Harapan Pernikahan

58 5 6
                                    

"Mau dosa begitu?"

Matahari menghentikan langkah dan umpatannya. Ia menatap Langit sambil tersenyum kikuk. "Woya jelas enggak dong," ucapnya lalu kembali berjalan ke arah kamar mandi. Langit menggelengkan kepala melihat punggung kecil yang semakin menjauh itu.

Setelah beberapa menit menunggu, Matahari pun selesai. Ia keluar dari walk in closet dengan menggunakan baju tidur terusan tanpa lengan. Pandangan Langit pun tertuju ke bagian dadanya yang berpotongan rendah. Lalu turun ke paha yang ... em, putih, mulus.

Matahari tak menyadari karena ia lagi sibuk mengeringkan rambutnya dengan handuk. Ia pun berjalan ke arah meja rias. Memakai skincare night routine nya, tak lupa dengan segala macam vitamin yang dibutuhkan dari ujung rambut sampai ujung kuku kakinya.

Pantesan, batin Langit.

Sadar akan kelakuannya, ia segera mengalihkan pandangan serta berdehem kuat. Matahari menatap Langit dari pantulan kaca besar itu. Suaminya itu sedang asik memainkan ipad. Tetapi bingung juga karena itu terbalik. Ya, Langit memegang ipad nya terbalik.

Tetapi Matahari berusaha positif thinking. Kali aja Langit sedang memainkan game dan harus dibalik. Tanpa ia sadar kalau Langit hanya pura pura menatap ipad itu sampai Matahari selesai.

"Woi! Lo ngelamun?"

Langit terlonjak kaget sampai hampir menjatuhkan ipadnya. Ia menatap Matahari dengan tajam, sementara yang ditatap hampir meledakkan tawanya melihat ekspresi Langit saat ini.

"Ngelamunin apaan lo? Gue kira lo lagi maen sampai megang ipad terbalik gitu. Taunya melamun. Ngelamunin Bintang?" tanya Matahari yang sengaja memancing Langit perihal Bintang.

"Ck! Jangan bahas yang gak ada. Duduk."

Langit meletakkan ipadnya di atas nakas samping tempat tidurnya. Matahari menuruti dan duduk di samping Langit. Kini mereka bersebelahan dengan pandangan yang sama-sama ke arah TV yang tidak menyala.

"Apa yang lo harapkan dengan pernikahan ini?" tanya Langit.

"Entahlah." Matahari menghela nafas sebelum melanjutkan omongannya. "Gue nggak tau, Lang. Kita nggak saling kenal bahkan nggak pernah ngobrol sebelumnya. Gue cuma tau lo doang karena ya emang lo terkenal kan. Dan gue jug-"

"Tapi lo pernah suka sama gue," ucap Langit.

Matahari langsung menatap Langit. Susah payah ia menelan ludahnya. Dari mana dia tau. "Hah? Da-dari mana lo tau? Ngarang!" ucap Matahari dengan gugup.

"Temen lo. Taman."

"Lo nguping? Apa aja yang lo dengar? Ih lo nggak sopan banget nguping omongan or-"

"Wira."

Omongan Matahari terhenti. Ia terdiam lalu menundukkan kepalanya. Langit udah dengar semuanya. Dan ini saatnya dia jujur. Siapa tau setelah ini Langit pun akan jujur perihal Bintang.

"Wiratama, pacar gue. Dulu kita sekelas dan gue udah pacaran selama du-"

"Cukup. Dan putusin," ucap Langit memotong lagi ucapan Matahari. Ia lagi tidak ingin membahas orang lain, apalagi perihal masa lalu.

"Langit, gue nggak bisa. Gue nggak tau kabarnya. Gimana cara kalau gue putusinnya?" tanya Matahari. Ia sedikit tak terima dengan keputusan Langit.

"Lo cinta dia?"

Matahari terdiam. Ia tak tahu harus menjawab apa.

"Baik."

"Maksudnya?" Matahari tak mengerti maksud perkataan Langit. Baik, baik apa?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Matahari Di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang