Aku terharu dengan sikap dan pengorbanan Hafidz. Dia benar-benar dengan mudah dicintai. Kalau orang bertanya kenapa aku bisa semudah itu jatuh cinta dengan Hafidz? Ya salah satunya sikap tulusnya, bukan saja kepadaku tetapi kepada semua orang. Hafidz itu pribadi yang gampang disukai semua orang. Sikapnya benar-benar tidak pernah palsu, semua asli. Spontan dan selera humornya yang tinggi. Maka saat Ryan tempo hari datang dan mengatakan kenapa aku begitu mudahnya melupakan dia, aku menjawab kalau Hafidz jauh lebih baik 10 kali lipat dari dirinya. Aku merasa beruntung dipertemukan dengan Hafidz di saat aku mengalami dilema.
"Yank, aku lembur lagi." Hafidz sudah ada di depan kubikelku. Dia itu lucu kalau sedang merajuk begitu.
"Ya udah nanti Zanna temani ya?"
Wajahnya langsung berubah ceria mendengar jawabanku, tapi kemudian dia mengulurkan tangan untuk menepuk kepalaku.
"Enggak usah deh, kasian kamunya kalau nemenin lembur. Mending pulang istirahat, jaga Bapak dan adek-adek ya? Bentar lagi juga kita mau nikah. Aku nggak mau kamu sakit."
Ini Hafidz kan? Dia itu bisa serius begini dan membuat jantungku berdegup kencang. Tapi momen itu disela oleh jitakan dari Burhan di kepala Hafidz.
"Receh lu. Kerjaaa woiii kerjaaa.... udah dikejar Mbak Dita nih."
Dan Hafidz langsung menggerutu sambil mengusap kepalanya.
"Yank, sakit nih."
Aku hanya terkekeh dan kemudian beranjak berdiri dari dudukku, lalu mengulurkan tangan untuk mengusap kepala Hafidz. Di seberang, Burhan tampak terbatuk-batuk dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ckkkk yang lain ngontrak semua."
Hafidz ngakak mendengar ucapan Burhan dan mereka saling ejek. Ah mereka ini kayak anak kecil yang rebutan gundu.
***
Akhirnya Hafidz benar-benar tidak mau ditemani, aku juga pulang sendiri karena tidak mau merepotkan Hafidz. Padahal dia mau mengantarkanku dengan mobilnya yang baru saja dibelikan Papanya. Aku geli saat kemarin dia menjelaskan kalau mobil itu bukan miliknya, dia hanya diberi amanat untuk membawa dan merawat mobil itu. Hafidz itu selalu merendah seperti itu.
Tapi sampai di depan rumah, aku melihat pemandangan yang membuat aku menghela nafas. Ryan sedang duduk di teras depan dan berbincang dengan Bapak. Maunya dia apa sih?
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Sini nak, ini dicariin nak Ryan."
Aku menyalami Bapak dan kini duduk di sebelah Bapak. Tidak mau menatap Ryan yang duduk di depanku.
"Baru pulang ya Zan?"
Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala, lalu menoleh ke Bapak.
"Udah mau maghrib Pak, mending masuk ke dalam. Angin sore nggak baik buat Bapak."
Bapak tersenyum dan menganggukkan kepala "Iya. Ini juga mau masuk, tadi cuma nemenin nak Ryan. Ya udah Bapak masuk dulu ya? Nak Ryan bapak tinggal ya?"
"Iya Pak."
Ryan menganggukkan kepala bahkan kini beranjak berdiri untuk memapah Bapak melangkah masuk ke dalam rumah. Aku hanya menghela nafas lagi. Dia itu kenapa sih? Aku sudah tidak mau bertemu dengannya lagi. Aku hanya melirik Ryan yang kembali duduk di depanku.
"Kamu maunya apa sih?"
Ryan kini tersenyum kalem kepadaku. "Aku cuma ingin silaturahim sama Bapak. Kamu kok nggak bilang Bapak habis operasi juga?"
Aku hanya mengangkat alis mendengar pertanyaannya. Ryan kini menyugar rambutnya dan mencondongkan tubuhnya ke depan, dan menatapku lekat. Tatapan matanya tidak bisa membuat aku terpesona lagi seperti dulu saat aku jatuh cinta dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Zandal Jepit in Love 😍
RomanceBagaimana jika sosok humoris dan tidak bisa diam bertemu dengan sosok yang jutek dan pendiam? zanna Prameswari dan Hafidz Zaafarani bertemu akankah mereka cocok? atau dua kutub yang berlawanan arah akan semakin menjauh?