17

3.4K 475 34
                                    

"Mau kemana?" tanya Rey begitu melihat Arin beranjak dari tempatnya.

"Minum."

"Lo udah minum, Rin," kata Rey sambil menunjuk gelas kosong di depannya.

"Gue mau soju. Lagi pula yang tadi gue minum, gak bikin gue mabuk."

Rey speechless. Sejak mereka berdua berpelukan, hubungan keduanya menjadi lebih dekat daripada sebelumnya.

Arin yang terlihat dingin menjadi lebih terbuka kepada Rey, begitu pun sebaliknya.

"Gue ikut," tegas Rey.

"Gak usah, Rey. Gue-"

"Kunci mobil," pinta Rey yang terpaksa Arin turuti.

Mereka berdua pergi ke salah satu Korean Resto populer di Jakarta. Begitu sampai di sana, Arin langsung mengambil tempat di sudut restoran.

"Jangan banyak-banyak. Sebotol aja, Rin."

"Tapi-"

"Sebotol atau gak sama sekali?" tanya Rey dingin.

Sebenarnya Arin paling tidak suka dibantah dan diperintah sama siapa pun, kecuali Rey. Karena Rey adalah cowok pertama yang berani begini ke Arin, selain seniornya di kantor.

Dan benar saja. Sebotol soju berhasil Arin habiskan dalam beberapa menit.

"Ayo pulang," ajak Arin dengan muka memerah.

Selama perjalanan Arin tertidur sambil sesekali menangis dalam tidurnya. Rey yang melihat itu hanya bisa natap Arin khawatir sambil terus melajukan mobil Arin.

"Rin?" panggil Rey pelan.

"Huh?"

"Kita udah sampe di rumah lo."

"Masuk."

"Ha?"

"Masuk ke garasi."

Rey hanya mengangguk dan membuka pintu gerbang yang kebetulan tidak dikunci. Setelah membantu memarkirkan mobil Arin, Rey juga membantu Arin berjalan ke depan pintu.

"Aku pamit ya, Rin. Jangan lupa istirahat."

"Makasih, Rey."

Setelah Rey pergi, Arin langsung membongkar isi tasnya untuk mencari kunci rumah yang sialnya lupa dibawa.

"Sialan," umpat Arin.

Arin
bukain pintu |

Arin mengirim pesan singkat itu ke Gita dengan harapan Gita mau bukain pintu buat Arin. Karena tidak mungkin Arin minta tolong ke adiknya yang lain.

Cklek.

"K-kak lo minum?"

Kok suara Gita berubah? batin Arin.

Cahaya yang minim dan keadaan Arin yang tidak sepenuhnya sadar membuat Arin tidak bisa melihat wajah orang yang di depannya dengan jelas.

Arin tertawa kecil sambil menepuk bahu Jihan dan berniat pergi dari situ secepatnya. Namun, Jihan menahan tangan Arin dan langsung berjongkok di depan kakaknya itu.

"Naik." 

"Gue bisa jalan sendiri, Git," tolak Arin mentah-mentah.

Git? batin Jihan.

"Jangan nolak," kata Jihan sambil merangkul bahu Arin dan mengantar Arin sampai ke kamarnya yang ada di lantai dua.

Keluarga | BlackvelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang