Telur

189 16 2
                                    

Minggu pagi adalah waktu yang umum untuk digunakan berolah raga. Menghirup udara segar setelah hari-hari sebelumnya lelah dengan berbagai pekerjaan.

"Teeet!"

Seseorang berdecak setelah namanya dipanggil. Namun ia sengaja bergeming.

"Teeet!"

Lagi.

Tasya membalik badannya dengan kasar dan menatap lelaki jangkung yang mendekat ke arahnya. "Apa sih, bang! Tat tet tat tet! Gue mau olah raga!"

"Galak amat, udah kaya gorila lapar." Boby terkikik geli.

Tasya mensiniskan wajahnya. "Ngapa manggil-manggil!"

"Gak ada santai-santainya lu ngomong sama abang sendiri. Gue ketekin mau-" kalimat Boby terpotong karena Tasya mengangkat kepalan tangannya. "Iya, iya... balik olah raga disuruh emak beli telor."

"Apa lagi!"

Boby berpikir sejenak. "Sama beliin obat darah tinggi." Ia mengangguk-angguk.

Wajah Tasya berubah kalem. "Buat siapa? Mama sakit? Atau papa?"

"Buat elu!" Boby langsung ngacir sambil terbahak menghindari sepatu yang dilempar Tasya.

***

Setelah hampir satu jam Tasya berlari santai mengitari komplek, ia menuju warung depan rumahnya. "Kenapa gak si bang Boby aja yang pergi ke warung, sih?! Tinggal nyebrang doang padahal." hati pikiran dan jiwanya bertanya-tanya.

"Bang, telor sekilo berapa?"

"Yang agak kecil sekitar enem belas neng."

"Enem belas ribu?" Tasya memilah-milah keranjangnya.

"Ebuset! Enem belas biji maksutnya neng."

"Eh, kirain." gumam Tasya. "Lah kan saya nanyanya harga bang!"

Si abang tukang telor hanya diam pasrah.

"Satunya berapaan bang?"

"Dua ribu."

Tasya ber'oh~' ria.

Sepertinya Tasya memang tidak bisa berbicara santai. Salah sedikit saja, langsung senggol bacok.

"Kok ini ada yang kulitnya retak, bang. Kok bisa?!"

"Ya mana abang tau, neng. Lagian emang biasa gitu kok, satu dua pasti ada aja yang pecah."

"Terus, tetep dijual bang?"

Transaksi jual beli berubah menjadi topik wawancara dadakan.

"Kalo ada yang mau beli, ya abang jual aja."

"Berapa harganya bang? Sama kayak yang mulus? Kalo di tengah jalan pecah buyar, rugi dong bang?"

"Abang turunin harganya jadi setengah neng."

"Berarti yang hampir pecah, harganya seribu ya, bang?"

"Iya neng." Si abang terlihat berpikir. "Eneng mau beli gak sih ini teh?"

Tasya terkekeh. "Ya udah saya mau dua puluh deh, tapi dipecahin ya bang." pintanya dengan wajah santai.

Si abang ternganga dengan mata yang membulat sempurna, kemudian ia membalikkan seluruh keranjang telurnya, dan pergi begitu saja.

***

Anjaaay Tasya kudu diruqyah nih 😂
*btw, ini terinspirasi dari kenangan alm. Olga syahputra 🙏🏻

ILY~🖤

DARBNESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang