Hari Ketiga

466 31 0
                                    

"Suster?"

Dentingan-dentingan sendok yang tadi ku dengar, sejenak berhenti. Teriakkan anak kecil terdengar sesekali. Kurasakan sentuhan kecil dari tangan seorang perempuan yang sedang menyuapiku makan siang ini di kantin rumah sakit.

"Ya?" Suara Suster Irma terdengar kecil.

"Bara Bara itu siapa, sih?" Aku tahu, ini adalah pertanyaan yang bisa menyudutkan diriku sendiri, tapi aku sana sekali tidak perduli, aku hanya ingin tahu siapa Bara itu, sampai-sampai berani bertingkah laku kurang ajar seperti itu.

Kekehan kecil terdengar olehku. "Kenapa? Kamu penasaran dengan Bara, yaaa?" Nada menggoda suster Irma membuat aku sebal namun malu secara bersamaan.

Aku menggeleng, "Tidak! Aku hanya ingin tahu, siapa dia sampai suster Irma mau meninggalkan ku kemarin." Kata ku sedikit menyindir.

Kantin rumah sakit memang terdengar cukup ramai, tapi aku masih bisa mendengar kekehan suster Irma yang sebenarnya meledekku.

"Baiklah, aku minta maaf, kemarin dokter Arya memanggilku untuk memberi tahukan soal perkembanganmu, dan kebetulan Bara disana, jadi kusuruh ia menjagamu! Tapi ternyata kamu tetap pulang ke kamar sendirian,"

Aku hanya mengangguk bete, percuma saja aku marah, karna suster Irma punya alasan kuat yang tak bisa ku-elak lagi.

"Dan tentang Bara, dia itu anak baik! Dia juga pasien disini, ku dengar ibunya juga dirawat disini,"

Sesuatu yang dingin menyentuh permukaan bibirku, kubuka mulutku, dan terasa seperti nasi dan sayur masuk ke mulutku. Aku mengunyah sambil terus mendengarkan cerita suster Irma soal Bara.

"Katanya dia sakit usus buntu, makanya di operasi. Banyak cerita bilang dia dari keluarga yang cukup kaya, terbukti dari adanya seorang pengawal yang selalu mengikutinya kemanapun ia pergi."

Aku menelan kunyahanku, tanganku meraba-raba meja kantin, sampai akhirnya kelingkingku menyentuh sesuatu yang keras dengan gerigi halus disekitarnya.

"Ini botol minum mu," suster Irma membantuku mengambil botol minumku.

Aku tersenyum, "Jadi waktu aku memarahinya ada pengawalnya disitu?" Tanyaku.

Suster Irma belum membalas, entah ia sedang mengangguk atau bagaimana.

"Suster? Iya atau tidak?" Tanyaku lagi.

"Oh! Ya! Maafkan aku, aku lupa-jadi tadi aku malah mengangguk," Suster Irma terdengar terkekeh.

Kubuat mulutku menjadi bulat, pertanda mengerti. "Tadi ku juga bertemu dengannya, dia bertanya soal namaku dan penyakitku, dia orang kaya yang bodoh!"

Sepertinya suster Irma sedang senang, karna aku kembali mendengar suara tawanya.

"Ia adalah pemuda tampan yang lugu!"

"Ya ya, lugu tapi mengesalkan!" Bantahku lalu terdengar kembali suara tawa suster Irma.

* * *

Kulangkahkan kakiku beriringan dengan suster Irma yang senantiasa menggandengku. Pipi kananku terasa panas, seperti tersorot matahari. Mungkin matahari sedang teriknya.

Suara aneh datang tiba-tiba di hadapanku.

"Dooorr!!!"

Aku berhenti, dengan perasaan takut dan jantung yang berdegup. Disaat yang bersamaan, aku mendengar suara tawa riang disampingku. Ya, suster Irma sepertinya sedang sibuk tertawa. Siapa orang yang berani-beraninya mengejutkanku.

"Suster Irma, ada apa ini?" Tanyaku khawatir.

Masih terdengar kekehan geli, "Tidak, hanya seorang lelaki tampan yang ingin menyambutmu!"

Apa?

"Hai nona manis! Bagaimana? Sudah makan siangnya? Hari ini cuacanya cukup terik, lebih baik kamu beristirahat dengan pendingin ruangan!"

Oh, suara ini lagi! Suara yang selalu membuat kuping ku sakit. Suara ini! Ya! Siapa lagi kalau bukan Bara yang punya.

"Pergilah!" Sentakku kasar.

"Kamu ini kasar sekali! Ayolah kita berbincang sebentar saja! Kumohon?" Suaranya saja benar-benar menjengkelkan apalagi rupanya.

"Suster, ayo antar aku!" Kutarik pelan tangan suster Irma.

Kekehan suster Irma masih terdengar tanpa putus-putus. "Haha! Baiklah! Sampai jumpa Bara!"

Sejenak Bara tak ku dengar suaranya, kemudian terdengar lagi dan itu membuatku jengkel.

"Sampai jumpa besok nona Dara yang cantik dan galak!"

Ugh!

Dark FlowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang