Dira mencoba menjalankan saran Ai untuk mempelajari file di iPad-nya. Sebenarnya, ia bingung harus mulai dari mana. Folder-folder di perangkat itu tersusun begitu rapi, mencerminkan kepribadian Ai yang terorganisir. Ada SOP pemilihan bahan bangunan, SOP keamanan, hingga panduan instalasi teknis. Di dalamnya juga terdapat laporan progres proyek, target-target kerja, dan jadwal yang semuanya tersusun dengan teliti.
Yang membuat Dira semakin kagum adalah data lengkap semua pekerja yang terlibat dalam proyek. Namun, bukannya merasa terbantu, Dira malah semakin pusing. Ia tidak tahu harus memprioritaskan yang mana, apalagi mengingat tanggung jawab ini berada di pundaknya saat Ai masih dalam pemulihan.
Hari ini adalah hari keempat Ai dirawat di rumah sakit. Sesuai instruksi dokter, penyangga leher Ai mulai dilepas, membuat Dira sedikit lega. Meski begitu, Ai belum boleh pulang karena masih membutuhkan terapi intensif untuk memulihkan otot pundak belakang dan lehernya. Sambil mengurus Ai, Dira berusaha menangani pekerjaan sebisanya, meskipun ia tahu banyak hal yang tak bisa ia kendalikan sendiri.
Saat ia sedang menatap layar iPad sambil berpikir keras, sebuah pesan masuk ke ponselnya.
"Mis Dira, samihni (permisi). I need to talk to you. Can you come to my office?"
Pesan itu dari Mr. Khalid, bos besar perusahaan tempat Ai bekerja sama. Pesan itu membuat Dira terkejut.
"Insya Allah. Kam saa'ah ya sidy? (Insya Allah. Jam berapa, Pak?)" balas Dira.
"11:00," jawab Mr. Khalid singkat.
Dira merasa ada sesuatu yang janggal. Biasanya, jika Mr. Khalid ingin berbicara, ia akan menyuruh Jafar untuk menyampaikan pesan. Namun kali ini, ia menghubungi Dira secara langsung. Ia pun merasa gugup, karena ini adalah kali pertama ia dipanggil langsung ke kantor Mr. Khalid.
Di ruangan yang luas dan mewah dengan dekorasi minimalis, Mr. Khalid menyambut Dira dengan ramah.
"Come in, please," katanya sambil mempersilakannya masuk. "Thank you for coming."
"Thank you for inviting me," balas Dira sopan, meski ia merasa canggung.
"Apakah Jafar sudah menemuimu?" tanya Mr. Khalid.
"Iya, Pak. Tapi saya belum memberikan jawaban," jawab Dira jujur.
Mr. Khalid mengangguk perlahan, wajahnya serius. "Akan sulit menghadapi keinginan Jafar untuk memutus kontrak."
Dira tertegun. "Jadi... kecelakaan itu disengaja?" tanyanya spontan.
Mr. Khalid menggeleng. "Tidak seperti itu. Tapi, sejak awal, Jafar selalu mencari cara untuk berhenti bekerja sama dengan tim kalian."
"Sebenarnya, apa yang membuat Jafar begitu percaya diri menentang kehendak Anda sebagai atasannya?" tanya Dira, penasaran.
Mr. Khalid tersenyum tipis. "Enam investor besar perusahaan ini adalah hasil koneksi Jafar. Dia punya pengaruh besar dalam perusahaan ini."
Dira mengangguk, mulai memahami posisinya. "Kalau saya memutuskan untuk memperjuangkan kontrak ini, dengan kondisi atasan saya yang sedang cedera, apa amunisi yang saya miliki?"
Mr. Khalid menarik napas panjang. "Jafar akan menggunakan semua cara untuk membujuk para investor. Saya kenal betul gaya kerjanya," katanya tegas.
Penjelasan itu membuat Dira semakin sadar bahwa Jafar bukan sekadar ancaman kecil, melainkan tantangan besar yang harus dihadapi.
"Kalau begitu, mana yang lebih menguntungkan untuk Anda? Mempertahankan kami yang sedang lemah atau mengikuti alur Jafar yang sudah punya posisi kuat?" tanya Dira dengan nada serius.
![](https://img.wattpad.com/cover/238012588-288-k686463.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Ruang
RomanceAisha Kartika, CEO Garis Ruang, memimpin proyek pembangunan hotel di Jeddah, Saudi Arabia, di mana lukisan Azura, sahabat sekaligus cinta yang pernah ia tinggalkan, menjadi bagian dari desainnya. Pertemuan ini menggugah kembali perasaan yang dulu ia...