Kesalahpahaman Awal Dari Segalanya

2.2K 178 22
                                    

Holla! Banyak kali yang DM buat lanjutin cerita ini ya weee. Nah, aku mikirnya pun ya emang sayang sih nggak dilanjut. Jadi aku putusin untuk lanjutin. Tapi nama tokohnya kuganti yaaa dan mungkin untuk judul juga.

Banyak cerita yang gantung nih, huhu. Statusku sudah berubah jadi mamak mamak anak 1 sekarang. Jadi bayangkan kelen ajalah gimana syoknya aku kan, wkwk. Enggak sih, lebay.

Bukan syok, tapi ya entah kenapa otakku jadi tiba tiba ngadat huhu. Tapi mulai ini dan seterusnya In Syaa Allah bakal nulis lagi.

Semangatin yak, hehehe.

Yuk ah, lanjut.

.
.
.

"WHAT? GUE TELAT!"

Seorang gadis cantik baru saja bangun dari tidur lelapnya di saat jam menunjukkan bahwa ia sudah pasti terlambat ke sekolah. Ini semua salah dirinya yang sulit sekali untuk bangun pagi. Dia yakin kalau Papa, Mama, Adik, bahkan asisten rumah tangganya sudah membangunkan. Terlihat dari pintu kamar yang tidak tertutup rapat. Ia menghela nafas dan mengusap wajahnya dengan kasar.

"SIAL SIAL SIAL!"

Dengan kekuatan super kilat, dalam waktu yang tidak sampai sepuluh menit dia sudah siap dengan seragam putih abu-abunya. Jangan tanya bagaimana penampilannya saat ini. Sudah dipastikan tidak karuan. Dengan menenteng tas dan sepatu dia berlari ke ruang makan. Di sana orangtua serta adiknya sedang berbincang hangat sambil menikmati sarapan.

"Pa, Ma, Kakak berangkat! Salamnya di rapel aja jadi besok, ya. Udah telat, Assalamualaikum," ucapnya sambil berlari menuju pintu utama.

"Kakak, hei. Kak!"

Tidak peduli dengan teriakan kedua orangtuanya, dia tetap berlari. Bosan sudah dihukum karena sering tidak mengikuti upacara. Kali ini dia berdoa nasib baik menimpanya. Dengan kecepatan sedang dia mengendarai mobilnya. Takut juga jika terlalu ngebut di jalanan. Bukan sampai ke sekolah, melainkan tempat peristirahatan terakhir.

Tidak bisa parkir di tempat biasa, karena pintu gerbang sudah ditutup. Akhirnya dia memarkirkan mobilnya di depan kantin halaman belakang sekolah. Dia bernafas lega karena ada seorang cowok yang sedang berupaya memanjat tembok agar bisa masuk ke dalam. Sudah terlambat memang, tetapi upacara belum dimulai. Jadi, ada harapan untuk bisa mengikutinya.

Sering ia mengeluh karena setiap hari senin, sekolahnya itu selalu masuk pukul tujuh pagi. Terlalu cepat dirasa. Berbeda dengan sekolah adiknya yang selalu masuk jam delapan, walaupun itu hari senin. Kenapa coba harus secepat itu. Lagian kalau mengingat sejarah Pak Soekarno membacakan proklamasi saja jam sepuluh pagi. Entah siapa yang salah di sini. Yang jelas ia tak sudi menyalahkan dirinya sendiri.

Ini bukan kali pertama baginya, jadi sudah jelas dia tahu caranya bagaimana dengan mudah untuk menaiki tembok besar itu. Ia mengambil sebuah tangga di samping kantin yang selalu digunakannya ketika terlambat. Badannya memang kecil, tetapi kalau tenaga jangan ditanya. Buktinya tangga besar itu bisa ia angkat seorang diri.

"Sampai langit berubah gelap lo nggak bakalan bisa masuk tanpa ini," ucapnya sambil menaiki satu persatu tangga milik ibu kantin yang biasa ia pinjam. "Jangan ngintip lo!" peringatnya sambil menatap tajam cowok tersebut. Jangankan mau mengintip. Sejak tadi saja dia tak menatap ke arahnya sama sekali.

"Ah, akhirnya." Bernafas lega karena berhasil mendarat dengan sempurna. Ia merapikan penampilan, dari mengikat rambut, memakai dasi, serta memakai sepatu yang tadi belum sempat dipakai dan malah menyimpannya di tas.

Ketika sudah rapi dan bersiap melangkah masuk, tiba-tiba dia teringat cowok tadi. Baru ingat kalau yang terlambat bersamanya itu adalah ketua OSIS dan ketua tim basket yang terkenal pintar dengan sikap dingin, muka datar, dan sangat irit ketika berbicara. Sungguh dia tidak menyangka, sang most wanted sekolah itu bisa terlambat juga. Dan ini kali pertama yang ia tahu.

Matahari Di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang