Dua

4.4K 384 59
                                    

Sepeninggalan Sakura, lapangan basket tetap terasa mencekam akibat hawa yang di keluarkan oleh Toneri, Gaara, Sasori, dan Sai. Keempat pemuda itu tampak menatap tajam dan juga dingin Tenten, Ino dan Karin.

"Kalian pikir aku tak tahu maksud perbuatan kalian barusan ehh?" ucap Toneri dengan manik rembulan yang menatap tegas Karin dan Ino.

Ingin rasanya Toneri memutilasi dua perempuan di hadapannya saat ini. Sejak awal, ia memang memiliki firasat kurang mengenakan begitu melihat bagaimana kedua gadis itu menatap Sakura. Dan benar saja, mereka memang merencanakan sesuatu.

"Ka-kami," gagap Ino. Manik birunya tampak bergerak gelisah, ia jelas tahu setelah ini akan ada masalah yang datang menghampirinya.

"Ah, bolehkah aku memenggal kepala mereka berdua, lalu menggantungnya di ring itu?" seru Sasori dengan senyum lebar yang merekah di bibirnya.

Semua mata yang ada di sana melebar sempurna, begitu mendengar apa yang baru saja putra keluarga Akasuna itu katakan. Sebuah bayangan horor dan juga mengerikan mulai berkeliaran di pikiran mereka, dan Sasori menyadari betul hal itu.

Senyum tipis terukir di bibir Gaara, Sasori dan Sai, begitu tahu apa yang baru saja Sasori lakukan. Ya, pemuda bermanik hazel itu baru saja melayangkan sebuah sugesti melalui kata-katanya, sugesti yang akan membuat pendengarnya melakukan atau membayangkan apa yang Sasori katakan. Ketiganya jelas tahu tujuan di balik hal itu, tentu saja agar mereka tak berani mengganggu atau pun macam-macam dengan Sakura.

Termon mulai menyerang tubuh Tenten, Ino, Karin dan Hinata. Keempatnya bergetar takut dengan keringat dingin mengalir di kening mereka. Melihat hal itu, Neji dan Naruto segera mendekap tubuh kekasih mereka.

"Seberapa berpengaruh ucapan Sasori pada mereka?" batin Shikamaru, Naruto dan juga Sasuke.

"Cih, kalian menggelikan!" sarkas Gaara sebelum melangkah menuju ke arah Tenten, membuat gadis bercepol itu bergetar takut dan terlihat panik.

Gaara menyadari gelagat Tenten, membuatnya sengaja menarik seringai di bibirnya, membuat Tenten mendekap Neji semakin erat.

"Ka—" kata-kata Neji terpotong begitu mendapati Gaara yang justru melewati tubuh keduanya.

Neji dan Tenten terpaksa memutar kepala mereka guna melihat kemana Gaara pergi. Alangkah terkejut keduanya begitu melihat Gaara yang berhenti tepat di depan Temari dengan tangan yang terangkat, seolah meminta sesuatu.

"Simpan dengan baik!" ucap Temari sembari menyerahkan memori card ponselnya pada Gaara.

"Aa," guman Gaara.

Setelah mendapatkan apa yang ia perlukan, pemuda berambut merah itu sedikit menyampingkan tubuhnya. Melalui ekor mata jadenya, ia dapat melihat berbagai macam ekspresi di wajah teman sekelasnya.

"Dua ehh?" gumannya sebelum berbalik dan berjalan santai ke arah Toneri, Sasori dan Sai.

Seolah memberikan kode melalui tatapan mata, Gaara, Sasori, dan Toneri bergegas meninggalkan lapangan basket, mengabaikan jam pelajaran olahraga yang masih tersisah tiga puluh menit lagi.

"Puas?" tanya Sai dengan manik jelaga yang menatap tajam Ino.

Tap Tap Tap

Dengan langkah perlahan namun tegas, Sai mendekat ke arah Karin dan Ino, atau lebih tepatnya pada sang kekasih—Ino. Pemuda berambut klimis itu tampak berjongkok dengan satu kaki yang ia angkat sedangkan yang lainnya ia tekuk—posis star jongkok. Lengan kananya ia letakkan di atas lututnya, sedangkan tangan kirinya ia julurkan guna mengenggan sejumpul rambut pirang Ino.

"Kau tau Ino? Awalnya aku tak ingin menyakitimu, tetapi kau sudah keterlaluan. Kau tahu kenapa? Karna kau menyentuh milikku!!" seru Sai sebelum melepas rambut Ino.

Dengan wajah dingin dan tatapan datar, Sai bangkit meninggalkan Ino yang terdiam. Perlahan, air mata mulai mengalir di pipi Ino.

"Sai~" lirih Ino sebelum jaatuh tak sadarkan diri.

Tanpa mereka sadari sepasang manik jelaga mengawasi semua yang telah terjadi di depan matanya. Seringai bengis tercetak jelas di bibir sosok itu. Bibir tipis itu tampak terbuka seolah melafaskan sesuatu tanpa suara.

"Dua kosong~"

••

Di atas atap KHS, terlihat lima orang berpakaian rapi tengah duduk sambil menatap pemandangan yang ada di lapangan basket. Pantulan sosok gadis berambut pink terlihat di masing-masing manik mereka.

Raut wajah yang awalnya terlihat biasa saja berubah menjadi serius begitu mendapati sang gadis musim semi mendapat sebuah tamparan.

"Sialan!" umpat salah seorang di antara mereka. Sosok itu lantas bangkit dan membuang buku oren yang sebelumnya ia pegang.

Manik obsidiannya terlihat di liputi kemarahan, kedua tangannya terkepal membuat buku jarinya memutih.

"Tenanglah," ucap seorang perempuan yang kini tengah meminum sekaleng soda. Manik coklatnya tampak berkilat berbahaya.

Dengusan kasar meluncur dari bibirnya, "Kita akan membalasnya, tetapi bukan sekarang!" lanjutnya.

"Ya, kau harus sabar," tambah sosok lain dengan kedua tangan yang tampak menyugar rambut panjangnya.

"Semua ini ulah kesayanganmu sialan!" umpat perempuan lain yang dengan santainya melemparkan gelas kaca ke arah laki-laki bersurai panjang itu.

Dengan gesit laki-laki itu menghindari lemparan itu, membuat gelas tersebut membentur dinding pembatas atap lalu pecah berkeping-keping.

"Haah~" helan nafas seorang lelaki yang sejak tadi memandang kegaduhan di hadapannya. Manik birunya menatap satu persatu sosok di sekitarnya sebelum beralih menatap ke lapangan basket, kilatan lain tampak terlihat di matanya.

"Mereka salah dan kita akan menghukumnya, tetapi dia lebih memikiki wewenang untuk semua itu!" ucapnya dengan manik yang berpendar terang.

Mendengar hal itu, keempatnya sontak terdiam, mereka jelas tahu siapa yang sosok itu maksud. Ya, hanya dia yang memiliki wewenang, jika dia ingin mereka semua mati, maka akan mereka lakukan.

Khhh, bukankah sudah ku katakan, kalian salah mencari lawan. Siapa suruh merubah malaikat berhati lembut menjadi iblis berhati kejam. Jadi, tunggu saja iblis itu membalas kalian nee.

Sakura And Revenger[End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang