Warn : This Story' contain an adult theme
Kim Taehyung X Jeon Jungkook
.
.
.
Untuk remaja yang sudah genap berumur dua puluh tahun sejak tiga bulan yang lalu, Jungkook tidak seharusnya meramu gelisah di antara malam yang sepinya mengalahkan kuburan. Tekadnya bahkan sudah bulat sejak Jimin mengajaknya untuk merantau di negeri orang demi mencari pundi-pundi uang lalu menabungnya hingga bisa membeli Toyota Ford. Tentu saja anak itu bangga mengingat betapa susahnya berjuang di tahun-tahun pertama, hampir saja ketakutannya berbuah petaka tatkala cicilan mobil sempat menunggak selama enam bulan.
Memikirkan hal itu membuat fokus Jungkook terbelah bahkan ketika Jimin menegurnya.
"Aku ingin makan malam bersama Yoongi, mungkin pulang besok pagi."
Meh! Makan malam katanya? Makan malam macam apa yang pulangnya pagi kalau tidak ada plus-plus yang mengiringinya. Jimin kira sepolos apa otak Jungkook sampai tidak menyadari makna yang tersirat demikian halus? Bahu Jungkook praktis melorot merespon perkataan Jimin yang barusan.
Jimin tertawa melihatnya, memaklumi bahwa Jungkook memang tidak suka ditinggal pergi sendirian sejak dulu. Maka dari itu, sebagai pemuda yang lebih tua lima tahun dari Jungkook, Jimin mengelus puncak kepalanya dan berkata, "Aku sudah memberi tahu Kim Taehyung jika kau sendirian di apartemen. Dia datang lima belas menit setelah kepergianku nanti, bukan masalah, kan?"
Justru itu masalahnya! Kim Taehyung—sahabat Jimin yang kerap menatapnya dengan tatapan intens itu punya segudang kemisteriusan jika menyangkut soal kehidupannya. Berdasarkan gosip yang beredar di kalangan anak-anak Michigan, pemuda itu kerap pergi ke Kartel Timur demi kesenangan semata. Desas-desusnya Kartel itu adalah tempat kerjasama paling aman untuk sekelompok orang dalam bertransaksi senjata ilegal, minuman keras dan obat-obatan terlarang.
Jungkook merinding disko, tentu saja. Pikirannya mengawang-awang ke kejadian seminggu lalu, kembali mengingat bagaimana pertemuan pertama mereka berlangsung tidak menyenangkan di Kartel ketika menemani Jimin hendak belanja minuman keras.
"Seingatku, Jimin tidak punya kelinci semanis ini di apartemennya. Siapa namamu, sayang?" Taehyung bertemu Jungkook pada malam itu, seakan menelanjanginya dengan sekali tatap.
"J-jeon Jungkook ..." Jungkook beringsut menjauh dari jangkauan tangan besar Taehyung. Sekarang dirinya benar-benar menyesal akibat pergi terlalu jauh dari pengawasan Jimin, ia praktis kehilangan entitas Kakaknya. "Aku bukan kelinci, aku manusia."
Ah, Taehyung menyeringai. Kelinci itu menolak afeksi Taehyung dan lebih memilih mengibarkan bendera perang. Rupanya Jungkook tidak tahu bahwa pemuda itu menantikan saat-saat ini. Saat di mana Jungkook menantangnya secara tak kasat mata, menantang singa yang sedang tertidur agar cepat-cepat menaklukkan seekor kelinci pembangkang.
Namun, sebelum Taehyung dapat meraih tengkuk Jungkook, Jimin datang membawa peti berisi alkohol yang sudah di pesannya. Otomatis, Jungkook segera menghampiri Jimin dan mengalihkan peti itu ke tangannya. Jungkook menarik napas lega. Mereka saling menyapa seperti kawan lama yang tidak bertemu selama sepuluh tahun. Jungkook melihat semua interaksi mereka hingga Taehyung memutuskan mengantar mereka ke parkiran tempat Mobil Jimin.
"Terima kasih, Taehyung. Aku akan mengundangmu kapan-kapan ke apartemenku. Jungkook juga tinggal di sana sejak ku ajak merantau bersama."
Taehyung menyunggingkan senyum, ditatapnya Jungkook yang sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil. "Aku sangat menanti itu, Jimin. Hubungi aku kapanpun."
Celaka! Siapa yang tahu bahwa hari ini Jimin mengesahkan undangan basa-basi itu, membolehkan Taehyung memasuki apartemennya dengan dalih menemani Jungkook sendirian. Demi Tuhan, Jungkook sudah memasuki usia kepala dua dan ia tidak takut sama sekali jika ditinggal sendiri. Jungkook sudah pasti uring-uringan, bagaimana jika Taehyung berbuat sesuatu yang tidak-tidak kepadanya?
Tiba-tiba listrik seluruh apartemen mati, kamar Jungkook praktis gelap gulita. Hanya sinar dari ponsel miliknya saja yang menuntunnya keluar kamar. Ia meraba dinding, galon air, guci antik milik Jimin—apapun yang sekiranya bisa bisa dipegang karena ia harus hapal letak-letak barang yang ada di sana sebelum ponselnya kehabisan baterai.
"Sial, aku lupa mengisi baterai, bagaimana ini?"
"Itu bagus, manis."
Dada Jungkook berdegup kencang, ia menoleh ke belakang dan mendapati entitas yang dikenalnya sedang duduk seraya mengangkat kaki. Itu Taehyung! Bagaimana dia bisa masuk ke sini?!
"Apartemen ini sangat kuno, Jungkookie. Mereka masih pakai ID Card untuk membuka pintu. Oh, dan Jimin baru saja memberikan benda ini kepadaku agar bisa masuk dan bermain petak umpet dengan kelinci kesayanganku."
Tangan Jungkook bergetar, baterai ponselnya tersisa 2% dan Taehyung memegang ID Card asli milik Jimin. Jungkook tidak dapat berbuat apapun selain mengeluarkan air mata. "Di mana Kakakku, sialan?!"
"Oh, Jimin? Dia bagian dari rencanaku, sayang. Dia ingin sekali menempati jabatan tertinggi di Kartel timur sedari dulu. Aku mengamininya namun itu semua tidak gratis. Sebagai gantinya, Jimin harus menghamili Yoongi malam ini selagi anak buahku merusak jaringan listrik di apartemen ini." Taehyung berujar, tangannya terampil memainkan ID Card Jimin. "Karena dengan begitu, Jimin akan sibuk mengurus kehamilan Yoongi dan perangai pernikahannya. Aku jadi punya kesempatan untuk bermain sedikit denganmu."
Jungkook menggigit bibirnya menahan isak tangis, baterai ponselnya tersisa 1% dan Taehyung mulai bangkit dari duduknya. Perbedaan tinggi yang kontras di antara keduanya membuat Jungkook terlihat mungil. Taehyung mendekatkan diri dan berbisik di telinga Jungkook, "Bersembunyilah selagi bisa, Jungkookie ... Namun, sekali saja ku temukan, kau akan jadi milikku seutuhnya. Kau akan menjadi pasanganku, Kim Taehyung—penguasa Kartel Timur dan Barat."
Seketika itu juga, cahaya ponsel Jungkook meredup dan hilang. Layar pipih itu mati total dan jatuh ke lantai. Tak buang-buang waktu, di dalam kegelapan yang menelannya secara perlahan, Jungkook harus bisa menghindari kejaran pemuda gila itu. Jungkook harus memutar otak agar dirinya dapat bersembunyi tanpa diketahui Taehyung.
Jungkook berlari menjauh, matanya mengernyit akibat tidak biasa berlari dalam gelap. Apartemen ini cukup luas dan Jungkook berkali-kali tersandung barang-barang keras seperti meja makan, kaki piano, treadmill dan lain-lain. Jungkook tidak punya pilihan lain selain bersembunyi di balik pintu kamar mandi.
Taehyung berjalan santai seraya mengeluarkan tali tambang dan borgol beludru. Ah, melihat alat-alat ini yang nantinya akan melekat ditubuh Jungkook membuat sesak dibawah sana. Taehyung menjilat bibirnya, tak sabar untuk segera mencicipi hidangan malamnya itu.
[]
Xev's Note : u guys r awesome! Really!
Siapa yang setuju ada part 2 nya? Angkat kaki!
By the way, khusus part ini Xev akan dedikasikan untuk Kak himma-fi yang udah baik banget nge-guide aku. She have beautiful soul, she created many beautiful stories too and she's my inspire.
Kak himma, kalau kakak baca ini aku harap Kaka selalu dalam keadaan sehat ya. Aku selalu doain kaka tidak hanya lancar menulis, tapi semoga dilancarkan juga dalam menghadapi suatu problematika apapun itu. Semangat, semangat, semangat!
KAMU SEDANG MEMBACA
THE BOTTOM OF KOOK
Hayran Kurgu[ONESHOT/TWOSHOT ONLY AND FREE PAIRING] Ini untuk kalian yang melibatkan Jeon Jungkook di tengah obsesi, yang memandangnya lewat fantasi dibalik tembok birahi. Ini untuk kalian yang berstigma ria bahwa pemuda itu memang pantas dikuasai. Bercengkram...