Hari Kesepuluh

421 25 1
                                    

Masih sama, Bara belum juga muncul di hadapanku. Suaranya belum juga terdengar olehku. Dari setiap pasien lelaki di rumah sakit ini, selalu ku pandangi, berharap itulah Bara. Namun sayang, pertemuan kami saat aku masih buta, rupanya sedikit menulitkanku. Meski aku masih ingat bagaimana suaranya saat ia memanggil namaku.

"Matamu indah sekali!" Puji seorang pasien cowok yang sebaya denganku. Aku balas dengan senyuman, seiring langkahku terus membawaku keluar rumah sakit.

Aku juga ingin dipuji Bara.

"Permisi, kalau mau ke taman di dekat rumah sakit ini kemana ya?" Tanyaku pada salah seorang penjenguk wanita yang baru saja akan masuk ke kawasan rumah sakit, ia bersama seseorang di belakangnya.

Ia tersenyum, lalu menunjuk ke kanan. "Ke sebelah sana aja, tamannya langsung ada! Bagus lho tamannya!" Jawabnya riang.

Aku tersenyum ramah. "Terima kasih, ya!"

Perempuan itu balik tersenyum. Sebelum aku berbalik dan menuju ke arah yang ia sebutkan tadi, aku sempat melihat wajah perempuan itu. Ia cantik, namun pandangannya tampak menerawang sesuatu saat melihat kearahku. Entah apa itu perasaanku saja atau bagaimana.

Aku terus berjalan, sebenarnya aku kabur dari rumah sakit. Bosan juga diam di sana lama-lama. Jadi kuputuskan untuk ke taman, tempat dimana Bara menculikku keluar bersama pengawal pribadinya.

Ternyata benar, taman ini sangat luas dan damai. Bersih dan sejuk sekali.

Aku tak tahu bangku taman mana yang aku duduki bersama Bara waktu itu. Tapi, kuputuskan untuk duduk di bangku yang letakkan tepat berada di samping air mancur.

Kenapa?

Karna saat Bara mengajakku duduk, aku sempat mendengar gemericik air. Mungkin saja ini bangku yang aku dan Bara duduki waktu itu.

Kurasakan hempasan angin yang menerpa wajahku. Disini benar-benar nyaman.

Ku pejamkan mataku, munculah ingatanku tentang Bara. Tentang sifatnya yang menyebalkan, namun manja juga.

"Dara?"

Seseorang menepuk bahuku dan memanggil namaku.

Aku terkejut dan langsung membuka mataku.

Apa itu Bara?

Benarkah Bara ada disini?

Kumohon, jika itu ia aku akan langsung memeluknya dan memarahinya!

"Bara!" Seruku sambil berbalik.

Namun, aku harus menelan pahit. Bahuku turun, begitu melihat siapa yang memanggilku.

"Kamu beneran Dara?" Tanya lelaki dengan celemek berlogo toko es krim yang kalau tak salah aku lewati waktu mau ke taman ini.

Aku mengangguk kecewa.

Bodohnya, aku terlalu berharap. Sampai-sampai aku menganggap pegawai toko es krim ini Bara. Bodoh sekali. Bodoh!

"Ini, ada yang menitipkanku ini, katanya kalau ada seorang perempuan berpakaian rumah sakit kemari, tolong berikan ini kepadanya." Lelaki itu memberikanku sebuah kotak berukuran sedang, seukuran dengan buku sekolah.

Aku mengangguk dan berterimakasih sebelum lelaki itu pergi meninggalkanku.

Kubuka kotak bermotif kotak-kotak merah hitam itu. Isinya, sebuah surat dan sebuah kotak persegi panjang berwarna biru tua.

Kubuka kotak biru itu, dan aku cukup terkejut. Isinya…

Gelang, berbandul bintang.

Apa ini dari Bara? Tapi kemana dia?

Mataku teralihkan pada secarik surat yang ada di tangan kiriku. Mungkinkah ini surat dari Bara juga?

Kubuka, dan kubaca dengan sangat hati-hati.

"Untukmu Daraku,

Dara, apapun yang kamu ketahui nanti, tolong maafkan aku. Apapun yang akan kutuliskan disini, tolong maafkan aku.

Dara, aku sangat menyukaimu, aku sangat menyayangimu. Entah sejak kapan kurasakan perasaan itu. Tapi aku bersungguh-sungguh, aku benar-benar menyukaimu.

Dara, tidakkah kamu tahu? Aku sangat suka memanggil namamu, aku sangat suka mendengarmu memanggil namaku.

Tapi Dara, maafkan aku. Aku pergi, tanpa mengatakan selamat tinggal padamu. Aku pergi, meninggalkan semua janjiku kepadamu. Maaf, aku tak sempat.…"

Jantungku berdetak diliar batas kemampuamku. Jemariku rasanga melemas, pandanganku kabur tertutup kabut bening yang sebentar lagi akan turun dan membuat hujan. Tak terasa, bulir-bulir bening jatuh kepelupuk mataku. Dadaku sesak, seperti terhimpit ribuan ton batu. Seperti sebuah tombak tajam menusuk ulu hatimu dan mengoyaknya sampai tak tersisa.

Apa yang dilakukan Bara sebenarnya? Kenapa dia pergi?!

"Dara, kumohon, jika kamu menangis, hentikan tangisanmu itu. Aku tahu aku pengecut, aku tahu kamu pasti akan membenciku.

Kamu adalah bintang untuk sang bulan, untukku.

Sebenarnya aku sangat ingin melihatmu dengan mata barumu itu, tapi rasanya tidak mungkin. Takdir berkata lain Dara.

Bila kita di takdirkan untuk bertemu kembali, akan kupastikan kita akan bersama-sama kembali. Akan kupastikan, tanganku ini menggenggam tanganmu lagi.

Kumohon, maafkan atas sikap bodohku ini. Akulah sang pengecut, akulah si brengsek. Jangan basahi pipimu dengan air matamu. Jangan buat mata barumu menangis. Kumohon Dara.

Kamu tetap harus tau, bahwa aku sangat mencintaimu.

Untukmu Dara,
Bintang kejoraku."

Aku tak sanggup menahan air mataku lagi. Dadaku semakin sesak, aku bahkan tak sanggup bernafas kembali.

Rasanya sakit sekali. Ini adalah air mata pertamaku, untuk mata baruku. Tega sekali Bara. Dia pikir semuanya akan selesai begitu saja?!

Kenapa Bara begitu jahat?!

Kenapa dia begitu tega meninggalkanku tanpa memberikan salam terakhirnya?!

Apa ia pikir surat saja sudah cukup membuatnya termaafkan?!

"Bara kamu kejam sekali!" Erangku tanpa meninggalkan buliran bening yang terus saja meluncur ke pipiku.

Belum sempat aku melihat wajahnya, dan Bara sudah meninggalkanku? Ia bahkan sudah berjanji menemuiku!

Bodohnya aku bisa percaya kepada si brengsek Bara!

"Bara aku membencimu! Aku benci kamu!"

Aku terus terisak. Memori-memori kembaki terputar dipikiranku. Saat pertama kali kami bertemu, saat aku merasakan hembusan nafasnya, saat ia memayungiku, saat ia memegang tanganku, saat ia mengajakku ke taman, semuanya terputar begitu saja.

Bodohnya kenapa aku menangis! Bodoh! Tak perlu menangisi orang bodoh macam Bara!

"Bara … tidakkah kamu tahu?" Aku terus terisak.

"Kamu menyiksaku dengan perasaanku ini … kamu menyiksaku dengan sesaknya dada ini …." Kupukul dadaku pelan, rasanya sesak sekali.

"Bara, aku juga menyukaimu, tapi kamu melukaiku … kamu buat lubang besar di hatiku, kamu buat jantungku berdegup lalu kamu remukkan jantungku! Bukankah itu kejam?!"

Aku sangat tersiksa. Hatiku goyah, tak bisa menahan luapan emosi, luapan kecewa, yang sudah Bara buat. Aku menyukainya! Aku juga mencintainya! Lalu kenapa dia pergi begitu saja?!?

Kututup kedua mataku. Aku masih menangis, inilah rasanya saat cinta pertamamu, menyakitimu. Rasanya sakit sekali.

Terima kasih, Bara.

***

A/N

It's not over yet! We still have epilogue. As my fave, always give the readers choice! Where will the story end.

Jadi, untuk petualangan cinta buta Dara akan ditutup dengan epilog. Dan untuk kedepannya gimana masih belum tau! Hehe #peaceup

Jangan lupa kritik & saran!

Dark FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang