16

3.4K 462 32
                                    

"Jangan ganggu Jihan."

Arin yang terkejut mulai menghentikan kegiatannya dan beralih pada sumber suara tersebut. Ia melihat Gita berjalan dari arah tangga dengan wajah yang tidak bersahabat ke arah Arin.

"Kenapa?"

"Gak boleh."

"Kenapa gak boleh?"

"Lagi lomba."

"Lo juga?"

"Iya."

Sejak kejadian beberapa waktu lalu, Arin dan Gita mulai menjaga jarak satu sama lain karena mereka berdua punya cara yang berbeda untuk melindungi Jihan.

"Ini," kata Arin sambil menyodorkan totebag berisi makanan ke Gita.

"Apa?"

"Ambil aja."

"Buat siapa?"

"Gita sama Jihan."

"Makasih."

"Iya. Semangat lombanya!" kata Arin sambil menahan tawa dan pergi secepat mungkin dari hadapan Gita.

Gita tidak menyangka kalau Arin seperhatian ini sama Jihan. Pasalnya, di antara saudara-saudaranya yang lain, Jihan lah yang paling jarang minta dimanja sama kakak-kakaknya.

Jihan adalah tipe orang yang tidak enakan dan mudah overthinking. Makanya dia tidak mau kalau harus bergantung dan merepotkan orang lain.

Perhatian-perhatian kecil yang Arin berikan ke Jihan belakangan ini, benar-benar menambah beban pikiran Jihan di malam hari. Ya walaupun tidak ada yang tau.

"Ji, makan dulu yuk!" ajak Gita ke Jihan yang masih sibuk sama gamebnya.

"Nanggung, Kak."

"Ya udah ayamnya gue habisin," ancam Gita.

"Yuk makan, sist."

"Katanya nanggung."

"Apa sih yang nggak buat McD kesayangan gue ini? Btw, tadi katanya mau ambil minum, kok baliknya malah bawa ayam?" tanya Jihan.

"Dikasih Kak Arin," jawab Gita yang membuat Jihan sedikit terkejut.

"Kok kaget gitu, Ji?"

"N-nggak kok."

Kenapa gue jadi gugup gini? batin Jihan.

Gita hanya diam sambil memberikan Jihan tatapan menyelidik.

"Kak Arin mau nikah, ya?" kata Jihan pelan.

"HA?"

"Kak Arin mau nikah?" ulang Jihan.

"Kok bisa nanya gitu?"

"Dia beda."

"Beda gimana? Kayak bukan Kak Arin?" tebak Gita.

Jihan mengangguk antusias. "Apa jangan-jangan kesambet jurig?"

"Hush, mulutnya."

"Terus Kak Arin kenapa?" tanya Jihan sambil memasukkan kulit ayam ke mulutnya.

Dia ngerasa bersalah sama lo, batin Gita.

"Mana gue tau. Lagian kalo dia beneran mau nikah, pasti dia ngebaik-baikin gue dulu," jawab Gita seadanya.

"Pede banget lo."

"Btw, lo masih tidur sama Kak Arin?" tanya Gita hati-hati.

"Iya."

Keluarga | BlackvelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang