Hai, ada yang nungguin? Hehehe
Matahari baru saja selesai mandi. Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam dan Langit masih belum pulang dari latihan basket. Di rumah yang sebesar ini dia hanya sendirian. Benar-benar sepi. Tadi ibu mertuanya bilang akan menyusul ayah mertuanya selama seminggu. Selama itu juga mereka akan diminta untuk menjaga rumah karena Bi Ratih juga kebetulan izin pulang kampung.
Ayahnya Langit itu seorang dokter. Ia bahkan sudah memiliki beberapa rumah sakit swasta yang tersebar di berbagai kota. Mau tidak mau ia berkunjung dari rumah sakit yang satu ke lainnya. Jika lama, otomatis sang istri akan diminta untuk menyusul.
Tidak bisa terbayangkan harus berdua saja di rumah sebesar ini. Lagian kenapa hanya ada satu asisten rumah tangga pikirnya. Padahal uang orangtua Langit banyak dan cukup sekali memperkerjakan beberapa asisten rumah tangga.
Bukan apa-apa. Matahari tidak biasa berberes rumah apalagi memasak. Untunglah ibu mertuanya bilang kalau ada dua asisten rumah tangga yang pulang hari hanya untuk membersihkan rumah. Namun tetap saja untuk urusan masak memasak dirinya dan Langit yang melakukan.
Alasan utama kenapa hanya satu asisten rumah tangga yaitu ayahnya Langit begitu menjaga privasi keluarga mereka. Jadi ia tak ingin banyak orang lain yang tinggal di rumah. Pun ibunya Langit juga selalu ingin memasak untuk keluarganya. Bi Ratih hanya membantu sekedarnya.
Ibunya Langit seorang desainer dan memiliki butik bersama Bunda Gladys, Tantenya Langit. Waktunya begitu efisien. Jadi lebih sempat untuk mengurus keluarga dan rumah. Ah, menurut Matahari, Ibunya Langit itu wanita sempurna kedua setelah Ibunya.
Pintu kamar terbuka dan menampilkan Langit yang masih berbalut baju basket. Jelas sekali terlihat kalau laki-laki itu sangat lelah. Bahkan kelihatan pucat sekali. Matahari jadi teringat kalau Opa Bagas mengatakan bahwa Langit sering melupakan kesehatannya.
"Lang, lo nggak apa-apa?"
Elang hanya menggeleng lalu meletakkan tas sekolahnya di sebuah rak, tepat di dekat tas sekolah milik Matahari.
"Mami pergi nyusulin papi. Jadi kita cuma berdua. Gue nggak bisa masak, Lang. Lo mau makan apa? Biar gue pesan," tanya Matahari sedikit khawatir.
"Terserah. Jangan pedas," jawab Langit tanpa melihat Shine dan berlalu ke kamar mandi.
Dengan cepat Matahari memesan makanan untuk dirinya dan Langit, mengambil dompet dan turun ke bawah. Sebelumnya dia juga sudah menyiapkan baju ganti untuk Langit. Ucapan mamanya begitu terekam dalam otak Matahari. Dia sudah dipesankan untuk menyiapkan segala keperluan Langit, termasuk baju ganti setelah dia mandi.
Tidak sulit, karena Langit bukan tipe laki-laki pemilih pakaian. Buktinya apa yang disiapkan oleh Matahari selalu dipakainya. Matahari juga sedikit geli memegang segitiga pengaman milik Langit. Tetapi mau bagaimana lagi. Mau tidak mau dia pasti akan memegangnya juga plus isinya.
Eh?
***
"Langit, lo udah punya pacar?" tanya Matahari. Saat ini dia sedang tiduran di ranjang sambil berselancar di dunia maya. Sedangkan Langit sedang mengetik kegiatan selama study tour nanti. Ia memang begitu dipercaya pihak sekolah. Bukan karena cucu pemilik yayasan. Tetapi memang kinerjanya yang bagus. Jabatannya sebagai ketua OSIS saja masih melekat. Harusnya di kelas 12 ia sudah difokuskan menuju ujian akhir. Ini tidak.
"Enggak."
"Kara? Bukan pacar lo?"
"Bukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Matahari Di Langit
Teen Fiction"Cepat buka baju lo! Biar lo paham siapa gue dan arti pernikahan yang lo maksud. Lo harus paham kalau lo itu milik gue!" "Bukannya lo sendiri yang bilang kalau kita nggak akan merasakan bagaimana pernikahan sesungguhnya? Lo bilang kalau lo nggak aka...