kita suka yang gratisan," Haechan terkekeh senang.
Ini adalah awal petualangan mereka, petualangan yang penuh dengan konflik dan keganjilan. Suka dan duka bercampur menjadi satu. Banyak pula pelajaran yang bisa mereka ambil, tentang tanggung jawab, kebersamaan, dan kekeluargaan. Semuanya muncul begitu saja tanpa mereka rencanakan.
Dan inilah awalnya ... awal petaka bagi mereka.
______
Note :
Terimakasih buat yang sudah vote dan komen😊Banjarnegara, 13 November 2020
Nana_8803
KAMU SEDANG MEMBACA
Seven Dreamers [NCT DREAM]
Mystery / Thriller[TAMAT] Ini bukan cerita romansa uwu yang bikin kalian suka ngehalu. Kisah petualangan tujuh sahabat di pulau misterius yang tak dihuni oleh manusia. Konon, pulau ini merupakan pusat kerajaan ghaib yang sarat akan hal-hal mistis. Banyak hal mistis...