Cukup, Sekian, dan Tidak Ada Basa-basi

1K 164 19
                                    

Jangan lupa vote dan commentnyaaa ya:)





SAH!

Satu kata itu membuat air mata Matahari terjatuh juga. Tepat hari ini dia sudah berganti status menjadi istri dari seorang Langit Ganindra Ardani Prameswara. Tak hanya itu, besok dia harus ikut pindah ke rumah keluarga Langit karena permintaan dari Fela, sang mertua. Fela mengatakan dirinya sangat kesepian kalau mereka tinggal di rumah keluarga Matahari.

Mau tidak mau. Suka tidak suka. Ikhlas tidak ikhlas, Matahari harus menurutinya. Dia tidak tega melihat mertuanya menangis memohon untuk tinggal bersama. Bagaimana pun dia perempuan yang memiliki hati selembek tahu.

Lagipula ia maklum, Langit adalah anak satu-satunya. Ia juga sudah menikah, sudah seharusnya ikut ke mana pun suaminya pergi. Mamanya mengatakan, surga seorang istri itu terletak pada suaminya. Matahari memang nakal, tetapi bukan berarti ia tak ingin masuk surga.

Tetapi pikirannya terbang melayang membayangkan bagaimana kehidupannya setelah dinikahi boneka salju bernyawa seperti Langit. Bahkan untuk berbicara saja pria itu tak pernah lebih dari lima kata perkalimatnya. Ah, saking kesalnya Matahari jadi sampai mengihitung ucapan yang keluar dari mulut Langit.

Matahari yang didampingi oleh Mama dan mertuanya melangkah turun mendatangi Langit. Ya, selama proses ijab qabul tadi ia memang berada di dalam kamar. Matahari begitu sangat deg degan. Terlebih melihat Langit yang duduk terlalu santai tanpa beban dengan wajahnya yang super datar.

Sesampainya di samping Langit, sang ibu mertua menyuruh mereka untuk bertukar cincin. Langit hanya menangguk dan mengambil sebuah cincin berlian dari dalam kotak beludru itu milik Matahari.

"Sini tangan lo," ucap Langit pelan.

Matahari pun dengan ragu menyodorkan tangannya. Terasa lama, Langit menarik tangan mungil itu dan segera memasangkan cincin ke jarinya. Terdengar helaan nafas kesal dari sang empu tentunya.

Setelahnya tanpa diminta Langit menyodorkan tangan ke hadapan Matahari. Langsung mengerti Matahari pun memasangkan pasangan cincin berliannya ke jari manis Langit.

"Disalam suaminya," bising Kayla, sang mama.

Dengan takzim Matahari menyalami tangan Langit yang tak ada dingin dinginnya. Berbeda dengan tangannya yang sudah dingin seperti es. Dalam benaknya, mungkin Langit memang merasa biasa saja dengan pernikahan ini.

Ketika ingin mengangkat kepala, tiba-tiba Langit menahan dengan tangannya. Itu membuat Matahari terkejut dan spontan menepuk tangan Langit.

"Lo apaan sih," ucapnya kesal.

Semua yang ada di sana terkejut bukan main. Berbeda dengan Langit yang berdecak kesal. Fela tersenyum lalu mengelus bahu Matahari, kemudian menatap anak semata wayangnya. Ia paham maksud Langit apa. Pasti ingin membacakan doa setelah akad sambil memegang ubun-ubun Matahari.

"Sayang, Langit mau membacakan doa sambil memegang kepalamu, Nak," ucap Fela pelan.

Matahari meringis. Ia menatap ke arah Langit yang kini juga sedang menatapnya dengan tatapan tajam. Sungguh Matahari saat ini sangat malu. Bisa-bisanya dia bersikap tidak sopan seperti tadi di hadapan banyak orang, padahal apa yang mau dilakukan Langit adalah hal yang baik.

"Silahkan lanjutkan, Nak Langit," ucap Penghulu.

Langit mengangguk samar lalu kembali memegang kepala Matahari. Ini kali pertama ia menyentuh perempuan lain dengan sengaja.

"Allaahumma innii as-aluka khoirohaa, wa khoiro maa jabaltahaa 'alaihi, wa a'uudzu bika min syarrihaa, wa syarri maa jabaltahaa 'alaihi," ucap Langit dengan fasih. Dalam hati ia dan Matahari mengaminkan doa itu. Tak hanya mereka. Namun semua orang yang menyaksikan akad nikah tersebut pun mengaminkannya.

Matahari Di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang