8

48 4 1
                                    

Jakarta, 24 September 2018

Biarkan semuanya berlalu, bagaikan nasi telah menjadi bubur. Semua hanya perlu di cerna, tanpa dihina. Semua hanya perlu dijalani, tanpa di maki. Jika dihadapkan pada sebuah kebahagiaan, tetaplah terus berusaha mencari sumber kebahagiaan, karena tak pernah ada yang abadi. Jangan pernah merasa puas jika sudah berbahagia, karena tak akan pernah tau kapan Bahagia itu akan Kembali direnggut.

- Bulan –

-0-

"Mbak, emang besok ada meeting kantor cabang baru?"

Tanya Chandra pada Mbak Joy, sekertaris kantor Bagas, selaku sekertaris yang memegang seluruh jadwal Bagas di perusahaan, sudah seharusnya Joy hapal betul apa yang Bagas telah, sedang, dan akan lakukan selama berhubungan dengan tugas kantor.

"Iya pak, ada meeting dan pak Wantono bakal dateng buat diskusi kantor cabang 2 di jakarta"

"Wah? Perekrutan besar – besaran juga?"

"Sepertinya gitu, ah, kayaknya juga bakalan pengumuman dirut kacab baru nanti"

"Hmm, apa pak Wantono gak ada niat buat jadiin saya direktur ya Mbak? Saya kan pinter ya mbak ya, rajin menabung"

"Jadi adeknya Bagas dulu, baru lo bisa jadi dirut!"

Dio menepuk pelan Bahu Chandra yang sedang berangan – angan menjadi dirut baru di kacab 2 jakarta.

"Lah gue kan emang udah jadi adeknya Bang Bagas?"

"Mimpi. Gaada tuh secuil pun kemiripan antara lo dan bagas"

"Lah gue ganteng? Pinter?"

"Ganteng, cancelled, pinter accepted, tapi sayangnya Bagas ga pinter, soalnya sering lo bodoh - bodohin"

"Oh gitu ya, berani ngomongin Bos di belakang?"

Bagas yang baru saja tiba di kantor, menenteng jas di lengannya, dan tas laptop di tangan yang menganggur menghampiri Ecan dan Dio.

"Sayangnya, gue di depan lo, kan keliatan seberapa pintar bos besar kita,"

Nada Dio yang menyindir sembari memberikan senyum miring ala dirinya, sudah biasa. Sejak kuliah Dio terkenal dengan Lamber Turah Angkatan, segala macem gossip dan fakta seluruh couple jurusan, hingga urusan akademik sangat ia kuasai dan pahami melebihi matkul statistika 6 sks.

"Ngomongin apa lo bedua? Kasi tau cepet."

"Pelantikan dirut baru kan? Siapa sih?"

"Nanti juga lo liat sendiri"

Terlihat air muka Bagas yang berubah menjadi getir. Sesuatu terjadi.

-0-

"Bapak sampun landing?"(Bapak udah landing?)

"Wis ki gas, nek ndak sempet njemput rene pak sandy wae rapopo" (Udah ni gas, kalo ga sempet jemput yang jemput kesini pak sandy juga gapapa)

"Mboten nopo – nopo pak, Bagas wae. Sekalian metu kantor iki" (Nggak apa apa pak, Bagas aja, sekalian keluar kantor ini)

"Oke, tak tunggu ndek cera e gate 2 yo"
(Oke, di tunggu di deketnya gate 2 ya)
"Oke pak."

Entah mengapa kalo ngomong sama Bapak, Bagas terbiasa menggunakan Bahasa Jawa yang mendominasi, beda dengan bunda, kayak males aja nanti mesti di ledekin, soalnya kemampuan Bahasa Jawa Bagas udah menurun semenjak pindah ke Jakarta, tapi Bapak santui kalo masalah Bahasa, yang penting bisa di pahami.

Jurnal Harian BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang