6. Kita sudah berkenalan

47 5 0
                                    

Ares dan Biru tenggelam dalam keheningan, ini ketiga kalinya mereka berhubungan menjadi pembela dan yang dibela.
Setiap kali diberi bantuan oleh Ares sebenarnya Biru ingin mengucapkan terima kasih.

Tapi kesempatan itu tak pernah didapat karena Ares cepat menghilang tak memberi kesempatan. Seperti kali ini. Ares mengantar ke kelasnya lalu meninggalkannya tanpa berbicara sepatah katapun.

Setelah memandang punggung Ares yang menghilang Biru memasuki kelasnya yang sudah sepi. Yang tertinggal hanya tas miliknya dan secarik kertas dari velin. "Biru gue duluan ya, elo lama sih."

Biru menghela nafas panjang, tadi ia sengaja mendatangi ruang fotografi untuk mengembalikan kemeja milik Ares dan berterimakasih tapi nyalinya ciut ia ragu takut disangka yang tidak-tidak. Kejadian kemarin saat ia diselamatkan Ares dipinjamkan kemeja seragam dan diantar ke kelas langsung menjadi desingan gosip membuatnya ragu-ragu. Tapi sialnya ia malah bertemu renata dan kembali diadili dengan semena-mena. Biru menatap bungkusan plastik berisi kemeja Ares.

Kehidupan sekolahnya yang seperti mangsa buruan sudah cukup membuatnya lelah dan enggan keluar dari kelasnya jika tak diperlukan. Akan tetapi tetap saja ia akan didatangi dan digiring oleh Renata dkk menuju tempat-tempat sepi tersembunyi.

Meskipun bully fisik jarang ia terima, sekali kalinya hanya waktu di belakang UKS saat pertama kalinya Ares terang-terangan menolongnya.
Biru lelah tapi apa yang bisa ia lakukan, sebisa mungkin ia tidak melibatkan papanya dalam urusan tetek bengek sekolah selain urusan biaya.

Biru sedang memasukan satu persatu buku-buku pelajaran ketika terdengar suara pintu dibuka dengan kasar.
"Eh lo ada hubungan apa sama si ares?" Tanya Renata tanpa ba bi bu.

Biru menghela nafas lelah. Sungguh ia lelah seperti ini.
"Ngomong lo ganjen.." teriak Renata mulai habis sabar. Biru sendiri sebetulnya bingung harus apa jika ia menjawab salah tidak dijawab salah juga.
"Lo mau gue paksa buat ngomong?" Tanya Renata kalap.
"Terserah." Jawab biru dingin.

salah, biru salah, ia baru saja memancing amukan Renata yang tangannya kini sudah menjangkau rambut Biru dan menariknya. Membuat biru mengaduh kesakitan. Ia lelah sungguh lelah. Renata kembali tak terkendali, gadis itu mengamuk menggempurnya tanpa ampun.

***

Setelah menyelamatkan Biru dari gerombolan Renata Ares mengantarkan Biru sampai ke depan kelasnya dan tanpa basa-basi dan bicara sepatah kata pun, cowok jangkung itu langsung melangkah pergi, meninggalkan Biru yang menatap punggungnya lama. Dengan berderap Ares mempercepat langkahnya menuju ruang tari dilantai 1.

"Bisa lo suruh dayang-dayang lo berhenti?" Tanya Ares begitu membuka pintu ruang tari pada perempuan cantik yang sedang menari balet. Tania menatap Ares dari balik cermin.

"Gue ga pernah suruh mereka." Ucapnya dingin
"Elo ga suruh mereka, tapi lo tau anak-anak buah lo itu bakal ngelakuin apapun biar elo senang, dan elo biarin mereka ngelakuin hal kaya gitu." Desis Ares marah.

"Memang Renata yang maju, Renata dan lain lain yang eksekusi, tapi gue ga bisa elo bodo-bodoin kaya yang lain, gue tau elo dalangnya disini. Elo manfaatin kepatuhan renata buat ngancurin orang lain." Lanjut Ares pedas

"Dia itu siapa elo, sodara lo, pacar lo, atau gebetan lo?" Tanya Tania mulai terpancing marah, membuat Ares berdecih sinis.
"Anak buah emang ga beda sama majikan kalo ngomong. Anak buah lo juga tadi nanyain hal yang sama dan gue juga akan jawab dengan jawaban yang sama. Kalo emang harus jadi salah satu dari yang lo sebutin tadi biar kalian semua diem, maka gue adalah salah satunya." Ucap Ares dingin lalu pergi meninggalkan Tania yang tertegun, sejak kapan Ares bicara sepanjang itu, dan Sejak kapan Ares peduli pada orang lain? "Pantes aja Renata menggila" gumam tania pelan, menatap punggung Ares yang menjauh.

AntaresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang