Orang Misterius

18 15 7
                                    

Di sepanjang perjalanan tadi, hanya keheningan menyelimuti Saka dan Mentari di tengah padatnya arus jalan. Tak ada yang mau bersuara.

Sesekali Saka melirik Mentari yang menatap luar dengan ekor matanya. Sikap wanita itu berubah sepulang dari makan siang. Apa yang terjadi saat dia ke toilet? Dan siapa wanita yang duduk bersama Mentari tadi? Apa mungkin ada sesuatu di antara mereka? Tapi, tidak mungkin. Bukankah Mentari tidak pernah datang ke kota itu, mana mungkin Mentari bermasalah dengan wanita itu? Tapi, kenapa ia menangkap tatapan benci dari sorot mata wanita itu ketika menatap Mentari. Sebenarnya apa hubungan mereka berdua?

Banyak asumsi memenuhi kepala Saka yang tak terjawabkan. Ingin sekali menanyakan semua itu pada Mentari. Tapi harus ia urungkan karena ia merasa ini bukanlah waktu yang tepat. Sepertinya wanita itu butuh waktu untuk menenangkan diri. Saka akui, saat ini sikap Mentari kembali seperti saat pertama kali mereka bertemu. Tatapan kosong dan dingin.

Bagaimana lagi, ia harus bersabar sampai suasana hati Mentari sedikit membaik.

Sesampainya di apartemen, Saka tak langsung duduk di depan TV seperti biasa. Ia menuju pantry untuk mengambil sesuatu dari lemari es yang bisa menyegarkan tubuh dan pikirannya.

"Kau butuh sesuatu?" Akhirnya Saka memberanikan diri membunuh keheningan yang sempat tercipta setelah meneguk minuman berwarna oranye dari botol yang ia keluarkan dari benda kotak bersuhu rendah itu.

Yang ditanya hanya menggeleng sambil menonton acara TV. Matanya memang menatap benda kotak berukuran 51 inch, tapi Saka tahu pikirannya sedang tidak berada di tempatnya.

Saka mendengkus pelan. Tidak ada gunanya memaksa Mentari bicara saat ini. Mungkin sebaiknya, ia harus memberinya waktu untuk menyendiri.

Akhirnya, Saka memutuskan untuk pulang setelah berpamitan dengan Mentari.

Sebelum menutup pintu utama, ia menyempatkan melirik Mentari dengan ekor matanya. Wanita itu masih di tempatnya tanpa pergerakan sedikit pun. Semoga ini tidak akan lama, harapnya.

****

Saka membaringkan tubuhnya di depan TV. Menekan tombol berkali-kali mencari acara yang menarik. Ia semakin gusar. Bagaimana ia bisa menikmati acara TV, sedang pikirannya masih tertuju pada Mentari.

Sejak Mentari tinggal di sini, tak pernah sekali pun wanita itu tenggelam dalam kesedihan seperti pertama kali bertemu. Mentari selalu tersenyum dan mulai melupakan masa lalu yang tak pernah ia tahu.

Sebenarnya, Saka ingin sekali mengetahui apa yang sempat terjadi di masa lalu Mentari. Tapi, wanita itu masih enggan membagikan kisahnya pada siapa pun. Termasuk Saka.

Dan sekarang, kesedihan kembali menutupi senyumnya yang baru terlukis indah di wajah sendunya tanpa tahu penyebabnya. Ingin sekali Saka menghapus kenangan yang akan membuat Mentari terus menyalahkan keadaan tiap saat. Ia ingin Mentari menjadi wanita yang hidup dengan lembaran baru tanpa dihantui masa lalunya terus-menerus.

Ia menoleh ketika mendengar suara pintu terbuka. Meskipun ia sudah tahu pasti kalau itu Tama. Ia melirik benda melingkar yang memeluk pergelangan tangannya erat. Terpampang angka tiga di sana dan masih terlalu siang untuk kakaknya pulang.

"Tidak biasanya kau pulang lebih awal?" tanya Saka heran. Yang ditanya hanya bergeming menuju pantry tanpa menoleh ke arah Saka sedikit pun. Hal yang sudah biasa didapatkan Saka diabaikan begitu saja oleh kakaknya yang dingin juga sedikit bicara.

Tama terlihat menuang air mineral ke dalam gelas dan langsung meneguknya perlahan hingga tersisa setengah.

"Ibu ingin bertemu denganmu," ucap Saka tanpa menatap wajah kakaknya.

HUJAN KEMARINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang