Sore pun tiba, kami semua pulang ke rumah 001, saat kami tiba di rumah, 001 menyambut kami. "Holla! Selamat datang!" Kami bertiga mengangguk. "Kami pergi ke kamar dulu ya, zone." 001 mengangguk, sesampainya di kamar aku langsung rebahan di ranjang, ali langsung masuk ke area kamar nya, menutup sekat, seli ikut-ikutan aku rebahan. "Aku mandi dulu ya." Kata seli, aku mengangguk, tepat saat seli masuk ke kamar mandi, ali membuka sekat, menarik ku masuk, segera ali metutup lagi sekat nya."Ada apa? Kenapa main tarik begitu saja? Kenapa sekat nya di tutup? Kan aku masih ada disini." Kataku sambil nyengir, ali terdiam. "Apakah kamu mau jalan-jalan bersama ku malam ini, ra?" Wajahku seketika memerah. "Jalan-jalan? B-berdua kah?" Ali mengangguk. "Baiklah... ehm, aku bisa kembali ke kamar ku kan?" Ali mengangguk lagi, segera aku membuka sekat, dan menutup nya kembali. "Kamu gantian yang mandi, ra." Kata seli sambil keluar dari kamar mandi. "Oke..." aku segera mengambil handuk dan mandi, malam sudah tiba, kami memang pulang jam 5 sore.
Aku berdadan tipis, segera memilih-milih baju, seli sedang di kamar zone, katanya mau ngobrol-ngobrol biasa dulu, aku menemukan pakaian yang pas untuk ken— eh, enggak! Pas untuk jalan-jalan aja lah:v
Aku memakai baju yang kupilih, segera, aku mengetuk sekat ali. "Ali..." ali membuka sekat. "Ayo berangkat." Aku mengangguk. Kami berdua keluar dari rumah 001, di jalan, kami berjalan berdua dalam keheningan, aku melirik nya, rupanya, ali juga melirik ku. "Eh! eum..." aku segera memalingkan wajahku, ali juga.
"Ra." Aku melirik nya. "Ya?" Ali berhenti berjalan. "Kau tahu?" Aku ikut berhenti berjalan. "Tidak." Ali terlihat seperti berfikir. "Kata orangtua ku dulu, aku harus menemukan hari esok, entah itu kapan, kukira... hari esok itu adalah sebuah tempat, itulah kenapa aku sangat ingin berpetualang ke semua klan agar menemukan tempat yang dinamakan hari esok, tapi nyatanya... itu adalah..." aku memotong. "Makanan?" Ali merubah mukanya menjadi sangat serius. "Aku serius, ra." Aku mengangguk. "Maaf, ali. Silahkan... lanjutkan." Ali memegang tangan ku, secara tiba-tiba. Aku tersentak, tapi berusaha tidak menunjuk kan reaksi aneh ku dan... berusaha tidak menarik kembali tangan ku. "Aku tahu sifat mu, ra. Kamu pasti ingin menarik kembali tangan mu dan setelah itu saat aku sedang tidak melihatmu, kamu akan mencuci tangan mu." Aku melotot. "Hei! Apa? Mencuci tanganku? Aku tidak sekejam itu padamu!" Ali tersenyum. "Yah, akan kulanjutkan, rupanya hari esok itu bukanlah sebuah tempat, melainkan... seseorang."
"Seseorang? Siapa? Apakah kamu sudah menemukan orang itu, ali?" Ali mengangguk. "Sudah, dan tanpa kusadari orang itu sudah lama kukenal." Aku semakin penasaran. "Beritahu aku, ali. Siapa orang itu?" Tiba-tiba angin bertiup kencang, bulan menjadi lebih terang. "Kau mau tahu siapa orang itu, ra?" Aku mengangguk. "Orang itu adalah... kamu, ra. Kamulah hari esok ku." Aku terkejut. "Kamu bercanda, kan?" Ali menggeleng. "Tidak." Aku terpaku. "Walaupun kamu itu putri bulan, yang artinya adalah malam, kamu tetaplah hari esok ku." Aku masih terpaku. "Ra. Setelah misi tidak jelas ini selesai, setelah kuliah kita di klan bumi selesai, dan setelah kita bisa membiayai hidup kita masing-masing atau sendiri, aku ingin membangun rumah tangga dengan mu." Wajahku langsung merah padam. "K-kamu serius, ali?" Ali mengangguk. "Kalau kamu tidak tahu apa itu kata ingin berumah tangga denganmu, itu artinya aku ingin melamar atau menikahi mu, ra." Aku memasang wajah sebal + senang. "Tidak usah diperjelas, ali! Kata-kata berumah tangga tentu sudah jelas artinya apa."
Ali tersenyum, senyuman terhangat dari ali yang pernah kulihat, aku tersipu. "Sebelum aku akan melamar mu di masa depan nanti, aku ingin membangun jembatan menuju hatimu dulu, ra." Aku nyengir. "Maksudmu apa, ali?" Ali mendekatkan bibir nya ke telinga ku, wajahku rasanya seperti dibakar. "Maksudku aku ingin berpacaran dulu dengan mu, agar tidak ada celah bagi rey untuk mendapatkan hatimu, atau merebut mu dariku." Aku tersenyum. "Oh, ya? Kalau aku tidak mau? Bagaimana?" Ali nyengir. "Kan kamu duluan yang mau denganku." Aku melotot. "Heh? Siapa yang bilang begitu!" Ali tertawa. "Tidak ada yang bilang padaku, ra. Aku yang mengetahui nya sendiri dari dulu." Aku memasang wajah sebal. "Salaah, kamu duluan yang mau, kan?" Ali mempererat peganganya. "Ra. Apakah kamu mau?" Aku tersenyum. "Hmm... ya, aku mau." Ali memelukku. "H-hei! Tidak usah peluk-peluk!" Kataku sambil mendorong nya menjauh. "Kejam." Kata ali sambil tertawa. "Apa?!" Aku mengacak-acak rambutnya.
Kami berjalan-jalan sebentar, dan akhirnya pulang, sebelum masuk ke rumah 001, kami harus menyebrang jalan raya. "Hei." Aku menoleh. "Hei, apa?" Ali menggeleng. "Tidak apa-apa." Aku tersenyum manis, karena aku salting entah kenapa, aku langsung berjalan cepat ke tengah jalan, padahal... lampu nya belum... merah!! "RA!!!" Teriakan ali seperti habis melihat sesuatu... sebelum aku tersadar, diiringi oleh suara klakson truk... DUAKHH!!! "RA!!!!" Teriakan ali mulai memudar, dan.... hilang...
# Bersambung Ke Eps 9 #