PUTRA SANG KYAI

793 105 22
                                    

Selepas ashar seperti yang sudah-sudah, Lesti bergegas menuju kediaman umi Salamah untuk mengaji secara pribadi. Selain mengajar, sementara Lesti juga mengaji privat kepada umi Salamah. Awalnya Lesti takut akan menimbulkan banyak pergunjingan dikalangan santri jika melihatnya keluar-masuk rumah utama. Namun kyai Iman dan umi Salamah berhasil menyakinkannya kalau semuanya akan baik-baik saja dan selama ini semua memang baik-baik saja.

Sebenarnya ada yang mengganjal dihati Lesti tapi dia sungkan untuk bertanya. Suatu hal yang menyangkut keberadaan bayi di rumah tersebut tapi kedua orang tuanya tidak ada. Lesti ingin bertanya pada umi Salamah tentang orang tua Raihan tapi dia takut menyingggung atau malah membuka sebuah kenangan yang tidak ingin dikenang lagi karena sama sekali tak pernah dia dengar cerita tentang orang tua bayi tersebut baik dari umi Salamah atau para santri yang dia kenal.

Yang diketahui Lesti hanyalah jika Kyai Imam dan umi Salamah memiliki dua orang putra. Dan Raihan adalah cucu pertama dari putra sulung kyai Iman serta umi Salamah. Sebulan berada di pesantren, tak sekalipun Lesti melihat dua orang tersebut. Lesti sangat penasaran namun tak berani untuk bertanya pada siapapun. Kedekatan Lesti dengan keluarga kyai Iman memang bukan berita rahasia dikalangan santri tapi bukan hubungan antara Lesti dan pemilik pesantren itu yang menjadi bahan pembicaraan, melainkan kedekatan Lesti dengan cucu tokoh agama tersohor tersebut.

Lesti sangat menyukai anak-anak, rasa empatinya sangat tinggi pada mereka apalagi jika melihat mereka dalam kesusahan. Kali pertama melihat bayi Raihan, Lesti langsung jatuh hati pada bayi menggemaskan tersebut. Mendengar secuil kisah sedihnya yang tidak ditemani kedua orang tuanya membuat hati Lesti trenyuh. Sejak saat itu Leeti menjadi sering berkunjung diwaktu senggangnya hanya untuk melihat dan bermain dengan Raihan. Tak jarang umi Salamah juga memintanya untuk merawat Raihan jika beliau sedang ada utusan mendadak dan tidak bisa membawa Raihan.

Dengan senang hati Lesti menerima permintaan tersebut. Lesti terkadang mengajak Raihan ke asrama dan bermain dengan santriwati yang lain. Melihat tawa Raihan membuat Lesti sangat bahagia. Bahkan tak jarang santriwati meledeknya untuk segera menikah agar bisa memiliki anak sendiri. Semua omongan itu hanya Lesti balas dengan senyuman dan doa kecil agar segera dipertemukan dengan jodohnya.

Tak dipungkiri jika Lesti memang berharap segera bertemu jodoh walau usianya masih terbilang muda. Kisah percintaannya yang harus berakhir dengan perpisahanlah yang membuatnya sangat ingin segera menikah. Dia tidak mau lagi menabur cinta di ladang yang salah. Dia ingin menyempurnakan separuh agamanya dengan ibadah paling indah dan gudangnya pahala.

"Assalamu'alaikum.."salam Lesti dengan riang gembira.

Lesti celingukan melihat pintu yang terbuka namun tak dilihatnya umi Salamah duduk menunggunya.

"Umi kemana ya, tumben belum nunggu di ruang tamu.. apa masih nidurin Ihan?"gumam Lesti.

"Anggap aja rumah sendiri Les, umi sama abi hanya berdua di rumah.. eh bertiga deng sama Ihan.. sering-sering main kesini kalo nganggur di asrama.."

Pesan umi Salamah terngiang dikepala Lesti. Diapun berpikir untuk menyusul umi Salamah di kamar Raihan. Bibirnya juga tak hentinya memanggil umi Salamah tapi tetap saja belum ada jawaban dari si empunya rumah.

"Assalamu'alaikum.. umii.. abii.."salam Lesti.

Sebelum melanjutkan langkahnya, Lesti mengintip sejenak ke dalam ruang keluarga. Sepi. Dia ingin menunggu saja di ruang tamu tapi saat matanya menangkap seseorang yang baru saja keluar dari kamar Raihan, dia menjadi ketakutan.

"Ya Allah itu siapa? Kenapa dia bawa-bawa Ihan?"gumam Lesti.

Lesti panik bukan main, ingin dia berteriak tapi takut. Lidahnya juga terasa kelu tak mampu berucap. Dengan ragu dia mengendap untuk mengikuti langkah orang tersebut menuju bagian belakang rumah.

Ana Uhibbuka, Ustadz! (FIN✔) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang