Seperti layaknya lalat yang memiliki racun pada sayap kirinya dan penawar pada sayap kanannya. Hujan juga akan seperti itu. Jika kau pernah terluka karena hujan. Maka, Hujan jualah yang akan menyembuhkan luka itu.
©Rainsy™
Sembari menikmati permen pemberian Awan dengan tangan yang sibuk mengeringan rambutnya, Hujan mulai menjelajahi seisi ruangan yang mirip apartemen pribadi itu dengan penuh rasa penasaran. Dimulai dari deretan rak buku tebal yang berada di samping meja makan, jari telunjuknya terus bergerak menghitung seberapa banyak buku tebal dengan berbagai macam tema yang Awan miliki. Dua rak buku yang terisi penuh. Apakah mungkin Awan juga merupakan seorang kutu buku seperti temannya, Tomi?
Hujan melipat kedua tangannya di depan dada saat mendapati dapur minimalis di depannya terlihat sangat bersih dan elegant. Dilihat dari peralatan masaknya yang terbilang lengkap, mungkinkah Awan juga memiliki bakat menjadi seorang Koki, seperti Kakaknya, Luci.
Hujan kembali melanjutkan pengamatannya. Kali ini giliran dinding putih yang lebih mirip seperti kertas besar berisi komik Jepang itu yang menjadi fokus Hujan. Kelima jemari lentiknya yang menyusuri tiap garis yang membentuk lekukan wajah dari salah satu tokoh pria dalam komik tersebut, memaksa Hujan untuk sekali lagi terpana dengan kekreatifan tangan pemuda yang baru dikenalnya tersebut. Melihat gambar komik tanpa dialog di hadapannya begitu sempurna, Hujan yakin sekali, bahwa Awan memiliki bakat bagus sebagai seorang komikus andal. Di tengah kehusyukan Hujan yang masih menatap kagum gambar di depannya, sebuah hal janggal yang baru terpikirkan olehnya membuat Hujan tertegun.
"Tunggu sebentar. Jika ini adalah rumah tempat Awan tinggal, lalu ..., di mana tempat tidurnya?" Hujan memutar tubuhnya, menyapu setiap sudut dalam ruangan yang benar-benar seperti sebuah apartemen kecil itu dengan wajah serius. Di dekat pintu masuk, ada sebuah televisi LCD yang menempel di dinding dengan meja kaca warna hitam persegi yang diapit dua buah sofa di bagian Timur dan Selatan. Lalu terdapat bufet lemari berisikan banyak perabot yang terbuat dari keramik. Sedangkan di bagian kanan tempat Hujan berdiri sekarang, terdapat dua buah rak buku yang menjadi sekat antara ruang TV dan sebuah dapur yang lengkap beserta meja makan bundar yang hanya cukup untuk ditempati dua orang saja. Sebenarnya, di balik bufet lemari berwarna hitam itu terdapat sebuah ruang lagi tapi ruangan itu kosong. Hanya terdapat lampu meja di sudut ruangan yang berseberangan dengan pintu kamar mandi.
"Benar. Dia, tidak memiliki tempat tidur." Hujan terdiam sesaat sebelum di detik berikutnya, sebuah prasangka buruk kembali menyerang pikiran waras gadis remaja itu. "Astaga! Apa mungkin Awan adalah Vampire seperti Edward Cullen yang juga tidak butuh tempat tidur karena bangsa mereka memang tidak tidur?" Memikirkan hal itu, tubuh Hujan menjadi limbung. Jika tidak berpegangan pada sandaran kursi di meja makan, bisa saja Hujan akan jatuh. Tapi, bukankah ini berlebihan? Mana mungkin juga 'kan seorang vampir tinggal di negara yang menjunjung tinggi Ketuhanan?
Hujan menggelengkan kepalanya beberapa kali. Untuk melenyapkan prasangka buruk yang didasari oleh film kesukaannya sendiri. Untuk menenangkan kembali otaknya yang terlalu berlebihan memikirkan hal yang mustahil, Hujan memilih untuk mengintip rinai hujan yang masih turun begitu deras di balik jendela kaca berukuran besar yang terhalang oleh horizontal blind (tirai yang terbuat dari bahan aluminium dengan stick control untuk mengatur sinar matahari yang masuk).
"Kenapa dia harus memasang ini pada jendela ya? Ini sangat menggangguku untuk melihat seberapa cantiknya hujan di luar sana," gumam gadis itu membuat celah lebih lebar lagi pada horizontal blind menggunakan tangannya.
"Tentu saja alasannya karena aku tidak suka melihat hujan. Makanya aku membuat ini untuk menghalangi mataku agar tidak dirusak oleh tetesan Monster yang masih jatuh di luar sana." Dengan nada yang begitu tenangnya, Awan yang entah sejak kapan berdiri di belakang tubuh Hujan yang tingginya hanya sebatas lehernya itu, benar-benar membuat Hujan terkejut. Dan refleks memutar tubuhnya sesaat setelah Awan menutup rapat tirai itu. Hujan langsung menarik wajahnya mundur, ketika menyadari Awan yang sengaja membungkukkan sedikit tubuhnya itu begitu dekat dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Veins (Hujan di atas Awan)
RomansaMasa lalu yang kelam, telah menjadikan Awan pribadi yang dingin dan sulit untuk didekati oleh banyak orang. Akan tetapi di lembaran baru kehidupannya, kehadiran seorang gadis bernama Hujan yang selalu ceria, telah sanggup menembus dan memberikan keh...