Part 7

2.9K 359 62
                                        


Happy Reading Chinggudeul

Kalau di tanya perihal "Renanda Evanio Xavier", bagi Narrendra pemuda mungil itu orang yang sangat penting di hidupnya. Sosok sahabat yang selalu menemani hari harinya, sosok sahabat yang membuatnya bisa bangkit di masa masa terpuruknya. Sosok sahabat yang mengerti baik dan buruk dirinya.
Manis pahit, suka dan duka kehidupannya selalu di lalui bersama sahabat manisnya itu. Segala sesuatu yang di lakukan Narrendra pasti selalu di temani oleh Renanda. Dan karena hal tersebut, Narrendra sudah merasa memiliki sepenuhnya sosok sahabat mungilnya itu. Di tambah lagi semenjak Renanda di tinggal pergi oleh ayahnya entah kemana, Narrendra semakin merasa bahwa Renanda memang di takdirkan untuk selalu berada disisinya dan hanya untuknya. Tapi, hari ini sahabatnya itu menggoyahkan rasa kepemilikkannya itu.

Jatuh cinta katanya?

Dengan pria yang bahkan belum seminggu bersitatap dengannya? Bagaimana mungkin orang bisa dikatakan jatuh cinta hanya karena degupan di jantungnya yang menggila berdekatan dengan orang itu?

Narrendra tahu tidak seharusnya dia seperti ini kepada Renanda, tidak seharusnya dia seposesif ini, hanya saja memikirkan bahwa saat nanti Renanda akan bertemu belahan jiwanya dan akan meninggalkannya. Narrendra tidak siap, dia masih belum sanggup untuk membagi sahabat mungilnya itu dengan orang lain.

Narrendra menghembuskan nafasnya dengan kasar, pandangannya dia alihkan keluar jendela kamar Renanda.

Pintu kamar berderit, sosok sahabat mungilnya berjalan mendekatinya dengan membawa segelas kopi yang memang tadi belum sempat diminumnya.

Duduk berdampingan tanpa suara, belum ada satupun dari mereka berdua yang mau mengeluarkan sepata katapun.

Renanda menatap sahabatnya itu dari samping. Rahang tegas, hidung mancung serta bulu mata yang lentik. Kenapa dia baru menyadari bahwa sahabatnya ini begitu tampan. Renanda terkekeh kecil, yang di tatap pun sama sekali belum melarikan pandangannya dari arah jendela kamar Renanda.

"Na? Kamu marah sama aku?" Renanda bertanya dengan hati hati, takut malah membuat sahabatnya itu semakin emosi.

Tangannya dia larikan ke wajah tampan sahabatnya itu, memalingkan dengan pelan pandangan sahabatnya agar dapat ditatapnya dengan lebih bebas.

"Kalau lagi ngomong sama orang, tatap wajahnya dong" Ibu jarinya yang kecil membelai lembut pipi Narrendra.

Narrendra menghela nafasnya, entah untuk kesekian kalinya. "Apa benar kamu jatuh cinta sama atasan kamu?" lirih Narrendra dengan suara teredam didalam mulutnya.

"Ha? Kamu ngomong apasih?"

Narrendra memutar bola matanya dengan malas, "Kamu jatuh cinta sama atasan kamu?" lagi kali ini dia tanyakan dengan tegas.

Yang di tanya hanya terdiam, kepalanya tertunduk menatap kebawah. "Aku belum tahu pasti Na, entahlah, perasaan yang aku rasakan ini sudah dapat dikatakan cinta atau masih sekedar tertarik doang. Tapi setiap kali aku deketan sama dia, jantung aku rasanya mau keluar"

Narrendra menggenggam tangan Renanda yang masih membelai pipinya dengan lembut. "Aku belum siap kamu tinggalin Ren, aku gak siap" Narrendra mengusap pelan punggung tangan Renanda yang masih bertengger di pipinya dengan manis.

Akhirnya kalimat yang berusaha ingin dia ucapkan tersampaikan juga.

Renanda menatap dengan dalam mata Narrendra.

Selfish [HyuckRen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang