PURNAMA MERINDU

134 14 2
                                    

Tahun terus berganti pun ribuan purnama yang terlewati, purnama juga terus memupuk rindu pada yang terkasih. Setiap malam dalam sujud, hanya untaian doa dan kerinduan yang terpanjat. Tidak ada yang tau sedalam apa rindu sang purnama pada kekasihnya tapi rindu itu hanya akan terus bisa menggantung tanpa terbalas.

"Bunda,.."

Seorang bocah lelaki berusia 4 tahun berlari menghampiri sang ibu, memeluk perempuan terkasihnya dengan lembut. Tangan mungilnya melingkari leher ketika tubuhnya terangkat.

"Anak bunda bahagia sekali ya, tadi habis belajar apa di kelas?"

Perempuan itu bertanya pada sang putra dan dengan antusias mendengarkan setiap cerita yang terucap. Senyumnya terus merekah seiring dengan bahagia yang dicipta oleh putranya.

"Oh iya bunda, tadi ada ustadz baru di kelas Ihan.. Ustadznya baik banget,."

"Wah, pasti Ihan seneng ya dapet guru baru?" Bocah lelaki itu mengangguk.

Sembari beranjak menuju mobil yang sudah menunggu untuk membawa mereka pulang, perempuan itu juga terus mencipta tanya untuk memancing putranya bercerita.

"Langsung kembali ke pondok Ning?"

"Iya pak, nanti malam mau ada tamu kata umi jadi harus siap-siap..."

Mobil itu akhirnya melaju meninggalkan area playgroup untuk bergegas kembali ke pondok pesantren.

"Kak, kenapa jantung Lesti berdebar tidak normal ya? Lesti sedikit takut.."

"Bunda menangis?"

Bocah itu mengusap pipi sang ibu dengan lembut, menghapus aliran airmata yang tiba-tiba tercipta.

"Raihan kangen abi sama umi tidak?"

"Kangen.. Tapi kan akhir pekan nanti bunda janji mau ke tempat abi dan umi, jadi nggak papa kangennya ditahan dulu.."jawab Raihan.

" Kalo kesananya dimajuin sekarang Raihan mau nggak?"

"Bener bunda? Mau-mau.. Ayok ke makan abi dan umi, Ihan mau cerita baaaaanyyaak ke abi dan umi.."

"Kak, kami rindu pada kalian.."

****

Lesti sedang duduk termenung di dekat jendela kamarnya yang terbuka sembari menatap langit malam yang diterangi purnama. Entah sudah berapa bait kerinduan yang dia cipta untuk menggambarkan rasa rindu yang dipunya. Hampir tiga tahun berlalu sejak dirinya ditinggalkan oleh sang kekasih serta kedua orang tuanya. Semuanya terjadi dengan cepat tanpa bisa Lesti tahan.

"Lesti..."

Panggilan lembut umi Salamah -mertuanya- mengusik lamunan Lesti. Gadis itu mempersilahkan umi Salamah masuk dan duduk di kursi belajarnya.

"Sedang apa kamu nak?"tanya umi Salamah, menatap lamat kepala Lesti yang tertunduk.

Sebagai seorang ibu, ia mengerti betul apa yang dirasakan oleh menantunya itu tapi tidak ada yang tau takdir apa yang akan terjadi di kemudian hari.

"Hanya sedang mencari hawa umi,"

"Tidak terasa Raihan udah besar ya.. Sudah mau masuk TK.."

Lesti mencoba menerka arah dari obrolannya malam ini, sesekali melirik pada sang putra yang sedang tertidur di ranjangnya.

"Alhamdulillah umi, kata ustadz-ustadzah disana juga perkembangan Raihan cukup pesat.. Lesti senang mendengarnya, dia persis seperti abi-nya..."

Umi Salamah menangkap satu gurat kesedihan saat Lesti mengucapkan satu kata keramatnya.

"Lesti, anakku.. Sebagai orang tua, umi tau betapa beratnya menjadi seorang single parent, dulu umi juga pernah merasakannya saat abi harus menempuh pendidikannya di mesir, Fildan dan Faul masih kecil saat itu.."

Ana Uhibbuka, Ustadz! (FIN✔) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang