"Kenapa melamun?" Suara lembut wanita paruh baya membuyarkan lamunan Aruna.
"Enggak apa-apa, Ma." Ia tersenyum saat menyadari kini sang mertua telah duduk di sampingnya.
"Enggak baik wanita hamil banyak melamun." Bu Widya menyodorkan segelas susu yang ia bawa dari dapur pada Aruna.
"Makasih, Ma. Maafin Runa." Aruna menerima dan meminum susu yang dibawakan mertuanya dengan perasaan bercampur. Entah untuk apa maaf yang ia ucapkan, untuk ia yang terlihat sering melamun atau ia yang kini kembali hadir dalam hidup putra dari wanita di sampingnya ini.
"Setelah ini, istirahatlah. Rio bilang sama Mama kalau dia akan pulang terlambat." Bu Widya beranjak meninggalkan Aruna yang kini melihat kepergiannya.
Menatap gelas yang telah kosong, Aruna mengembuskan napasnya kembali. Benarkah tempatnya di sini?
***
Ceklek
Suara pintu yang terbuka membuat Aruna yang masih terjaga segera menutup rapat matanya. Bukan ia tak ingin menyambut seseorang yang memasuki kamar saat jam menunjukkan pukul dua dini hari, tapi ia hanya tak ingin membuat orang itu semakin membencinya.
"Aku tahu kamu belum tidur." Suara berat menyapa pendengarannya disusul suara pintu kamar mandi yang terbuka dan tertutup kembali.
Wanita itu membuka matanya, menatap pada pintu kamar mandi yang tertutup rapat. Pria yang ada di dalam sana, Aruna tak lagi mengenalinya. Bukan keinginannya berada di sini, hanya entah takdir seperti mempermainkannya saat ini.
***
"Rio, aku mau kita putus." Suara Aruna terdengar serius.
"Putus?" Rio yang tengah memegang buket bunga terkejut mendengar ucapan kekasihnya. Hari ini niatnya datang ke rumah Aruna untuk melamar gadis itu, namun keinginan tak terduga dari sang kekasih membuat hatinya bertanya-tanya.
Tiga tahun menjalin hubungan, nyatanya tak menjamin jika hubungan keduanya akan berakhir di pelaminan dengan janji suci sebagai tujuan. Keinginan Rio harus kandas saat Aruna meminta untuk mengakhiri semua. Semua sekarang percuma, cincin yang ia siapkan tak bisa ia sematkan pada pemilik hatinya.
"Maafkan aku ... Selama sebulan ini aku menjalin hubungan dengan atasanku. Dan aku tak ingin lagi membohongimu, Rio." Aruna menunduk dalam. Rasa bersalah yang sebulan ini ia tahan membuatnya harus mengakhiri semua, penghianatannya pada sang kekasih tak akan mungkin bisa termaafkan.
Tak ada jawaban apapun dari Aryo Kusuma -Rio-, hanya sebuah buket bunga mawar yang kini teronggok di depan kaki Aruna dan kemudian disusul langkah kaki Rio yang menjauh. Setelah itu ia tak lagi menemukan Rio di manapun, Rio diam-diam berpindah kota, menyingkir dan menjauh dari Aruna untuk mengobati luka patah hatinya sendiri.
***
Jejak basah terasa saat Aruna menyadari ia terlalu lama larut dalam memorinya. Ia hapus air matanya cepat bertepatan pintu kamar mandi yang kini terdengar dibuka. Membelakangi pria yang kini berstatus sebagai suaminya, dan melanjutkan kepura-puraannya.
Sesaat setelah seseorang menjauh dari ranjang, mata Aruna kembali terbuka. Ia tahu jika suaminya kini tengah menata bantal dan bersiap tidur di sofa seperti malam-malam setelah mereka menikah. Ya, hubungan ini bagi Aruna hanyalah sekedar kepura-puraan saja. Tak ada sentuhan ataupun kemesraan yang suaminya berikan, hanya sebuah tanggung jawab yang sepantasnya dijalani.
"Tidurlah, sudah malam." Hanya ucapan singkat pria itu yang mengiringi mata Aruna untuk terpejam menuju alam mimpi. Semoga kali ini ia bisa benar-benar melepaskan semua dengan bermimpi.
...
Pemanasan dulu ya. Hehehehe
Makasih udah mampir baca 😊😊😊
Saran kritik diterima dengan senang hati. Gunakan bahasa yang baik ya.Salam sayang
Rey 💟💟💟
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta Kedua
RomanceAruna, ia mencintai Rio namun cintanya berubah ketika ia tergoda pesona pria lain. Hingga suatu ketika keadaan membuat Aruna secara tiba-tiba bersanding dengan Rio yang sebenarnya sudah akan menikah dengan jodoh yang sebelumnya telah disiapkan sang...