Duka membawa Petaka

1.4K 236 47
                                    

Duka menyelimuti kediaman Sabaku sebab anak tertua di keluarga itu kini tengah tertidur damai di dalam peti putih bertabur bunga. Isak tangis masih terdengar walau semakin samar, sang kepala keluarga tampak berusaha tegar guna mensugesti yang lainnya bahwa semua akan baik-baik saja.

"Sakura," lirih Ino yang berdiri beberapa langkah dari Sakura.

Tak hanya Ino di sana pun turut berdiri Tenten, Neji, dan Sasuke. Melalui lirikan mata Sakura menatap keempatnya, pancaran ketidaksukaan Sakura berikan pada keempatnya.

"Keluarga duka berada di sudut ruangan, lantas kenapa kalian kemari?" sinis Sakura kembali menatap lurus, menatap sosok Gaara dan Shikamaru yang terdiam menatap peti Temari.

Kedua pemuda itu sejak semalam enggan meninggalkan peti Temari barang sedetik pun, kecuali saat Sakura sudah turun tangan memerintah keduanya. Tak lagi ada binar bahagia di manik keduanya, semua kosong dan hampa terutama Shikamaru.

"Kami turut berduka, Temari masih sahabat kami Sakura," sesal Tenten di dalam suaranya. Jangan kira mereka senang akan berita duka yang mereka dapat.

Kebisuan mereka dapat membuat hati mereka hancur perlahan, namun bukan hanya kebisuan Sakura saja, melainkan juga karna bisik-bisik para pelayat yang berdiri di sekitar mereka.

"Bukankah mereka pewaris klan Uchiha, Yamanaka, Hyuga dan Hwang?"

"Hust! Mereka itu mantan pewaris. Berita penghapusan nama mereka sudah tersebar akibat tingkah bejat mereka terhadap pewaris Senju dan Otsutsuki,"

"Hah? Benarkah? Ckckck mereka salah mencari lawan."

Panas, telinga mereka panas mendengar cemooh yang secara terang-terangan para pelayat layangkan pada mereka. Tapi apa mau dikata, mereka memang pantas menerima hal itu. Andai saja saat itu mereka tak termakan ucapan Karin dan Kabuto, maka semuanya masih baik-baik saja. Terlalu banyak perandaian yang berkeliaran di kepala mereka.

"Lihatlah Temari, bukankah ini yang kau inginkan? Bukankah kau ingin mereka semua sadar? Mereka semua sudah sadar Temari. Lantas kenapa kau pergi?" batin Sakura sendu.

[Sasuke]

Musim semi yang seharusnya membawa kebahagiaan justru kini berubah menjadi pembawa duka. Ah, aku sadar semua ini berawal dari diriku sendiri, aku tahu itu. Namun, bisakah semuanya kembali seperti semula? Tanpa ada dendam, kematian dan pembalasan?

Permintaan yang mustahil, ya?

Ibarat kaca yang pecah terbelah menjadi dua sekalipun kau rekatkan kembali menggunakan lem, akan tetap ada celah di antara kedua bagian itu. Celah yang menjadi bukti bahwa kaca itu pernah pecah. Sama seperti Sakura saat ini, sekalipun ia kembali menjadi Sakura yang ia kenal dulu. Luka di hati pujaan hatinya itu akan tetap ada dan selamanya teringat di hati dan pikiran setiap orang yang mengingat kisahnya.

"Gomen," bisikku lemah.

Dapat ku rasakan jelas tatapan tak percaya yang Ino, Tenten, Neji dan para pelayat lain layangkan padaku. Sebab ku sadari seorang Uchiha Sasuke pantang bersujut dan mengucap maaf pada orang lain, egoku terlalu tinggi untuk dua hal itu. Namun, saat ini di rumah duka Sabaku, aku melakukan dua hal mustahil itu.

"Maaf untuk apa?" sahut Gaara sambil berjalan menghampiriku atau lebih tepatnya Sakura.

Ku lihat Tuan dan Nyonya Sabaku tampak menatap cemas Gaara, tampaknya kedua orang tua Gaara telah mengetahui akar permasalahan yang menyebabkan keduanya kehilangan satu-satunya putri di keluarga mereka.

"Ku tanya untuk apa hah?!" sentak Gaara mencengkram kerah kemeja hitamku dengan kuat.

Raut wajah penuh kemarahan Gaara perlihatkan padaku, namun ku tahu di balik jade itu tersimpan kepedihan mendalam. Ia baru saja kehilangan sosok kakak perempuan yang amat ia sayangi.

"Apakah kalian puas?" tanya Gaara menatap benci diriku. "Kalian puas telah menghancurkan hidup Sakura, Aku dan Shikamaru? Jawab sialan!!" teriak Gaara sebelum melayangkan satu pukulan telak pada wajahku.

Jeritan penuh kengerian menghampiri telingaku, namun tak mampu membuat Sakura berbalik menghadap diriku. Ku lihat bahu itu bergetar, apakah Sakura menangis?

"Gaara berhenti, Temari tak akan menyukainya!" bujuk Kankurou, kakak kedua Gaara.

Seolah bujukan itu hanya angin lalu, Gaara tetap kalap akan kemarahannya. Dua pukulan menyusul di rahang dan juga perutku tanpa mau ku tangkis.

Aku pantas mendapatkannya.

Ku lihat Shikamaru berjalan cepat menghampiri kami, mencoba menghentikan Gaara di bantu sang ayah yang tak ingin anaknya kembali membuat masalah.

Ku dapati Ino dan Tenten membantu diriku, menyanggah tubuhku yang nyaris lunglai hanya karna tiga pukulan dari bungsu Sabaku. Ku tundukkan kepalaku guna menghindari pemandangan Gaara yang terus meronta dan juga tatapan-tatapan para pelayat. Hingga—

Plakk

Suara tamparan itu mengheningkan suasana, menarik diriku menatap kedepan.

Di sana, dapat ku lihat Sakura berdiri di hadapan Gaara dengan tangan kanan yang masih mengambang di udara.

Apa Sakura baru saja menampar Gaara?

"Kau ingin ku hajar Sabaku No Gaara?!" ucap Sakura dingin.

Tatapan penuh keterkejutan Gaara, Shikanaru dan yang lainnya jelas terlihat tanpa mampu di tutup-tutupi lagi.

Tak lama dari itu ku dapati Sakura menghelan nafas, tatapan datarnya melunak perlahan menyayu. Perlahan tubuh itu mendekat, menarik Gaara yang masih tak percaya ke dalam pelukan hangat yang ku rindukan.

"Hentikan, biarkan Temari tenang."

Sial! Sakura kenapa harus memeluk Gaara.

"Bukan begini cara membalas mereka," seringai Sakura mengembang membuat manik onyxku melebar sempurna.

"Karin yang pertama, Gaara."

Detik itu, menit itu dan saat itu juga ku tahu, semua pembalasan ini baru saja di mulai. Hanya tinggal menunggu giliran maka diriku pun akan merasakan perihnya pembalasan yang akan Sakura berikan padaku.

Sakura And Revenger[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang