Bab 15: Tidak Jadi Putus ✔

14 2 0
                                    

Bismillah. Halo teman-teman, terima kasih sudah membaca SMC. Insya Allah akan di-update setiap hari.

[]

Desember 2015

Setiap kali ada kesempatan pulang, bertemu Randi adalah tujuan utama Rire. Kali itu Randi yang menemui Rire di rumahnya. Pertemuan itu diawali dengan pertengkaran kecil. Rire marah sebab Randi tidak menepati janji, yang seharusnya datang pukul lima sore, justru datang pukul tujuh malam.

Randi datang dengan terengah-engah, persis seperti lelah. Rire yang masih marah tentu gengsi bertanya kenapa.

"Maaf baru bisa ke sini. Tadi ngantarin sepupuku yang baru datang dari kampung. Mereka ngajakin aku jalan-jalan ke pasar malam, jadi tadi aku nemenin mereka dulu."

Rire masih diam, wajahnya cemberut. Sekilas ia melihat Randi yang mengenakan kaos sanggar berwarna merah dan celana jins selutut.

Randi tahu Rire enggan bicara, ia tetap menjelaskan, "Terus pas mau ke sini, motorku malah mogok. Bukan motorku, sih, motornya Paman. Tuh kamu lihat," tunjuknya ke motor itu, "tadi aku dorong motornya. Untung ketemu bengkel, tapi lumayan juga bikin capek," ia mengibaskan jari, terlihat kepanasan.

Rire menatapnya, mulai iba. "Kenapa maksain tetap ke sini?" tanya Rire.

"Aku mau ketemu kamu. Nggak apa-apa. Cinta butuh perjuangan, kan?" ucapnya tersenyum. Terlihat sekali ia benar-benar lelah.

"Kamu mau minum?" tawar gadis itu, Randi menggeleng. Mereka kini duduk di kursi masing-masing. Keduanya mulai mengobrol, tetapi Rire tidak begitu banyak bicara. Ia masih sedikit marah.

"Kok diam?"

"Nggak apa-apa."

"Kalau marah ntar cepat tua," canda Randi.

Rire lalu menekuk kedua kakinya di atas kursi yang ia duduki. Randi tersenyum. Ia lalu mengarahkan tangannya pada Rire, ada dua gelang di sana. "Kamu mau yang mana?"

Rire melihat gelang itu, satu berwarna cokelat dan satu berwarna krem. Rire pun memilih warna cokelat.

"Re, kamu tahu nggak? Tiap aku beli gelang butiran kayak gini, aku pasti hitung dulu jumlah butirnya. Kalau pas 33 butir, bisa dijadiin tasbih."

Rire mengiyakan. Itu pemikiran yang masuk akal menurutnya. Berzikir menggunakan tasbih maupun jari tangan, dua-duanya pilihan yang sama baiknya.

Tidak lupa Rire berterima kasih atas gelang itu. "Kebesaran," ucapnya malu saat memasangnya ke tangan.

"Ya udah. Kamu simpan aja."

Telepon tiba dari Tisa, meminta Randi untuk menjemput adik-adik sepupunya yang sengaja ia tinggalkan di pasar malam demi bertemu Rire. "Hah? Jadi tadi kamu ninggalin mereka gitu aja?" tanya Rire usai Randi menjawab telepon. Randi terkekeh pelan. Mencuri kesempatan harus ia lakukan meski terdesak.

Tisa menelepon lagi, meminta Randi untuk segera menjemput. Randi sedikit mengeluh. "Gimana, Re?"

"Kamu jemput buruan. Kasian mereka nungguin."

"Hm, aku masih mau ngobrol."

Karena kondisi itu, kemudian Randi bersiap pulang. Sebelumnya mereka duduk di tangga teras, tampak Randi memasang sandal gunung di kakinya. Selesai itu ia berpamit, "Aku pergi dulu ya, Re."

Salahku Menempatkan Cinta [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang