Fildan duduk termenung disalah satu bangku rumah sakit, dia baru saja menyelesaikan administrasi dan konsultasi tentang keadaan Lesti pada dokter. Ada perasaan bersalah dibenak Fildan setelah dia mendengarkan semua diagnosis dokter. Dia merasa jika apa yang terjadi pada Lesti sekarang pasti berhubungan dengan ucapannya tadi siang ketika dia menyatakan keinginannya mengkhitbah gadis itu untuk adiknya. Ekpresi keterkejutan dan sikapnya yang tiba-tiba berubah membuat FIldan yakin jika itu semua pasti ada hubungannya dengan permintaannya itu. Tapi kenapa.
"Kenapa permintaanku bisa sampai membuatmu seperti ini Les?"batin Fildan.
"Jika ini memang ada hubungannya dengan itu, aku harus minta maaf.. tapi.."
Fildan menengadahkan kepalanya, menatap langit senja yang perlahan kehilangan sinar sang mentari.
"Sha, langit senja adalah hal yang paling kau sukai.. apa sampai sekarang langit senja masih menjadi kesukaanmu?"
Setitik bulir bening telah lancang keluar dari ujung mata Fildan, dia kembali teringat pada cintanya. Cinta pertamanya, seorang santriwati yang telah membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Santriwati yang sejak pertemuan pertama mereka sudah menunjukkan ketidaktertarikan pada Fildan namun jodoh Allah memang tidak ada yang tahu. Saat Fildan mengatakan niatnya untuk melamar, tanpa pikir panjang jawaban iya terlontar secara mulus dan membuat Fildan bahagia bukan kepalang.
***
Kyai Iman memanggil kedua putranya untuk mengenalkan mereka pada keluarga sahabatnya. Dua putranya yang beranjak remaja tak semudah dulu lagi untuk dikenalkan pada sahabat-sahabatnya, pun kali ini dengan sedikit pemaksaan dan permohonan akhirnya mereka pun mau.
"Abi pasti mau main jodoh-jodohan nih.."ucap Faul, putra bungsu Kyai Iman.
"Hush, masih kecil mikirmu kok jauh sekali.. apa yang kamu pelajari di sekolah hah?"tukas Fildan seraya menjewer singkat telinga adiknya.
"Kak Fildan.. kau mau jarimu patah karena durhaka sama adik sendiri.."
"Dasar anak kecil.. sini jangan lari."
Fildan yang kesal karena diledek pun mengejar adiknya itu hingga tanpa sengaja dia menabrak seorang gadis. Gadis yang membuatnya merasakan getaran hebat didadanya saat tanpa sengaja mata bereka beradu.
"Dijaga mas matanya..."
Sebuah teguran yang menusuk membuat Fildan mengalihkan pandangannya dan beristigfar.
"Maaf.."ucap Fildan.
Hanya kata itu yang mampu keluar dari mulutnya lalu dia bangkit dan pergi meninggalkan gadis yang masih sibuk membersihkan gamisnya dari debu. Bukan tidak sopan, tapi dia takut tidak bisa menjaga dirinya jika terlalu lama berada di dekat gadis tersebut.
"Astagfirullah.. ya Allah, maafkan aku.. maafkan aku..."
Fildan pikir dirinya tidak akan bertemu lagi dengan gadia tersebut karena dia merasa dengan wajahnya. Dalam kepalanya dia berpikir jika itu hanyalah saudara dari salah seorang santri tapi dugaannya meleset. Gadis itu adalah putri dari sahabat orang tuanya sekaligus calon santri di pondok pesantrennya.
"Ya Allah, kenapa jadi begini ceritanya?"batin Fildan.
Sejak pertemuan keluarga itu dibuka, Fildan jadi lebih pendiam daripada biasanya. Dia diam buka karena takut tapi dia berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan debaran di dadanya. Sesekali dia melirik gadis yang duduk cukup jauh dari posisinya tapi seolah bisa membaca pikiran gadis itu juga menatap Fildan. Tapi berbeda dengan Fildan, gadis itu menatap Fildan dengan tatapan kesal seakan matanya berkata 'kenapa bertemu dia lagi?'.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka, Ustadz! (FIN✔)
Randomsepasang orang tua terpaksa memasukkan putrinya yang berusia 21 tahun ke sebuah pesantren karena sudah tidak tahan melihat kelakuan sang putri yang suka keluyuran malam bersama teman-temannya. harapan mereka hanya agar putrinya bisa menjadi pribadi...