Alergi atau Santet?

17 3 8
                                    

Sudah beberapa bulan terakhir, kulitku menjadi aneh. Tiba-tiba ruam merah sering kali muncul yang disertai rasa gatal. Namun biasanya itu tidak akan bertahan lama, hanya sekitar 30 menit saja. Meski hanya 30 menit, akhir-akhir ini frekuensi munculnya ruam itu semakin meningkat sehingga itu mulai menggangguku.

"Nee nee, jadi bagaimana? Sudah pergi ke dokter?" tanya teman yang tempat duduknya berada di sebelahku.

Aku mengangguk dan menjawab, "Sudah. Tetapi bahkan dokter pun tidak tahu aku kenapa. Yang jelas beliau bilang aku alergi terhadap sesuatu. Jadi, aku hanya diberi bedak khusus alergi."

"Oh, begitu ya. Kalau begitu semangat Hiyoko-chan. Kau pasti bisa menemukan alasan alergimu. Aku yakin!" ujar temanku sambil tersenyum.

"Yo, selamat pagi," sapa temanku yang baru datang.

"Un, pagi juga Yumi-chan," sapaku.

Yumi menaruh tasnya di kursi yang berada di depanku. Setelah menaruh tas, ia berbalik, "Kalian membicarakan apa tadi? Ayo beritahu aku, aku juga ingin tahu~"

"Soal alerginya Hiyoko-chan lho. Katanya dokter pun tidak tahu dia terkena alergi apa," jawab Rui, teman yang mengobrol denganku dari awal.

Tiba-tiba Yumi menggebrak meja, "Oh! Jangan-jangan ...."

"Apa?" tanyaku tidak sabar.

"Hiyoko-chan ... kamu tidak alergi, tapi kamu disantet!"

Aku merasa bingung, tetapi tanganku mulai gatal lagi. Lagipula siapa yang ingin menyantetku? Aku tidak ingat pernah membuat konflik yang membuat orang lain dendam padaku.

Setelah mengatakan itu, aku dan Rui hanya tertawa canggung. Ternyata tanpa kami sadari, teman kami yang bernama Yuzu sudah datang dan mendengarkan percakapan kami. Kemudian dia menjitak kepala Yumi. "Bodoh, mana mungkin," ujar Yuzu.

"Aku tidak bohong! Lihat itu, Hiyoko-chan mulai gatal-gatal lagi karena aku membicarakan santet!" kata Yumi sambil menunjukku yang refleks menggaruk tanganku karena gatal.

Rui menarik tanganku yang lain, "Eh jangan digaruk!"

Aku yang baru sadar dengan gerakan refleksku pun langsung berterima kasih, "Un, terima kasih sudah mengingatkan."

"Itu bukan karena disantet, itu pasti karena Hiyoko-chan alergi dengan kebodohanmu, Yumi," kata Yuzu.

Jelas-jelas itu hanya candaan, tetapi Yumi menganggapnya serius. "Oh benarkah? Kalau begitu mau uji coba?"

"Ano ne, Yumi-chan. Yuzu-chan hanya bercanda, jadi tidak perlu dianggap serius begitu," ujar Rui sambil tersenyum canggung.

"Tapi kurasa itu masuk akal. Itu harus kita coba," kata Yumi.

Yuzu yang kesal berbalik badan dan menanggapi, "Nah kan, benar-benar bodoh."

"Berhenti menyebutku bodoh. Jika memang kalian menganggap itu hal yang tidak mungkin terjadi, mengapa kalian takut mencobanya?"

Aku dan Rui saling bertatapan, aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Yumi tapi sepertinya dia bersikeras agar aku mencobanya. Aku tahu itu sangat tidak mungkin tapi ... apa yang dikatakan Yumi benar. Jika memang itu tidak mungkin, mengapa aku harus takut mencobanya?

Kami pun memutuskan untuk menguji cobanya sepulang sekolah.

∆∆∆

"Tunggu, kenapa aku diseret kemari?" tanya Zen, anak lelaki di kelas sebelah. Dia diseret ke kelasku oleh Yumi. Dan teman baiknya, Haru pun mengikuti. Haru hanya khawatir temannya itu akan membuat masalah di kelas lain.

Roller CoasterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang