Suara gemericik air dari dalam kamar mandi perlahan membangungkan Aruna yang tanpa sengaja tertidur ketika menunggu Rio pulang. Tunggu, kenapa dirinya bisa berada di kamar? Ia ingat betul jika terakhir kali tadi ia duduk di sofa sambil menonton televisi.
Cahaya lampu menyeruak seiring pintu kamar mandi yang terbuka, menampilkan Rio yang kini dalam keadaan segar dengan pakaian yang telah berganti. Aruna diam-diam memperhatikan gerak gerik suaminya hingga pria itu tenggelam dalam kekhusukan ibadah. Aruna melihat ke arah dimana jam dinding berada, jam dua malam. Apakah Rio baru saja pulang?
"Lapar?" suara Rio memecah lamunan Aruna.
Aruna tak menjawab apa pun, hanya gelengan kepala serta mata yang kembali terpejam. Ia tahu apa yang akan terjadi setelah ini, Rio mengambil bantal serta selimut. Namun, gerakan tangannya terhenti ketika Aruna tiba-tiba bangkit, mengambil bantal serta selimutnya kemudian tanpa kata berpindah ke atas sofa dan tertidur di sana.
"Run, tidur di kasur." Rio mendekati Runa yang kini tak sedikitpun terusik oleh suaranya.
"Aruna, tolong tidur di tempatmu." Pundak Aruna diguncang lembut.
"Mas Rio pasti lelah, tidur aja di sana. Aku sedang ingin tidur di sini," jawab Aruna dengan mata yang masih terpejam.
Rio hanya menghela napas kemudian berbalik, mungkin Aruna memang sedang ingin tidur di sana. Kata orang, ibu hamil kadang ingin makan atau melakukan sesuatu yang di luar kebiasaannya. Dan tak berapa lama, mata Rio benar-benar terpejam rapat, hari ini dia benar-benar merasa lelah.
***
Suara ketukan pintu membuat Aruna yang sedang memasak terpaksa menghentikan kegiatannya. Suaminya telah berangkat kerja pagi-pagi sekali tanpa sempat sadapan terlebih dahulu, hingga ia berniat membawakan bekal makan siang untuk Rio ke kantor.
Pintu yang terbuka menampilkan perempuan paruh baya yang tidak pernah Aruna lihat sebelumnya, Aruna mengernyit melihat wanita di depannya, dengan dandanan yang sedikit menor serta pakaian yang hanya sekilas bisa menunjukkan jika wanita itu pasti dari kalangan yang sangat berada.
"Maaf, Ibu cari siapa ya?" Aruna bertanya dengan sopan.
"Jadi, kamu wanita murahan yang bikin anak saya celaka?!" sebuah jawaban dengan nada ketus langsung terdengar di telinga Aruna.
"Anak Ibu? Celaka? Maaf, maksud Ibu apa ya?" Aruna benar-benar tidak mengerti maksud ucapan wanita itu.
"Kamu kan yang udah bikin Rio ninggalin Shila tepat di hari pernikahan mereka, sampe Shila memilih pergi dari rumah dan kecelakaan!" Wanita itu tak segan menunjuk tepat di depan wajah Aruna.
"Shila?" Aruna membeo.
"Iya, kenapa? Kaget? Jangan harap kamu akan bahagia setelah apa yang kamu lakukan pada putri saya. Kamu itu tak lebih dari wanita perusak hubungan orang! Wanita perebut tak pernah pantas buat hidup bahagia, Camkan itu!" Wanita itu pergi meninggalkan Aruna yang kini berdiri mematung.
Perebut? Apakah itu julukan yang pantas untuk Runa, jika nyatanya justru Rio-lah yang datang padanya dan memaksa Aruna untuk mengambil tanggung jawab atas kandungan Runa yang tak seharusnya ia lakukan, apalagi pria itu tak pernah mengatakan apa pun mengenai kehidupannya. Bpahkan, Aruna baru tahu jika Rio akan menikah ketika pria itu telah menikahinya di bawah tangan dan mengenalkannya pada orang tuanya, pada keluarga besar bahkan Shila pun ada di sana saat itu, hingga sang papa mengalami serangan jantung karena terkejut.
Air mata meluncur bebas dari mata Aruna, dalam benak dan pikirannya tak pernah sekalipun ia bermaksud merusak hubungan siapapun. Tapi kenapa keadaan malah memaksanya untuk menjadi pihak yang bersalah?
Aruna benci dirinya sendiri. Aruna benci keadaanya. Andai bukan Rio orang yang menolongnya, andai ini tak terjadi padanya. Dan semua pengandaian itu hanya akan sia-sia karena tak akan merubah apapun kecuali penyesalan yang semakin dalam.***
"Ini, makan siangnya. Maaf kalau aku mengganggu." Aruna mengangsurkan kotak bekal yang ia bawa ke hadapan Rio.
"Terima kasih." Hanya sebuah jawaban singkat yang Rio berikan, namun tak sedikitpun ia menyentuh kotak itu.
"Duduk saja. Nanti aku makan," ucap Rio saat ia tak mendengar suara apa pun dari Runa yang masih berdiri di sebelahnya.
"Aku pulang saja, jangan lupa dimakan." Aruna tersenyum dan berbalik. Jujur saja ketika ia melihat Rio, bayangan kejadian ibu Shila yang memakinya sangat mengganggu pikiran Runa. Ia tak ingin mengatakan apa pun pada Rio, cukup ia sendiri saja. Aruna tak ingin terjadi masalah lagi jika Rio tahu apa yang telah terjadi padanya tadi.
"Hati-hati."
Aruna melangkahkan kakinya keluar gedung dengan gontai, bisik-bisik karyawan yang terdengar sejak ia pertama menginjakkan kakinya di sana semakin merusak perasaannya. Entah siapa yang menyebarkan gosip di kantor itu jika ia telah menjadi pihak ketiga yang berhasil menggoda Rio.
Selama perjalanan ia kuatkan batinnya sendiri agar kuat menghadapi semua omongan negatif yang melekat padanya semenjak ia menikah dengan Rio. Runa pun semakin merasa bersalah ketika Rio terseret menjadi bahan gosip di kantornya sendiri, serta Shila yang kecelakaan dan terluka karena secara tidak langsung ia yang jadi salah satu penyebabnya.
Aku harus bagaimana? Jerit Aruna dalam hatinya yang terasa semakin sesak.
...
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Cinta Kedua
RomanceAruna, ia mencintai Rio namun cintanya berubah ketika ia tergoda pesona pria lain. Hingga suatu ketika keadaan membuat Aruna secara tiba-tiba bersanding dengan Rio yang sebenarnya sudah akan menikah dengan jodoh yang sebelumnya telah disiapkan sang...