Panggilan IM

107 17 9
                                        

Hari ini sudah menjelang malam, Hyungwon dan IM pulang bersama dengan mobil IM tentunya, namun kini giliran jadwal IM mengendarai. Hyungwon sedang berkutat dengan ponselnya, bukan untuk game tetapi pesan seseorang yang membuatnya mengganggu.

Wonho meng-chat  nya.

Hal yang paling tidak disukai Hyungwon adalah  seseorang yang merusak mood ketika bermain game, alhasil dirinya tak fokus dan menyebabkan kekalahan telak.

Hyungwon berdecak kencang, IM meliriknya, "Ada apa?" IM kembali fokus pada jalan alih-alih pada Hyungwon. 

Merasa berlebihan, Hyungwon bingung menjelaskannya dari mana. 

"Tidak ada." Lidah Hyungwon seketika menolak menceritakannya, dan juga ini terlalu malu untuk dijelaskan. Hyungwon tidak ingin mendengar kikikan geli sekarang.

Namun IM tak bergeming setelahnya, tak menanyain kembali. Hyungwon bersyukur sekaligus tak tahu harus membalas pesan Wonho nantinya.

Isi pesan Wonho adalah...

'Aku sakit, bawakan bubur yang sering kubeli di jalan XX. W.'

What the hell! 

Mudah ditebak bahwa tanda W pada pesan tersebut dari Wonho, Hyungwon tidak habis pikir. Semakin lama Wonho sudah kurang ajar pada dirinya. Dia hari ini dapat bernafas lega karena memang Wonho tidak masuk kuliah. Namun nyatanya, dia tak bisa lepas dari Wonho.

(Tidak semudah itu, ferguso.)

Hyungwon akhirnya membalas chat Wonho setelah berpikir cukup lama.

'Sekarang?'

Tak lama Wonho online dan mengetik.

'Menurutmu?'

Tangan Hyungwon mengepal kesal. Bisa-bisanya Wonho mengerjainya. 

Kemudian Wonho mengetik kembali.

'Mana 200.000 won ku?'

Seakan mengerti bahwa Hyungwon ingin menolak, Wonho menggunakan triknya untuk mengembalikan ganti rugi baju yang kotor. Tepatnya setiap kali Hyungwon ingin menolak permintaan Wonho.

'Oke aku menuju ke sana setengah jam!!'

Hyungwon akhirnya meminta IM berhenti di halte terdekat dengan jalan XX. IM belum sempat bertanya mengapa, namun Hyungwon langsung berlari sambil menanyakan alamat rumah Wonho.

Hyungwon langsung menemukan kedai buburnya dan bergegas naik bus berhenti pada gedung apartemen besar. Hyungwon sedikit kagum, sekaligus "Dasar orang kaya kurang ajar!"

Tepat berada di depan apartemen Wonho, Hyungwon berhenti sejenak. Mengecek pesanan Wonho. Dan kemudian menekan tombol bel.

Sekali.

Dua kali.

Dan sepuluh kali.

Dengan bodohnya ia baru menelpon Wonho saat menekan kurang lebih 20 kali.

Nada tersambung, Hyungwon ingin langsung meluapkan kekesalannya namun suara serak menyelanya.

"Berisik! kau langsung masuk saja, tidak ku kunci!" Wonho terdengar sangat lemah namun masih menggunakan nada marah. Hyungwon sigap langsung masuk ke dalam. Dan benar tidak dikunci. 

"Kur-" Wonho langusng menutup telponnya saat Hyungwon mengumpat. "-ang ajar!" Dia menahan amarahnya dengan sekuat tenaga.

Hyungwon menutup pintu dengan sedikit kasar. Jika bukan karena uang, ia tak akan melakukan hal seperti ini. 

Lagi pula waktu itu Wonho sedang apa hingga tak bisa menghindari dirinya saat berlari.

Shit!

Dirinya mulai menyalahkan orang lain.

Berhenti dengan pikirannya yang meluap, Hyungwon beralih pandangan pada isi apartemen Wonho. Kesan ruangan Wonho terlihat minimalis, furniture dan dapurnya yang sangat nampak mewah, dan bersih.

Hyungwon terdiam sejenak untuk menelusuri apartemen Wonho, namun suara Wonho mulai menyadarkan tujuan. Suara itu berasal dari kamar Wonho, tentunya. Tak lama, Hyungwon menghampiri sumber suara.

Pintu kamar Wonho sedikit terbuka, sebelum ia masuk Hyungwn berinisiatif mengetuk pintu. Setelah terdengar berdeham serak, ia mulai memasuki kamar Wonho.

Wonho sedang duduk bersandar pada kepala tempat tidur sambil membaca buku. Terlihat baik-baik saja namun kulitnya sedikit memerah dan berkeringat dari biasanya, dan dahinya terdapat Fever Patch Plester yang terlihat kecil.

Hyungwon tak tau mengapa, tergelak kecil dengan adegan di depannya.

Melihat itu, Wonho meliriknya tajam. Hyungwon menyadari, berdeham kemudian terbatuk kecil. 

"Ehm, ini buburnya?" Suara Hyungwon terdengar parau, tak tau mengapa ia sangat benci dengan suara seperti ini. Seakan-akan kucing berperang dengan harimau. Hyungwon sangat ingin menjadi harimau, sangat!.

Mata Wonho melirik bungkusan bubur yang dibawa Hyungwon, dan  menghembuskan nafas pelan. 

"Apa aku akan makan seperti itu?" Suara Wonho tersengar serak dan berat. Hyungwon kalut, seperti kucing tertangkap basah mencuri ikan. 

Hyungwon menimpali, "Ah, akan kusiapkan. Tunggu!", dan ia hendak pergi ke dapur Wonho namun Hyungwon merasa seperti ada sesuatu yang salah. 

Awalnya, ia hendak memarahi Wonho yang seenaknya menyuruh untuk membeli bubur yang tak tau waktu, tak mengabari sejak awal bahwa pintunya tidak terkunci dan sekarang secara tak langsung menyuruhnya melakukan tugas seperti baby sitter nya.

Hell!

Sudah ingin memprotes, namun bayangan uang yang ditimpal Wonho tak sedikit. Uang itu terus berputar di atas Hyungwon seperti bidadari, Hyungwon refleks menangkapnya, namun semuanya hilang. Ia menangis dalam sanubari.

Sesampainya di dapur, Hyungwon takjub dengan kebersihan dapur Wonho, bukan main-main. Ini terlihat sangat baru. 

Saat mengambil mangkok, Hyungwon mendengar getaran. Mengetahui itu berasal dari ponsel ia menghampiri yang terletak di meja dekat tv. Ponsel milik Wonho bergetar, panggilan masuk.

Hendak untuk memberitahu Wonho, namun ia tak sengaja melihat nomor di layar ponsel Wonho. Itu nomor yang sangat ia kenal, dan hafal.

Pikiran Hyungwon sangat bingung saat ini, ponsel Wonho masih bergetar dengan durasi yang lama. Matanya masih tak lepas melihat nomor itu dan beberapa kali memastikan.

Tak lama dengan itu, ia mengeluarkan ponselnya dan mencari kontak sesorang yang sama dengan panggilan dari nomor tersebut. Dan sama.

Itu panggilan dari IM.

===

TBC

===

Aku balik lagi, maaf lama ya, huhu:""

Aku dapat motivasi bagus hari ini, jadinya kepikiran dan dapat ide yang bagus untuk melanjutkan cerita kapal ini.

Semoga kalian suka ya.

Yang on jam segini, acung dong. wkwkwkw

Selamat menikmati~

SEE YOU AGAIN!

=======












Captain AmericaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang