Sedikit-demi sedikit kurasakan wajahku semakin terkena cipratan air. Telingaku mendengar dengan jelas, melodi air yang mengalir melalui pipa, lalu turun ke tanah dan membuat suara air yang menenangkan.
Gemuruh terdengar memang, tapi tak begitu menakutkan. Beberapa kali terdengar gemericik dari sudut kanan, dimana suster Irma bilang, ada air mancur disana. Ku dengar pula teriakkan kecil para kaum hawa yang memanggil anaknya agar memakai payungnya dengan benar. Rambutku yang terselip di belakang telingan, terasa mengganggu sampai ke pipi, anginnya cukup kencang dan dingin.
Tenang.
Hujan hari ini, sangat membuatku tenang.
Setidaknya, aku bisa melupakan kejadian 20 menit yang lalu. Kejadian dimana aku tahu, bahwa aku ini memang menyusahkan.
"Ma, sudah saatnya kita menempatkan Dara di luar kota, ada sekolah dengan sistem boarding school yang bagus disana!"
Kirana, tanteku sekaligus adik dari Mama berkata terlalu kencang, sampai aku bisa mendengarnya dari kamar mandi.
"Pelankan suaramu! Dara tidak menyulitkanku! Dia cucuk yang baik, aku dan Papamu sudah bahagia bersamanya!" Nenek tetap membelaku.
"Mama kira dia sudah besar bagaimana?! Dia itu buta! Sejak 3 SD ia bersama Mama! Bagaimana bisa ia terus merepotkan Mama?! Kalau dia memang cucuk yang baik, tidak mungkin dia mengemudi dengan kecepatan diluar batas yang membuatnya buta di masa SMP!"
"Kalau kamu sudah selesai, pulanglah! Mama tidak ingin kamu membuat mental Dara menurun!"
Lalu, terdengarlah bunyi pintu yang tertutup dengan keras. Saat itulah aku keluar, dan kabur ke taman rumah sakit. Aku tak tahu,saat kabur itu apa ada Nenek atau Tante Kirana di kamar atau tidak.
Ku ulurkan tanganku, merasakan bulir bening yang jatuh ke telapak tanganku. Dingin. Tapi aku tetap menikmatinya.
Tak kuasa, air mataku turun, rasanya sakit sekali. Selama ini aku hanya menyulitkan rupanya. Bodoh! Tak seharusnya aku mengemudi terlalu kencang saat itu. Setidaknya, dengan mataku, aku bisa lebih berguna.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh! Dasar menyulitkan!" Isakku.
Dengan gemetar, aku melangkah maju tanpa tongkatku. Ya, maju. Biarkan aku mengguyur dosa-dosaku ini dengan air hujan.
"Hei!"
Seseorang menarik tanganku sebelum sempat kepalaku mendapatkan serbuan air hujan.
"Siapa kamu?! Lepaskan!" Pintaku dengan teriakkan.
"Dara! Di luar sana hujan! Apa kamu gila?!"
Oh, itu pasti Bara. Lelaki sok tahu itu.
"Peduli apa kamu?! Aku mau mengguyur dosaku! Pergilah!" Titahku.
"Oh? Kamu ingin hujan-hujanan rupanya? Lalu setelah itu kamu akan sakit, dan akan merepotkan banyak orang bukan? Maaf kalau aku kasar, tapi cobalah berpikir lagi sebelum bertindak!" Gemuruh yang cukup besar membuat suaranya terdengar sedikit.
Aku tak mau menjawabnya, percuma saja! Dia hanya pemuda sok tahu!
Aku tetap melangkahkan kakiku.
Satu.
Dua.
Tiga langkah.
Aneh.
Aku yakin aku sudah berada di luar, bahkan aku merasakan kakiku sedikit basah dan dingin terkena sesuatu seperti rumput yang sudah terkena air hujan. Tapi kenapa? Kenapa tubuhku tak basah juga?
Aku berkedip, menarik nafas, dan sedikit bingung.
"Bara," bisikku lirih saat menyadari apa yang terjadi.
Tak ada jawaban. Sepuluh detik, aku masih belum mendengar jawabannya. Jawab aku Bara!
"Kenapa?-kenapa kamu diam saja?!" Teriakku lagi.
"Apa? Kamu-kamu bicara apa?! Aku tak bisa dengar!"
Benar, itu Bara. Bara memayungiku! Suaranya bergetar dan-sedikit kesulitan-mungkin karna mulutnya terguyur hujan juga. Apa yang sebenarnya ia lakukan?
Perlahan aku berbalik, aku mencengkeram piyama rumah sakitku. Rasanya jantungku berdegup terlalu kencang, aku sepertinya ingin menangis sekencang-kencangnya sekarang.
"Kenapa kamu memayungiku bodoh?!"
Aku mendengar kekehannya. "Kamu tahu rupanya! Aku-aw!-aku hanya membantumu terlihat lebih pintar!"
Tak kuasa aku menangis, entah rasanya sesak sekali. Aneh memang. Aku tertunduk, sedangkan tanganku berusaha meraih gagang payung. Dan terasalah tangan Bara yang basah dan kedinginan.
"Hei?! Ap-apa kamu menangis?!" Suaranya terdengar panik.
"Kamu membuatku takut! Ayo kita kembali! Kamu membuatku merasa berdosa! Bara kamu memang menyebalkan!" Isakku khawatir.
Bara terdengar tertawa, meski suaranya tertutup oleh gemuruh yang tiba-tiba saja datang.
Sebuah tangan yang basah dan dingin meraihku. Aku tetap tak merasa kebasahan, pasti ia masih memayungiku.
"Kamu sangat manis, Dara."
* * *
Disinilah kami, aku diarahkan untuk duduk di kursi panjang yang sepertinya tempat yang sama dimana suster Irma mengajakku makan siang tadi.
Tidak ada pembicaraan diantara kami berdua. Tapi aku mendengar desahan kedingan dari mulutnya. Aku tak yakin dia benar-benar kedinginan, mengigat ceritaan suster Irma yang bilang kalau ia punya pengawal yang pastinya sudah membawakannya jaket.
"Apa kamu kedinginan?" Bara mulai membuka percakapan. Aku, hanya cukup menggeleng sambil membersihkan sisa-sisa isakkanku.
"Aku kedinginan," terdengar lagi suaranya. Kali ini dengan nada manja.
"Tidak mungkin! Pengawalmu tidak setega itu!" Bantahku jutek.
Bara belum menyahut, tak lama terdengar lagi suaranya. "Dari suster Irma pasti!" Aku mengangguk sebagai balasannya.
"Lain kali jangan lakukan hal bodoh seperti tadi! Kamu membuatku takut!" Dan akupun mulai memarahinya.
Ia diam tak membalas sepatah katapun. "Bagaimana kalau kamu flu karna memayungiku? Lalu pengawalmu mengadu pada orang tuamu dan memarahiku? Lalu para suster disini kembali ramai soal kita? Dasar bodohh!"
Aku tak tahu harus berterima kasih atau marah. Keduanya ingin aku lakukan. Aku tidak mengerti ada apa dengan perasaanku. Yang jelas, hatiku rasanya sedikit terhibur, setidaknya masih ada yang mau memayungiku.
"Aku menyukaimu."
Apa....
"Karna itulah aku melakukanya."
Maksudnya....
"Jangan lagi merasa menjadi beban berat untuk orang lain. Mereka peduli karna tulus, karna kamu memang pantas di pedulikan, pantas untuk di lindungi."
Aku diam, tak tahu harus berbuat apa. Aku-aku membeku. Pikiranku kosong. Aku masih tak mendengar suaranya lagi. Entah dia sedang apa.
"Bara?" Panggilku berbisik.
Punggung tanganku tiba-tiba terasa hangat. Telapak tangan seseorang sedang menyentuh punggung tanganku. Lalu,
"Aku akan menemuimu besok! Sampai jumpa!"
Bara-pun pergi, dengan nada tergesa-gesa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dark Flower
RomansaTerima kasih, karna kamu telah memberikan secercah cahaya di tengah-tengah gelapnya dunia. Terima kasih, karna kamu mau memayungi ku di bawah derasnya guyuran air mata. Terima kasih, karna kamu selalu ada di buku harian sepuluh hari ku di sini. Untu...