"Mean, hari ini katanya ada festival di pusat kota. Aku mau ke sana. Mau lihat," sahut Neena manja. Tangannya bergelayut manja pada tangan Mean dan mereka tengah berjalan menuju lift.
Mereka baru saja selesai sarapan dan hendak kembali ke kamar karena Neena sejak tadi mengelus-elus naga Mean dan itu artinya ia ingin menambah jatah paginya.
Setibanya di kamar, mereka langsung berlomba desahan dan tak lama kemudian mereka sudah siap dengan dandanan jalan-jalan.
Mereka memanggil taksi untuk membawa mereka ke pusat kota. Setibanya di sana, suasana riuh rendah kebahagiaan serta musik yang riang terdengar ramah menyapa telinga mereka. Mereka berjalan ke area penonton dan kemudian berdiri di barisan paling depan di antara para turis yang juga ingin menyaksikan festival itu.
"Wah, mereka bagus sekali," sahut Neena tak berhenti memuji kostum-kostum yang dikenakan oleh para relawan yang ikut dalam festival.
Mean hanya menganggukkan kepalanya. Ia kemudian mengambil Hpnya, mengambil foto serta video dengan mengarahkan kameranya pada peristiwa jalannya festival.
Acara yang hanya berlangsung satu jam itu selesai dengan cepat. Kini, mereka tengah duduk di restoran menikmati kopi dan pemandangan sekitar. Neena tengah pergi ke kamar kecil saat Mean iseng membuka Hpnya dan melihat-lihat foto dan video yang ia rekam sebelumnya.
Wajahnya nampak terkejut saat ia melihat satu bagian video dan ia mengulang-ulang video itu seolah ingin memastikan bahwa yang ia lihat itu bukanlah halusinasi.
Ia melihat cinta terlambatnya menggendong seorang anak kecil lelaki yang membawa bendera suvenir festival di tangannya.
Mean meneguk ludah. Ia memutar berulang-ulang video itu, khusus pada bagian yang memunculkan Plan dengan sang anak kecil, berdiri di antara kerumunan penonton sambil tersenyum dan melambaikan tangan mereka pada relawan feetival yang tengah melambaikan tangannya juga pada semua penonton.
Plan yang mengenakan gaun kasual kuning yang hampir menutupi seluruh tubuhnya itu mengurai rambutnya. Riasan di wajahnya begitu sederhana dan ia terlihat begitu bahagia dengan matanya yang berbinar indah dan senyumnya yang indah merekah.
Demi Tuhan, Mean tak bisa lagi menjelaskan lebih jauh kecuali bahwa sang sahabat lamanya itu adalah jelmaan bidadari yang menjadi manusia.
Mean dengan cepat memasukkan kembali Hpnya ke dalam saku sebab Neena sudah kembali dari kamar kecil dan ia mengeluh bahwa ia sangat lelah dan ingin istirahat. Sebuah kesempatan yang bagus untuk mencaritahu keberadaan Plan yang sudah sejak tadi memgokupasi pikirannya.
Mean mengantar Neena kembali ke hotel. Kemudian ia bilang bahwa ia akan pergi ke kuil dan membeli barang titipan orang tuanya. Neena tentu saja memgizinkan dan Mean dengan cepat pergi menuju tempat festival tadi.
Meskipun ia bingung, ia masih melangkahkan kakinya ke sana sini mencari sang perempuan yang jauh di dalam lubuk hatinya selalu ia rindukan. Otaknya dipenuhi dengan begitu banyak pertanyaan.
Sudah menikah? Tinggal di mana? Apakah ia juga turis seperti dirinya? Siapa anak itu? Apa yang kau lakukan sekarang? Dan masih banyak lagi.
Usahanya bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami dan harus berakhir sia-sia. Ia duduk di teras kuil untuk beristirahat dan matanya menatap kosong ke arah laut yang menjadi pemandangan bagi orang-orang yang duduk di teras itu.
"Pho!" tiba-tiba seorang anak kecil mencolek lengannya lembut dan seolah tengah memanggilnya.
Ia menoleh dan membelalakkan matanya. Anak kecil yang sama yang Plan gendong tadi siang. Namun, bukan Plan yang menggendongnya melainkan Ken.
"Anak Anda?" tanya Mean sambil menatap laki-laki yang meskipun sudah tua terlihat sangat tampan, gagah, dan karismatik sangat cocok dengan penggambaran seorang atlet Muay Thai yang bisa jadi menjadi Plan. Itu yang dikicaukan pikirannya.
"Anak? O, bukan. Ini cucuku," sahut Ken sambil memperbaiki posisi duduk Tee.
"O, begitu," ujar Mean dengan wajah yang tampak lega.
Ia baru akan berkata lagi saat ia mendengar suara orang yang ingin ia temui dari belakang Ken.
"Pho, aku sudah selesai," katanya.
Mean tersenyum bahagia saat ia melihat Plan berjalan dan dengan wajah kagetnya menatap Mean.
"Plan," sapa Mean sambil tersenyum. Ia beranjak dari duduknya .
"Halo," sahut Plan sambil berjalan mendekat seolah ia tak punya pilihan.
"Mae, mae, ini!" sahut Tee sambil memberikan mainannya kepada ibunya. Plan tersenyum dan menerimanya.
"Temanmu?" tanya Ken sambil menatap Plan dan Mean bergantian.
"Iya," sahut Plan sambil tersenyum.
"Kau mau Pho menunggu atau duluan?" tanya ken lagi.
"Pho, boleh duluan," sahut Plan. Ken menganggukkan kepalanya. Sepertinya ia sudah tahu yang terjadi antara Mean dan Plan sebab sekilas ia juga melihat wajah Tee dan Mean yang begitu mirip dan ia menyimpulkan.
"Baby Tee mau ikut kakek atau Mae?" tanya Ken.
"Mae," sahut Tee dengan manja.
"Baiklah," sahut Ken dan ia pamit kepada keduanya lalu pergi meninggalkan mereka.
Mean mendekati Plan sambil tersenyum.
"Apa kabar?" tanyanya ramah.
Plan hanya mengembangkan senyumnya.
Bersambung