"Daniel."Hening.
"Daniel?"
Masih tidak ada jawaban. Suara helaan napasnya keluar. Ia menggeser duduknya lebih mendekat dan menundukkan kepalanya, menyesal.
"Aku tahu kau marah, Niel, aku minta maaf karena telat. Tiba-tiba ada urusan mendadak di kantor. Benar-benar tidak bermaksud untuk telat kok!" ucapnya, menjelaskan.
Meski ia sudah menjawab semua pertanyaan yang sebenarnya tidak dilontarkan padanya, angin sepoi-sepoi yang masuk dan meniup poninya masih menjadi balasannya.
Ia menghembuskan napasnya lagi dan menatap ke luar jendela pada jingganya sang langit dengan serpihan kapas putih nenyelimuti sang mentari yang tengah berpindah ke sisi bumi lainnya.
Daun-daun kekuningan pun berjatuhan satu per satu, terbawa tiupan lembut angin sore tanpa arah yang jelas. Pemandangannya luar biasa walaupun dari jendela.
Maniknya kembali terkunci pada titik awal. Belum ada perubahan yang berarti. Daniel tampaknya marah besar, pikirnya.
Ia mengambil barang yang dibawanya dan menaruhnya di nakas. Senyumnya terpatri indah tatkala melihat barang tersebut, namun tidak dengan Daniel.
Wajahnya tetap tidak berekspresi sedikitpun bahkan enggan menatapnya.
Seongwoo menggapai telapak tangan Daniel dan mengaitkan dengannya erat-erat. Tidak dilepaskan oleh si pemilik, pria manis itu semakin melebarkan sudut bibirnya. Fakta bahwa pria tampannya ini menerima tangannya saja sudah membuat hatinya meringan dan bisa bernapas lega.
Mungkin.
"Kau tahu? Tadi aku harus ribut dulu dengan Minhyun untuk membawa barang itu," ujarnya.
"Entah kenapa aku ingin membawanya hari ini... aneh tidak?" tanyanya, tidak menyerah.
"Sepertinya aneh tapi ya sudahlah." Matanya terus memandangi paras rupawan yang bergeming, senyumnya menghilang. Bibirnya tertekuk ke bawah sebagai gantinya.
"Kau masih marah ya? Apa aku pulang saja?" Seketika genggamannya terasa menguat sebentar. Ia mengerjap, memproses apa yang baru saja terjadi.
"Baiklah. Aku akan tinggal lebih lama sebagai gantinya," ujarnya lagi. Lalu irisnya ia arahkan ke barang bawaannya, sekelebat memori terputar di benaknya.
"Switer merah itu, kau ingat tidak?"
Diam.
"Ah! Mana mungkin kau lupa betapa bodohnya aku hari itu, astaga mengingatnya saja aku malu!" erangnya. Pandangannya masih terletak pada prianya, tak berubah sejengkalpun.
Sesuai dengan pergerakkan Daniel.
Jarinya mulai mengusap tangan pria tampannya, "Niel... padahal kita berdua ada di atap yang sama, mengapa aku masih merindukanmu?" tanyanya yang sudah pasti akan terabaikan.
"Kau ada di sampingku, di hadapanku, sedekat ini, tapi aku merasa seperti tak pernah bertemu selama bertahun-tahun," lanjutnya. Napasnya terbuang entah yang ke berapa kalinya sekarang.
"Kang Daniel, kapan kau akan menjawab omonganku? Apa kau sangat marah sehingga begitu betah terdiam seperti ini? Kau sedang membalaskan dendammu?" tuturnya lirih, hampir layaknya sebuah bisikan.
Kristal bening membebaskan diri mereka dari kelopaknya tanpa seizinnya, membasahi kedua pipinya. "Walaupun kau tidak ingin bertemu denganku, aku tetap akan di sini dan terus menunggumu sampai kau mau berbicara padaku. Aku tidak akan menyerah."
"Karena aku mencintaimu..." Ia tertawa dalam isaknya dan menghapus air matanya. "Aku tahu aku telat mengatakannya, maafkan aku."
"Aku mencintaimu, Daniel. Selalu," ucapnya tak henti-hentinya.
"Aku merindukanmu, Daniel."
Tak lama bunyi datar menghantui ruangan itu.
Mimpi buruk Seongwoo...
Sedang terjadi.
THE END
Tidak ada yang ingin ku sampaikan lebih lanjut kecuali ini hampir 500 kata dan jangan lupa buat terus pantau hari selasa. Terima kasih.
Sul-sul yeoreobun!
GM_Goldenmoon
![](https://img.wattpad.com/cover/240696223-288-k876805.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CUP OF COFFEE [OngNiel Project]
FanficA shot of story to refresh your day OngNiel Fanfiction OngNiel Project