Hari Kedua

523 32 0
                                    

Sepertinya pagi ini bukan pagi yang baik, beberapa kali aku mendengar dentuman keras dari langit. Mungkin di luar sedang terjadi hujan deras dilengkapi dengan petir yang sejujurnya cukup membuatku terkejut.

Berada di kamar inap sendirian tanpa Nenek ataupun suster membuatku sedikit takut. Beberapa menit yang lalu suster Irma datang memberikanku obat dan menawariku roti. Setelah itu, aku sendirian lagi.

Kuputuskan untuk membaca buku, ya bukan buku biasa, buku dengan huruf braille.

Cekrek

Aku menghentikan aktivitasku saat mendengar kenop pintu kamar berbunyi. Apa itu hantu? Atau orang jahat yang siap mencelakaiku?

"Cucuk ku sedang asyik membaca rupanya,"

"Kakek!" Pekik ku riang.

Suara serak basah yang sudah familiar di telinga ku. Tentu saja itu Kakek ku! Akhirnya beliau datang juga. Aku bahkan sampai melempar buku ku ke sembarang tempat.

Dekapan hangat kurasakan, dengan sedikit aroma parfum ala bapak-bapak tua, dan sedikit tercium aroma pendingin mobil. Tangan besar Kakek mengusap rambutku dengan sayang. Pakaian berbahan kaku yang biasanya di pakai untuk kemeja mengenai permukaan wajahku. Kakek pasti baru pulang kerja.

"Dimana Nenek?" Tanyaku seraya melepaskan dekapan dari Kakek.

Terdengar dencitan kaki kursi yang bergesekan dengan lantai. Lalu terdengar pula helaan nafas lelah, yang ku yakin sekali milik Kakek ku.

"Nenek sedang membeli mengisi toples permen mu, ia bilang kalau tidak di isi kamu akan menolak makan sayur, benarkah itu?" Tepukkan kecil terasa di pipi kananku.

Aku mengerucutkan bibir. "Bukannya begitu, rasanya aneh, Kek!" Ujar ku manja.

Kakek terdengar tertawa, pasti Kakek tak habis pikir dengan kelakuanku yang sudah berumur 16 tapi masih bertingkah seperti anak unur 7 tahun. Tak lama kenop pintu terdengar lagi, ternyata itu Nenek. Setelah itu kami-pun melewati siang ini dengan bercerita. Sebelum akhirnya Kakek pamit pulang dan berjanji akan kembali lagi besok.

* * *

"Itu toples apa?" Tanya suster Irma yang menemaniku duduk di taman rumah sakit.

Aku tersenyum, lalu menggoyangkan toples kaca kesayangan ku sehingga menimbulkan suara yang lucu.

"Ini toples favorit ku! Isinya permen, kalau tidak ada ini, aku tidak bisa makan sayur!" Ujar ku ceria.

Tak ada balasan dari suster Irma, tapi aku merasakan usapan gemas di rambutku. Pasti itu kelakuan suster Irma.

"Suster, jangan mengacak-acak rambutku dong!" Pintaku sambil menggembungkan pipi.

Tawa keras terdengar di depanku, suara seorang perempuan yang biasa ku kenali suster Irma.

Tunggu!

Suster Irma 'kan ada di sampingku sedang mengacak-acak rambutku, kalau ia ada di depanku, berarti siapa yang ada di sampingku?

"Bara disini!" Bisikan menjengkelkan dari mulut seorang kurang ajar.

"Hei! Kurang ajar!" Aku menggerakkan tongkatku ke sembarang arah, berusaha membuat kenang-kenangan manis di wajah Bara.

"Hei! Hei! Hentikan nona tua yang galak! Hahaha! Kau bisa merusak wajah tampanku!"

Pede sekali makhluk Tuhan yang satu ini! Kurang ajar, tak sopan, kepedean, apa lagi?! Cukup aku mau kembali ke kamarku!

"Suster Irma! Aku mau kembali!" Pekikku kesal. Sialnya, tak ada balasan ataupun sahutan tadi suster Irma.

Kurasakan hangat tubuh seseorang di sampingku semakin mendekat. Jangan-jangan lelaki bodoh ini semakin menebas jarak diantara kami berdua.

"Maaf sekali, tapi suster Irma sudah ku suruh meninggalkan kita berdua saja," suaranya terdengar sangat kecil dengan sedikit nada kemenangan yang membuatku semakin ngeri.

Bagaimana ini? Aku ditinggal suster Irma bersama kecambah busuk ini. Sebenarnya siapa sih Bara Bara ini? Sampai-sampai suster Irma mau menuruti perintahnya.

"Kalau begitu aku akan pulang sendiri!"

Kuputuskan untuk kembali ke kamar sendiri, tak perduli itu akan menjadi sangat menakutkan nantinya.

"Hei! Itu berbahaya! Biarkan aku mengantarmu!"

Genggaman tangan seseorang bertelapak tangan besar terasa diantara jemariku. Makhluk ini keterlaluan sekali!

"Ada lebih dari 35 suster disini! Aku bisa mengurus diriku sendiri tanpa butuh bantuanmu tuan tak sopan!"

Ia tidak membalas ucapanku. Namun jemarinya masih terselip diantara jemariku. Dan aku-pun tak tinggal diam, ku hentakkam tanganku, lalu berjalan sendirian dengan tongkatku.

Syukurlah, mungkin ia sudah menyerah.

•••D-F•••

A/N

Hai! Nu update!
Berilah saran atas cerita ini terima kasih! ^^

Dark FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang