Lain Plan lain lagi kisah hidup Mean. Setibanya di Amerika, ia disambut lubang Neena yang sudah cukup lama menunggu naga Mean bersua dengannya. Mereka tak membuang waktu, penggambaran gairah muda dan karena Neena sudah sehat dan lebih baik sekarang, meski ia tetap harus melakukan kontrol secara teratur ke rumah sakit, ia sanggup menyelesaikan skidipapap dua babak di hotel bandara.
Selanjutnya, kehidupan Mean dan Neena bak di dalam surga. Bercinta merupakan bagian dari kisah universitas mereka. Selama perjalanan itu, Mean juga tak melupakan Plan. Ia sering mengirim email dan line atau bahkan video call dan menelepon kepada Plan, tapi ta satu pun yang diangkatnya.
Tahun pertama ia tak pulang sebab ada banyak hal yang harus ia kerjakan. Namun, pada tahun kedua, ia pulang saat liburan musim dingin dengan Neena.
Saat ia pulang ke Thailand itulah, ia mengetahui tentang kabar Plan dari sang pelatih. Bukan tentang kabar kehamilannya, melainkan pengunduran dirinya dari atlet dan hilangnya dirinya seolah ditelan bumi.
Jauh di dalam lubuk hatinya, ia merasa sangat sedih. Namun, ia menyembunyikan hal itu dengan baik. Hanya Tuhan dan dirinya yang tahu apa yang sebenarnya telah terjadi di antara mereka.
Mean kembali ke Amerika dan ia memilih untuk tidak pulang ke Thailand sebab ayah dan ibunya juga pindah ke Amerika dan ia tak punya alasan untuk lagi mengunjungi Thailand sebab Plan juga tak diketahui keberadaannya.
Saat kelulusan level sarjananya, Mean dan Neena memutuskan untuk jalan-jalan ke Thailand. Bukan ke Bangkok melainkan ke Hua Hin. Mereka menyewa sebuah kamar di sebuah hotel yang paling mewah di kota itu.
Pada hari yang sudah direncanakan, mereka terbang ke Thailand dan menyewa mobil menuju Hua Hin sampai ke hotel.
Mereka melakukan berbagai kegiatan di sana seperti yang sudah direncanakan sebelumnya.Siang itu, Plan menggantikan Po bekerja di hotel. Jika begini, artinya hotel sedang ramai san karen usi Po sudah semakin tua dan ia sakit pula, Plan menggantikan dirinya. Tidak ada masalah, pihak hotel sudah tahu dan ini juga sudah biasa.
Plan selesai mengerjakan kamar 304 saat ia keluar dari kamar dan mendorong roda trolley kebersihan ke kamar selanjutnya, ia melihat Mean dan Neena yang berjalan dengan begitu mesranya.
Plan tersentak kaget. Matanya melotot dan ia langsung berjongkok di balik troley. Ia kembali ke kamar 304 dan memasukinya. Siapa sangka mereka tinggal di kamar itu dan dengan cepat Plan masuk ke kamar mandi.
"Sial!" bisiknya kepada dirinya sendiri. Ia bingung sekarang. Apa yang harus ia lakukan?
Jantungnya berdetak kencang dan meskipun hanya sekilas, ia bisa melihat wajah Mean yang semakin tampan dan dewasa. Karismanya semakin kentara, begitu menunjukkan bahwa ia adalah pewaris kerajaan bisnis Phiravich.
"Ooo, Meaan, enaaaak, terus Babe, aaaaah, lebih dalam, ungghhh!" Lenguhan Neena terdengar jelas oleh Plan. Ia meremas bajunya dan tiba-tiba air matanya tak terbendung keluar dari pipinya.
Lenguhan Neena juga tak kalah kerasnya dengan desahan Mean yang juga merasakan kenikmatan lubangnya Neena itu.
Selama setengah jam, ia berdiri di balik pintu kamar mandi, mengalirkan air mata dan selanjutnya ia harus berpikir apa yang harus ia lakukan supaya bisa keluar dari kamar itu.
Plan diam di kamar mandi selama satu jam dan ia keluar saat mereka tengah tertidur lelap berpelukan. Ia berhasil melarikan diri dan pengalaman itu membuat dirinya tak mau lagi menjadi seorang petugas kebersihan di hotel.
Plan pamit setelah ia menyelesaikan pekerjaannya. Ia tak langsung pulang. Sejenak ia berdiam di pinggir pantai, memikirkan bahwa hatinya yang sudah tenang kini harus terkoyak lagi saat melihat orang yang ia cintai bersama dengan yang lain. Terlebih, meski tak menyaksikannya langsung, ia mendengarkan bagaimana mereka bercinta, begitu panas dan menggairahkan seperti perasaan mereka saat itu.
Plan kemudian tersenyum. Ia sadar seharusnya ia tak serakah. Begitu banyak orang yang mencintai dia dan ia bahagia saat ini. Lihat, baru beberapa jam bertemu dengan Mean, ia sudah mengurai air mata. Artinya, Mean hanya membawa duka untuknya.
Bukankah gara-gara Mean juga impian masa depannya hilang, meski secara tak langsung. Kalau saja Mean tak meminta dirinya dan atau setidaknya ia pakai pengaman, mungkin ia masih bisa mencapai mimpinya. Bukankah kehamilannya karena sikap Mean yang tak bertanggung jawab kepadanya.
Sudahlah! Sekarang Plan tak ingin memikirkannya lagi. Ia berjalan menuju halte bus untuk pulang.
Mean memasuki kamar mandi. Ia mencium bau tubuh seseorang yang begitu familiar di hidungnya. Ia diam sejenak dan menghirupnya dalam.
"Plan," lirihnya sambil mengepalkan tangannya.
Bersambung